Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah organisasi masyarakat atau ormas Formasi berencana menggeruduk Menara Kompas, Palmerah, Jakarta Barat. Formasi ditengarai sebagai kelompok pendukung mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Aksi massa dari Formasi ini buntut aksi kekerasan terhadap jurnalis Kompas TV saat sidang vonis bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada Kamis pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pantauan Tempo di lokasi. Hingga pukul 15.17 seorang polisi berpangkat brigadir dua (bripda) yang bertugas di lokasi itu menyatakan sampai saat ini belum mengetahui apakah massa tersebut jadi datang atau tidak, dan katanya, dia akan tetap berjaga di lokasi. “Stand by aja,” kata laki-laki itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, sejumlah polisi juga yang berjaga mulai mengangkat tameng huru-hara di atas kepalanya untuk kemudian dimasukan ke dalam mobil polisi Dit Samapta Korps Brimob. Dan beberapa anggota polisi itu melepaskan baju PDLnya sehingga yang tampak adalah kaus coklat katun khas Polri.
Sampai pada pukul 16.00 sejumlah polisi dari Direktorat Samapta Korps Brimob melaksanakan apel pulang sebelum membubarkan diri dari lokasi. Hingga para polisi bubar, massa aksi tersebut tak kunjung datang.
Aksi itu rencananya akan digelar pada Senin siang, 15 Juli 2024 pukul 10.00. Dalam sebuah poster yang diterima Tempo, ormas tersebut mendesak Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) untuk mencabut izin pers dan menutup kantor Kompas TV. Dan sejumlah karyawan kompas gramedia mengaku khawatir dengan rencana aksi demonstrasi tersebut.
Peristiwa kekerasan terhadap jurnalis terjadi saat Syahrul Yasin Limpo (SYL) hendak memberikan keterangan pers sesaat setelah sidang digelar. Tapi, sejumlah ormas pendukung SYL menghalagi kerja para wartawan, sehingga menimbulkan kericuhan.
Akibatnya, terjadi dorong mendorong dan beberapa wartawan ditarik-tarik oleh sekelompok orang itu. Bahkan seorang juru kamera Kompas TV, Bodhiya Vimala mengalami tindak kekerasan, seperti dikejar, ditendang, dan dipukul oleh anggota ormas tersebut.
“Memang saya sempat dikejar sama ormas. Dari sebagian ormas itu, tadi yang saya lihat ada tiga orang ngejar saya. Mukul, nendang, segala macam, berbuat seperti itu,” kata Bodhiya dalam rilis pers AJI pada Jumat, 12 Juli 2024.
Menanggapi peristiwa ini, AJI Jakarta dan LBH Pers mengecam keras tindak kekerasan yang terjadi pada sejumlah wartawan setelah sidang SYL. Irsyan menjelaskan bahwa jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Pers dalam menjalankan tugasnya, yakni Pasal 4 ayat (3) UU Pers dan Pasal 18 UU Pers.
Bodhiya meski tak sempat visum ke rumah sakit terkait insiden itu, tetapi ia berharap polisi mengusut kasus tersebut. Selain itu, dia juga tak ingin kejadian serupa terjadi lagi. "Harapannya tak ada kejadian lagi untuk teman-teman seprofesi," ujarnya pada Kamis, 11 Juli 2024. Seperti dikutip Antara.
Laporan Bodhiya tercatat dengan nomor LP B/3926/VII/2024/SPKT Polda Metro Jaya tentang Pasal 170 KUHP berisi pengeroyokan dengan status terlapor dalam penyelidikan.
Polda Metro Jaya telah menangkap dua tersangka pengeroyokan terhadap jurnalis Kompas TV. Pengeroyokan itu terjadi saat korban meliput sidang vonis eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 11 Juli 2024.
"Perkembangan penanganan kasus dugaan pemukulan terhadap rekan kita yang berprofesi sebagai jurnalis, saudara B, itu sudah dilakukan penahanan terhadap dua tersangka," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi saat ditemui di Polda Metro Jaya pada Senin, 15 Juli 2024.
Ade Ary menjelaskan, dua orang yang ditangkap yaitu seorang pria berinisial MNM, 54 tahun, dan S, 49 tahun. Dia menyebut, kedua tersangka itu ditangkap pada 12 Juli 2024. "Tidak lebih dari 24 jam atau tanggal 12 Juli berhasil diamankan 2 orang," kata Ade Ary.
MOCHAMAD FIRLY FAJRIAN