Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsitektur

<font color=#336600>Tersembunyi</font> di Balik Jakarta

6 April 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PETA Hijau selalu memiliki kejutan. Dengan petunjuk peta tersebut, bisa ditemukan banyak daerah menarik di kota. Mereka tersembunyi di balik beton gedung pencakar langit dan bangunan mewah lain. Tapi itulah keasyikan dalam menyusuri lokasi-lokasi di Peta Hijau Jelajah Jakarta yang dibuat berdasar jalur Transjakarta dan kereta rel listrik.

Berikut ini beberapa ”kejutan” yang bisa ditemukan bila kita menelusuri Peta Hijau itu.

1. Makam Souw Beng Kong

Souw Beng Kong (1580-1644), kapitan pertama pada zaman penjajahan Belanda, berperan dalam pembangunan Sungai Ciliwung. Ia pernah diminta Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen membujuk orang-orang keturunan Cina agar mau kembali berdagang di Jakarta. Sebab, saat itu orang-orang Tionghoa ngambek kepada penjajah Belanda. Makamnya terletak di sekitar Jalan Pangeran Jayakarta, yang bisa dicapai dari Stasiun Kota atau halte Transjakarta Kota. Kita harus masuk gang selebar satu setengah meter. Makam itu terpencil di antara rumah-rumah petak yang padat berjejalan. Tapi, bila kesulitan, Anda bisa bertanya kepada penduduk setempat.

2. Museum Taman Prasasti

Kuburan Belanda di tengah kota? Itulah Museum Taman Prasasti yang terletak di sebelah Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Jalan Tanah Abang I. Makam yang berubah fungsi menjadi museum pada 1977 itu terhampar di atas lahan seluas 1,3 hektare, dengan 1.242 buah nisan di atasnya. Dulu tempat ini dikenal sebagai Kerkhof Laan (kuburan) atau Kebon Jahe Kober, tempat pemakaman umum tertua di Jakarta. Untuk menuju lokasi ini, Anda bisa turun di halte Transjakarta Monas dan berjalan sekitar seratus meter, lalu menyusuri Jalan Tanah Abang I sekitar 300 meter, sampai tepat di tusuk sate jalan, masuk ke gerbang yang dijaga dua meriam besi.

3. PASAR TRADISIONAL CENGKARENG

Saat para penggemar hiburan malam beranjak ke klub, para pedagang tradisional itu mulai menggelar dagangan mereka. Yang ditawarkan lengkap: sayur, tempe, tahu, ayam potong,serta ikan basah dan kering. Ada juga toko biji kopi lengkap dengan mesin penggiling mesin kuno, milik Darussalam. Dari arah Grogol, pasar yang siang hari menjadi pasar loak ini terletak di sebelah kiri sebelum perempatan Cengkareng.

4. Kampung Hijau Mampang

Selama ini yang dikenal orang adalah kampung hijau di Banjarsari, Cilandak, Jakarta Selatan. Ternyata di daerah yang terkenal macet di Jalan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, ada juga kampung asri dan hijau. Letaknya di perumahan Zeni TNI Angkatan Darat, tak jauh dari persimpangan Jalan Kapten Tendean-Mampang, tepatnya di belakang Pasar Swalayan Hero. Kampung ini menang dalam lomba kampung hijau Jakarta Green and Clean pada 2007. Kampung yang digerakkan ibu-ibu setempat ini menjadi tempat sumber daya eko-wisata, eko-produk, pendidikan lingkungan, taman komunitas, area olahraga, dan pusat eko-informasi.

5. Gedung Pertunjukan Miss Tjitjih

Mau ketemu Kuntilanak Waru Doyong atau Si Manis Jembatan Ancol? Dulu, pada Sabtu-Minggu pertama dan ketiga setiap bulan, Anda bisa menyaksikannya di gedung pertunjukan sandiwara Sunda, Miss Tjitjih. Tapi, karena tak ada biaya, kini tak ada lagi pertunjukan itu. Gedung yang diresmikan pada 2004 ini masih terawat baik. Letaknya di daerah Kabel Pendek, Cempaka Baru Timur, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, hanya sekitar 200 meter dari jalan utama Cempaka Putih. Nama Miss Tjitjih diambil dari nama seorang kembang panggung pada 1920-an. Ia terkenal cantik dan piawai dalam pertunjukan panggung.

6. Velodrome Rawamangun

Orang mengenalnya sebagai tempat balap sepeda saat ada Pekan Olahraga Nasional. Terletak di Rawamangun, Jakarta Timur, kawasan ini bisa menjadi alternatif untuk segala kegiatan olahraga. Di sana tersedia lapangan tenis, sepak bola, bisbol, bahkan kolam renang. Tiket masuk kolam renang hanya Rp 1.600 pada hari biasa dan Rp 2.100 untuk Sabtu dan Minggu.

7. Gedung Wayang Orang Bharata

Letaknya hanya sepelemparan batu dari Terminal Bus Senen dan sekitar 100 meter dari halte Transjakarta Senen. Di gedung ini setiap malam Minggu dipentaskan pertunjukan wayang orang kelompok Bharata, yang berdiri sejak 1972. Pertunjukan yang dikelola Yayasan Bharata itu bagai hidup segan mati tak mau. Setiap pertunjukan ditonton paling banyak 10 orang dengan harga tiket Rp 25 ribu per orang. Padahal wadyabala pemain wayang Bharata sekitar 100 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus