MEREKA bernama Lena Puspasari, Marlina, Yosi Lonita, Farida atau
Siti Heriyati. Dan biasanya memakai tarnbahan panggilan Miss.
Pakaian mereka kebaya batik, baju kurung plus sarung atau rok
susun dan gaun model gadis Pilipina. Mereka menggoyang pinggul
dan melenggokkan tangan yang gemulai, sementara mata yang
berbulu palsu berputar-putar atau mengerdip genit membuntuti
irama dang-dut. Maka suasana lomba joget wadam di Gelanggang
Remaja Jakarta Barat, di malam Minggu 5 Pebruari lalu yang
mendung, jadi syur.
Nyaris sulit dibedakan, mereka yang berjoget itu kaum wanita
atau makhluk Tuhan bukan laki bukan perempuan. Apalagi di antara
mereka tak sedikit yang berdadan benar-benar penuh konon berkat
suntikan hormon dan memiliki bibir assoi. Hanya saja suara
mereka rata-rata bernada bas adanya.
Malam joget itu merupakan kegiatan pertama setelah perkumpulan
Hiwad (Himpunan Wadam) terbentuk, 11 Januari lalu. Ini
perkumpulan bertaraf internasional, lho. "Kami punya program 4
pasal", tutur Maya Puspa, Ketua Hiwad Seluruh Indonesia. Dengan
gaya seorang organisator ulung, berkain kebaya membalut tubuhnya
yang semampai. "Miss" berwajah mirip Titiek Puspa ini
(barangkali ada hubungannya dengan pilihan namanya sendiri)
menyebut program perkumpulannya: "konsolidasi dan mengembangkan
organisasi berdasar saling asah, saling asuh dan saling
asih". Itu pertama. Lalu, "mengusahakan perlindungan hukum dan
iklim baik sesuai dengan kodrat yang dibawakan, hingga kaum
wadam tak merasa terpencil di masyarakat".
Mubes Wadam
Memang hebat. Bahkan disebut-sebut pula "mengisi program
pembangunan bangsa berlandaskan Pancasila dan UUD 1945". Tapi
pada pokoknya mereka mau unjuk telunjuk: kaum wadam punya
perkumpulan. Dan berseru: kaum wadam bersatulah. Hingga, bila
ada di antara 5000-an wadam di Jakarta dan entah berapa di
daerah- daerah lain yang masih hidup berceceran, ada tempat
untuk saling berdekapan. Selama ini memang sudah tak banyak lagi
yang misalnya hidup menjajakan,"jasa" dengan bikin promosi malam
hari di pinggir jalan. Banyak dan mereka sekarang ini menjadi
penari ular, pelawak, tukang sulap, pemegang peran dalam
fragmen-fragmen, penata rias dan kecantikan dan penyanyi
dangdut. Bahkan Miss Fifi, pendorong utama perlombaan tadi,
seorang dokter. Sedang Maya Puspa, sang Ketua, ahli rias
pengantin dan guru rias-merias di Panti Ketrampilan Wanita.
Profesi-profesi begitu memang bagus sekali.
Lantas MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong) yang Golkar
itu, terangsang pula merangkul mereka. Atas prakarsa E. Sukarna,
Ketua I DPP MKGR Jakarta Barat itulah, dibentuk Hiwad pada Juli
1976. Waktu itu sudah 250 wadam dapat digamit. Kini dengan
sekitar 5000-an anggota. Hiwad di DKI Jakarta bertekad buat
mengisi program pariwisata pemda DKI. Rencana ini akan
disampaikan kepada Gubernur Ali Sadikin lewat sebuah delegasi
para wanita ulam itu.
Di samping itu, lantaran para wadam itu punya "naluri" yang agak
beda dengan lelaki maupun wanita normal - jelasnya saja bab sex
maka "masalah satu itu mesti dapat perlindungan", menurut Yoppie
F. Siregar. Ketua Biro Pembelaan Konsultasi Hukum. Maksud itu
akan diwujudkan dengan membikin tempat penampungan untuk mereka.
"Semacam penampungan para WTS kata Yoppie. Sebab menurut Yoppie
sendiri, tak sedikit laki-laki yang senang pacaran dengan wadam.
Perkara nantinya tempat itu akan betul-betul menjelma jadi
tempat jual beli asmara di samping WTS, belum bisa dikatakan.
Rencana itu sendiri masih akan "dimubes"kan oleh para anggota
se-Indonesia dalam tempo dekat ini. Sebab jangan lupa, Hiwad
sudah punya perwakilan di Cirebon. Bandung dan lainnya. Sedang
di Jakarta sudah dapat perhatian Dinas Kebudayaan Wilayah DKI.
Ini 'kan menjelang pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini