Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STRUKTUR itu mestinya masih bugar hingga 25 tahun mendatang. Pada 2033, tumpukan batu yang direkatkan dengan kapur dan semen merah itu, yang membentuk pintu pelimpas air (spillway), bakal genap satu abad. Ini adalah umur wajar bendungan yang dibangun Belanda dulu.
Namun, Jumat pagi dua pekan lalu, dua juta kubik air Telaga Gintung merobohkan pelimpas air. Selanjutnya adalah mahapetaka alam dengan jumlah korban terbanyak sepanjang sejarah Jakarta pasca-kemerdekaan. Bagaimana pelimpas air runtuh masih sedang dikaji tim ahli bendungan Departemen Pekerjaan Umum. Tapi ada sejumlah kesalahan di bendungan itu.
Muchammad Nafi, Joniansyah
Kerugian Situ Gintung
Korban meninggal : 100 orang,
Orang hilang : 192 orang,
Korban luka-luka : 190 orang,
Rumah rusak: 420 rumah.
Jumlah pengungsi: 1600 orang.
Kerugian material: belum dihitung spesifik, mencapai puluhan miliar rupiah menurut Humas Ristek.
Bendungan
Panjang: 200 meter Kerusakan: Terjadi keretakan seperti yang masih bisa dilihat di dekat pintu air.
Kelemahan desain:
- Urukan homogen dari tanah liat. Meski tanah urukan itu kedap air, tipe tanggul seperti ini rawan bocor.
- Bagian dalam mestinya ditutup batu-batu besar dan di tengahnya diisi dengan struktur kedap air
- Bagian atas tanggul diperkeras, sehingga mobil leluasa masuk ke atas tanggul. Padahal desain badan tanggul hanya dirancang boleh dilewati pejalan kaki.
Air
Sebelum kejadian, saksi mata mengatakan permukaan air naik hingga 1,5 meter. Ini artinya ada tambahan 315 ribu meter kubik. Karena penanggulan tepi situ, gaya tekan air tidak dipecah di tepi situ. Alhasil, air sebanyak ini mesti dikeluarkan dari pelimpasan selebar 5 meter, karena pintu-pintu air tak berfungsi. Ini seperti mencicil saja. Sebelum seluruh air dikeluarkan, pelimpasan itu rontok.
Luas danau: 21 hektare
Kedalaman: 10 meter (rata-rata)
Berat air: 2,1 juta ton (berat jenis air: 1 ton per meter kubik)
Bantaran
Wilayah di kiri-kanan sungai sepanjang 100 meter seharusnya bebas dari permukiman. Faktanya, di sana diam tak kurang dari 1.000 jiwa. Bencana pun membawa banyak korban.
Pelimpas Air
Panjang: 5 meter
Bahan: Batu dengan campuran kapur dan semen merah, didesain tahan selama satu abad.
Kerusakan: Struktur ditemukan mengalami kerusakan: batu lepas atau permukaannya retak, bisa menjadi tempat perembesan air ke dalam struktur tanggul.
Permukaan tanggul di tepi pelimpasan turun, menjadi indikasi adanya perubahan struktur di dalam tanggul.
Ditumbuhi rumput, mengakibatkan permukaan tanggul keropos.
Kelemahan desain:
Pelimpas tidak dilengkapi pintu air untuk digunakan dalam keadaan darurat. Tidak dilengkapi sistem peringatan dini dan instrumen pemantau struktur, karena situ ini dianggap “mati”
Pintu Air
Jumlah: 2
Kerusakan: Tidak ada yang berfungsi: gorong-gorong tersumbat tanah dan sampah, daun pintu hilang.
Ada kebocoran struktural.
Saluran air dari kedua pintu air ini ditutup bangunan rumah/toko.
Kelemahan desain: Jumlah pintu air idealnya lima buah.
Tebing Bendungan
Dipenuhi bangunan rumah permanen. Di antaranya milik Kepala Kepolisian Banten, Brigadir Jenderal (Polisi) Rumiah Kartoredjo.
Pelanggaran: 50 meter dari tepi situ harus bebas bangunan.
Tepi situ
Kontur tepi air curam, padahal seharusnya landai untuk meredam daya tekan air ke samping. Lereng yang curam juga rawan longsor.
Diduga, longsor tebing itu terjadi. Penasihat petani jaring apung dan bekas ketua RW setempat, Suaib, menyatakan sebelum bendungan runtuh, ikan peliharaan petani jaring apung naik dan air berwarna hitam pekat, padahal ini tak pernah terjadi pada pasang tinggi sebelumnya. Jejak longsoran, meski kecil, memang tampak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo