Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Melawan Fraksi Sendiri

Salah satu hal yang hendak diwujudkan Zuhairi bin Misrawi bila terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah menyelesaikan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terutama pasal penodaan agama.

9 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Zuhairi Misrawi saat bersafari politik di Lembaga Pendidikan Islam Dayah Ikramul Fata, Kabupaten Pidie, Aceh, Jumat pekan lalu./TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia tidak ingin aturan itu dipakai suatu kelompok untuk menganiaya kelompok lain dan menjadi pasal karet. “Yang perlu dibangun justru kehidupan yang toleran dengan agama lain,” katanya, Rabu pekan lalu.

Dalam draf KUHP yang sedang dibahas panitia kerja DPR dan pemerintah, pasal penodaan agama justru diperluas. Di KUHP lama ada satu pasal, sementara dalam Rancangan KUHP tersebut ada tujuh pasal.

Pasal 156a di KUHP lama telah memakan banyak korban. Di antaranya bekas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang divonis dua tahun penjara pada 2017, dan Meiliana, perempuan asal Tanjungbalai, Sumatera Utara. Meiliana divonis 18 bulan bui karena mengeluhkan volume suara azan di lingkungannya.

Adapun dalam Rancangan KUHP, jerat terhadap penghina agama diatur lewat pasal 326, 328, 329, 330, dan 331. Yang dimaksud dengan tindak pidana terhadap agama di antaranya menghina agama di muka umum, menyiarkan, menempelkan tulisan, menghasut, mengganggu serta merintangi pertemuan keagamaan, dan merusak tempat ibadah.

Ancaman hukumannya pun bervariasi, dari dua tahun penjara bagi pengganggu pertemuan keagamaan, empat tahun bui untuk penghasut yang ingin meniadakan agama sah di Indonesia, hingga lima tahun buat perusak tempat ibadah. “Ini harus dikaji betul supaya tidak menimbulkan diskriminasi,” ujar Zuhairi.

Menurut Zuhairi, kajian tersebut sangat dibutuhkan karena banyak sekali tafsir mengenai penodaan agama. Dalam Al-Quran, Zuhairi menjelaskan, mereka yang menodai agama adalah orang yang menghardik anak yatim dan tidak memberikan santunan kepada fakir miskin. Namun, dia menambahkan, aturan mengenai penodaan agama sebetulnya sudah tidak relevan lagi.

Ia mengatakan Pasal 156a KUHP mengadopsi Undang-Undang Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan, dan/atau Penodaan Agama. Ketika itu, ucap Zuhairi, Presiden Sukarno mengeluarkan aturan tersebut untuk menghindari konflik sosial keagamaan di Indonesia karena ada peristiwa Gerakan 30 September 1965. “Saat ini yang dibutuhkan adalah aturan yang kuat untuk mengatur hubungan antaragama,” ucapnya.

Zuhairi juga menyampaikan hal tersebut ketika menjadi saksi ahli dalam uji materi Undang-Undang Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 di Mahkamah Konstitusi yang dimohonkan kelompok Ahmadiyah. Gugatan diajukan untuk meminta kepastian hak beribadah penganut Ahmadiyah. Sayangnya, Mahkamah menolak permohonan tersebut.

Karena itu, jika kelak terpilih, ia akan meminta fraksinya di DPR, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, meninjau ulang pasal tersebut. Zuhairi juga berencana mengusulkan Rancangan Undang-Undang Beribadah, Berkeyakinan, dan Toleransi untuk menegakkan tenggang rasa. Aturan ini diperlukan karena belakangan intoleransi kian marak.

Ketua PDIP Hamka Haq menuturkan, sampai saat ini fraksinya mendukung aturan tentang penodaan agama. Menurut anggota DPR ini, pasal tersebut diperlukan untuk memelihara sikap saling menghargai antar-pemeluk agama. “Saat ini saja sudah liar. Apalagi nanti kalau tidak ada aturannya,” katanya. Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Komisi Hukum DPR, Ichsan Soelistio, pun mengatakan pembahasan Rancangan KUHP di parlemen terus berlanjut.

Zuhairi bin Misrawi

Tempat dan tanggal lahir:

Sumenep, 5 Februari 1977

Pendidikan:

Sarjana Departemen Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Mesir (1999)

Pascasarjana Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pekerjaan:

Direktur Moderate Muslim Society

Peneliti di Middle East Institute

Ketua Baitul Muslimin Indonesia

Partai:

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Daerah Pemilihan:

DKI Jakarta II

Nomor Urut: 2

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus