Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTEMUAN dengan komandan penculiknya itu tak disangka Nezar Patria. Sebagai jurnalis Tempo, ia mengirim surat permohonan wawancara kepada Prabowo Subianto pada April 2003. Seorang utusan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu menghubunginya, mengaku dari Grup Nusantara Energy.
Penelepon mengatur waktu dan tempat wawancara, yakni di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Nezar memutuskan datang bersama koleganya, Iwan Setiawan. Di hotel itu, sebelum bertemu dengan Prabowo, mereka diterima Bambang Kristiono. Nezar mengenali lelaki itu komandan Tim Mawar yang dibentuk Kopassus untuk menculik sejumlah aktivis pada 1997-1998.
Pada 1997, ketika Nezar diculik dari tempat tinggalnya, Bambang adalah komandan Batalion 42 Grup IV Kopassus. Nezar mengisahkan pertemuan itu kaku. Keduanya kikuk. Ia masih mengingat, Bambang berbasa-basi: "Sekarang jadi jurnalis, ya?"
Menurut Nezar, Bambang bercerita pada saat itu bergabung dengan PT Tribuana Antarnusa, anak perusahaan Grup Nusantara Energy milik Prabowo. Perusahaan ini memiliki feri yang melayani trayek Merak-Bakauheni. Bambang duduk sebagai direktur utama. Satu jam menunggu Prabowo, mereka tak menyinggung soal penculikan.
Bambang Kristiono meninggalkan dinas tentara begitu Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta menjatuhkan vonis 22 bulan penjara pada 1999. Ia dinyatakan terlibat penculikan dan dipecat. Empat anggota Tim Mawar, yaitu Fauzani Syahril Multhazar, Yulius Selvanus, Untung Budi Harto, dan Nugroho Sulistyo Budi, dihukum 20 bulan penjara. Mereka juga dipecat.
Tiga anggota tim itu, yakni Dadang Hendra Yudha, Djaka Budi Utama, dan Fauka Noor Farid, dikurung 16 bulan. Adapun Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi divonis penjara setahun. Mengajukan permohonan banding, vonis Fauzani, Yulius, Untung, dan Nugroho diringankan menjadi 30-36 bulan tanpa pemecatan. Sisanya tetap dengan vonis semula.
Karier para prajurit itu terhenti. Tapi kartu mereka mulai hidup sejak 2005. Fauzani, misalnya, pada 2007 dipromosikan menjadi Komandan Komando Distrik Militer Jepara dengan pangkat letnan kolonel. Nugroho menjadi Komandan Kodim Semarang pada 2009. Adapun Untung menjadi Kepala Staf Kodam XVI/Pattimura.
Dadang juga dipromosikan menjadi Kepala Staf Brigade Infanteri 16/ Wira Yudha, Kodam V Brawijaya. Sebelumnya, ia menjadi Komandan Kodim 0801 Pacitan berpangkat letnan kolonel. Adapun Djaka juga meraih letkol dan menempati posisi Komandan Yonif 115/ Macan Lauser Aceh pada 2007.
Chairawan Nursyiwan, Komandan Grup 4 Sandi Yudha, pun terseret. Baru pada 2005, karier lulusan Akademi Militer 1980 ini bergerak. Ia diangkat menjadi Komandan Korem 011/Lilawangsa di Aceh. "Hampir tujuh tahun ia disembunyikan agar tidak menimbulkan resistansi publik," kata seorang pensiunan jenderal.
Ia kemudian menjadi kepala pos wilayah Aceh Badan Intelijen Negara berpangkat brigadir jenderal. Pada Mei 2010, Chairawan dipromosikan menjadi Kepala Dinas Jasmani Angkatan Darat di Cimahi, Bandung. Pada akhir tahun yang sama, ia dipromosikan menjadi Direktur Badan Intelijen Strategis TNI. Pangkatnya naik menjadi mayor jenderal.
Pensiun sejak pertengahan 2012, Chairawan aktif berbisnis dan mulai merambah politik. Ia menerima tawaran mantan panglimanya, Prabowo, masuk ke Partai Gerindra. Menurut ketua partai itu, Martin Hutabarat, Chairawan menjadi anggota Dewan Pembina sejak November 2012.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo