Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Anti-Asing, Korban Pribumi

Gembong teroris "mengirim bom" untuk memerangi Amerika dan sekutunya. Tetapi kenapa diledakkan di Indonesia?

20 September 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Serentetan bom telah meledak sejak bom Bali, dua tahun lalu. Terakhir bom meledak di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Sebenarnya siapa yang hendak dibom para teroris itu? Apa pesan yang ingin disampaikan oleh para teroris?

Sepanjang yang bisa diikuti dalam sidang pengadilan bom Bali dan bom Marriott, komplotan teroris tidak ingin menghancurkan Indonesia, meski sebagian dari mereka adalah orang Indonesia. Sasaran dan pesan yang ingin disampaikan lewat perbuatan terkutuk itu jauh di luar Indonesia. Mereka ingin berperang dengan pemerintah Amerika Serikat dan sekutunya yang mereka sebut "teroris yang sebenarnya". Hal itu jelas pula dari buku yang ditulis Imam Samudra, salah satu konseptor pengeboman di Bali yang kini sudah terpidana mati dan sedang menunggu proses banding.

Komplotan teroris ini diotaki oleh dua warga Malaysia, Dr. Azahari dan Noordin Mohammad Top. Kebencian mereka kepada Amerika dan sekutunya, terutama Australia, membuat mereka selalu mengincar sasaran yang berhubungan dengan kedua negara itu. Yang menjadi pertanyaan kemudian, kenapa mereka memilih beroperasi di Indonesia, tidak di Malaysia atau negara lainnya. Dengan diledakkan di Indonesia, korban pribumi pun berjatuhan.

Beberapa perkiraan bisa diajukan di sini. Yang pertama mungkin karena mencari pengikut untuk melakukan kegiatan jahat itu lebih mudah di Indonesia. Entah karena sulitnya lapangan pekerjaan atau mungkin bertemunya kedua kepentingan yang mirip: pengikut yang dari Indonesia juga punya kebencian dengan pemerintah dengan alasan-alasan tertentu. Alasan kedua, wilayah Indonesia begitu luas dengan daerah kepulauan yang membuat para teroris lebih mudah menyembunyikan diri. Apalagi tingkat kewaspadaan penduduk lokal tidak terlalu tinggi kepada para pendatang. Komplotan teroris bom Bali, misalnya, ada yang tertangkap di Kalimantan Timur, di sebuah tempat yang sangat terpencil. Sedangkan alasan ketiga, Indonesia adalah negeri yang paling mudah untuk mendapatkan identitas palsu. Dengan berbekal uang yang cukup, seseorang begitu gampangnya memperoleh KTP. Praktek "nembak KTP" ini memudahkan orang memiliki lebih dari satu KTP dengan nama yang berbeda-beda.

Dari perkiraan tadi, perang melawan teroris harus dilakukan secara terpadu oleh berbagai aparat pemerintah, tak bisa menyerahkan permasalahan ini hanya kepada polisi. Aparat pemerintah yang paling rendah, yakni kepala desa, harus menerapkan disiplin administrasi yang ketat mengenai kependudukan. Seorang penduduk baru hanya bisa dilayani untuk pembuatan KTP kalau ia membawa surat pindah domisili yang sah. Dulu, ada program membuat KTP nasional dan ini sudah dijalankan di beberapa daerah. Sayang, program ini macet. Kalau ini bisa dilanjutkan, kepemilikan KTP ganda bisa dicegah.

Bahkan di tingkat yang lebih rendah dari kepala desa, seperti rukun warga dan rukun tetangga, kewaspadaan harus juga dipelihara. Kepala RT harus tahu siapa saja warganya, dan tahu pula kalau ada warga yang baru. Banyak pengumuman yang berbunyi "1 x 24 jam harus lapor" hanya sebagai penghias jalan, tak sepenuhnya hal itu dijalankan. Karena itu teroris Azahari dan komplotannya dengan tenang bisa mengontrak rumah di Cengkareng, dan mungkin hari ini mengontrak lagi entah di mana, dan entah dengan nama siapa.

Mari kita memerangi teroris dengan mengamankan lingkungan kita dari yang paling kecil dan menegakkan administrasi kependudukan yang tegas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus