Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mega Emoh Salaman

20 September 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gagal sudah rencana Komisi Pemilihan Umum mempertemukan pasangan kandidat presiden Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi dengan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dalam suatu acara. Padahal, sesuai dengan rencana, pertemuan kedua pasangan kandidat presiden Kamis malam pekan lalu itu dimaksudkan sebagai pamungkas acara dialog penajaman visi, misi, dan program kandidat yang digelar selama tiga hari. Kedua pasangan kandidat itu dijadwalkan akan bertemu dan meneken kesepakatan pemilu damai, siap menang dan siap kalah dalam pemilu II, sekaligus berdoa bersama. Di sana, direncanakan, Mega akan bersalaman dengan Yudhoyono dan Jusuf Kalla, mantan menteri koordinatornya.

Menurut anggota KPU Valina Singka Subekti, acara itu batal karena tim pasangan Megawati-Hasyim menolak datang. Penolakan itu sebenarnya sudah dilayangkan ke KPU pada Rabu pekan lalu. "Alasannya, prasasti pemilu damai itu sudah ditandatangani pada putaran pertama, jadi sudah cukup," ujar Valina.

Sebelumnya, selama tiga hari, KPU menggelar acara paparan visi dan misi kandidat di Hotel Hilton, Jakarta. Jauh berbeda dengan acara debat yang digelar KPU pada Kamis 1 Juli lalu di Hotel Borobudur, Jakarta, pada putaran kali ini KPU selama tiga hari berturut-turut hanya menggelar dialog pasangan kandidat dengan empat panelis.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, Gunawan Hidayat, menilai dialog itu tidak menambah keyakinan masyarakat terhadap visi kandidat. "Hanya menambah keyakinan 25 persen dari pemirsa televisi. Sisanya, mereka tetap tak yakin setelah melihat tayangan itu," kata Gunawan.

Ketua Fraksi Tersangka Korupsi

Status tersangka tak menghalangi orang untuk jadi pejabat publik. Di Depok, Kamis pekan lalu, Mashab H.S. dari Partai Kebangkitan Bangsa, dan Ratna Nuriana dari Partai Golkar—tersangka kasus dugaan korupsi dana APBD senilai Rp 9 miliar—terpilih menjadi ketua fraksi DPRD Kota Depok.

Pimpinan DPRD berpendapat keduanya tidak terhalang menjadi ketua fraksi karena belum ada keputusan hukum tetap. "Selagi belum berstatus hukum tetap, mereka masih punya hak dipilih," kata ketua sementara DPRD Kota Depok, Soleh Martapermana. Soleh juga menolak kemungkinan terganggunya kinerja fraksi akibat penahanan pemimpinnya itu. "Kepemimpinan fraksi kan bersifat kolektif, tidak harus mengandalkan ketua atau salah satu pimpinan," katanya.

Kasus ini menambah panjang daftar anggota parlemen daerah yang tersangkut korupsi. Di beberapa daerah hal ini juga terjadi. Yang lumayan besar terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Kasus Buyat: Dari Individu ke Korporasi

Kasus pencemaran logam berat di Teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara, terus menggelinding. Sebelumnya kepolisian menetapkan Manajer Hubungan Eksternal PT Newmont Minahasa Raya (NMR) David Sompie, Pengawas Lingkungan Jerry Kojan Fow, dan Pengawas Pabrik Pengolahan Limbah Putra Wijayantri, juga Manajer Pemeliharaan dan Operasional Bilturner, sebagai tersangka.

Kini, menurut Direktur V Tindak Pidana Tertentu, Brigjen Polisi Suharto, polisi mulai mengarahkan pemeriksaan kepada perusahaan. Menurut Suharto, ini dilakukan untuk menjerat pejabat struktural Newmont untuk ikut bertanggung jawab. Pernyataan ini dilontarkan Suharto seusai memeriksa Bilturner, warga negara Australia, Jumat minggu lalu. Bilturner dijadikan tersangka karena, menurut Suharto, sebagai manajer operasional, termasuk orang yang menangani masalah detoksifikasi.

Mirip Noordin Top, Lapor Polisi

Jangankan menjadi buron, berwajah seperti buruan polisi saja hidup sungguh tak nyaman. Merasa terancam karena memiliki kemiripan dengan Noordin Mohammad Top—buron berbagai kasus peledakan bom—Kamis pekan lalu Ibrahim Nurdin memilih menyerahkan diri ke polisi.

"Dia datang sendiri, ditemani seorang pengacara," kata Kepala Bagian Humas Polda Banten, Ajun Komisaris Polisi Ade Kusnadi. Menurut Ade, kepada polisi Ibrahim, warga Kampung Tegal Buntu, Desa Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Provinsi Banten, mengaku takut melihat dirinya memiliki kemiripan dengan Noordin Mohammad Top. Sejak terjadinya ledakan di depan Kedutaan Besar Australia dua pekan lalu, polisi memang kembali gencar menyebar foto Noordin. "Ia khawatir menjadi korban penghakiman massa, apalagi dengan adanya iming-iming miliaran rupiah yang dijanjikan polisi," kata Ade.

Kabar terakhir, saat ini Ibrahim telah dibawa ke Mabes Polri di Jakarta. "Polisi ingin tahu lebih banyak tentang dia," kata seorang sumber TEMPO di Polda Banten. Hal itu juga dilakukan demi optimalnya pengamanan terhadap dirinya karena kemiripannya dengan foto yang disebar polisi. Menurut dia, yang membedakan Ibrahim dengan Noordin hanyalah tahi lalat yang ada di hidung dan dahinya. "Kalau Ibrahim punya tahi lalat, Noordin Top tidak," katanya.

Dari Ale untuk Presiden Baru

Dia memang terpidana teror bom yang istimewa: Ali Imron, 34 tahun, biasa dipanggil Ale. Dihukum 20 tahun penjara, Ale diberi kesempatan menyampaikan pesan istimewa kepada presiden terpilih mendatang. Catatannya itu membuka himpunan artikel yang disatukan dalam buku berjudul Pesan untuk Presiden 2004-2009. Peluncuran buku itu pada Selasa pekan lalu di Istana Wakil Presiden di Jakarta juga dihadiri Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden Hamzah Haz.

Selain berisi pesan Ali Imron, buku setebal 262 halaman itu memuat artikel yang ditulis 18 tokoh Indonesia dari pelbagai bidang. Yang menarik, artikel lelaki asal Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur itu, yang berjudul "Pesan Mantan Teroris yang Telah Sadar", ditempatkan di bagian awal, mendahului artikel para tokoh lain. Di situ, Ale mengaku menyesal menjadi bagian dari pembunuhan ratusan manusia dan melakukan jihad dengan cara yang keliru. "Jangan ikuti perjuangan yang kami lakukan," ujarnya.

Masih ada lagi. Anak bungsu pasangan Haji Nurhasim dan Hajah Tariyem itu juga berpesan agar presiden terpilih mendatang serius memberantas korupsi-kolusi-nepotisme di negeri ini. "Soalnya, KKN itu tidak dibenarkan hukum dan agama," katanya.

Pesan Ale yang termuat di buku itu memang spesial. Menurut Wahyudi Ruwiyanto, Deputi Bidang Politik Sekretariat Wakil Presiden, yang menjadi penyunting buku itu, artikel tersebut berasal dari wawancara khusus dengan Ale. "Wawancara itu dilakukan selama tiga jam atas izin Jaksa Agung dan Kapolri," kata Wahyudi.

Saat didaulat membuka peluncuran buku terbitan Balai Pustaka itu, Presiden Megawati mengaku heran kenapa dia yang diminta. "Tadi pagi saya tertawa sendiri. Ini (buku) untuk siapa? Karena saya yang diundang, berarti buku ini untuk saya," kata Mega sambil tersenyum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus