Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penyokong Kaum Minoritas

Gencar membela pluralisme, Zuhairi Misrawi maju sebagai calon legislator. Pindah daerah pemilihan tersebab perkara Basuki Tjahaja Purnama.

9 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Zuhairi Misrawi/TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zuhairi Misrawi

Deden Sudjana langsung menghubungi kawan-kawannya yang berdomisili di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan daftar calon tetap anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada akhir September tahun lalu. Di daftar itu ada nama yang tak asing: Zuhairi bin Misrawi. Pria ini kerap menolong Deden dan rekan-rekannya sesama pengikut Ahmadiyah. “Saya bilang, bantu Zuhairi untuk mendapatkan kursi di DPR,” ujarnya, Jumat pekan lalu.

Zuhairi maju sebagai calon anggota DPR melalui Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pria 42 tahun ini mendapat nomor urut 2 untuk daerah pemilihan Jakarta II, yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan luar negeri. Ia bersaing dengan 105 calon legislator lain memperebutkan tujuh kursi yang tersedia.

Deden tergerak membantu karena Zuhairi kerap menolong pemeluk Ahmadiyah sejak 2005. Waktu itu, terjadi penyegelan masjid dan lembaga pendidikan Ahmadiyah di sejumlah daerah. Penolakan kian merebak setelah Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa yang menyatakan Ahmadiyah -sesat.

Zuhairi juga mengulurkan tangan ketika Deden ditangkap pada 2011. Deden dituding menghasut dan menganiaya setelah memimpin sekelompok pemuda Ahmadiyah ke Cikeusik di Pandeglang, Banten, melawan persekusi terhadap pengikut Mirza Ghulam Ahmad di sana. “Zuhairi bersama Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan membela dan menggalang dukungan untuk saya,” ucap Deden. Dalam kasus itu, Kepala Keamanan Nasional Jamaah Ahmadiyah Indonesia tersebut divonis enam bulan -penjara.

Selain menggalang dukungan dari kalangan Ahmadiyah, Deden turun berkampanye dengan memperkenalkan sosok Zuhairi, membagikan poster, dan membuat spanduk. Pengusaha di bidang transportasi ini juga menggunakan jaringan alumnus sekolahnya dan tetangganya saat ia tinggal di Menteng, Jakarta Pusat, dan di kawasan Jalan Antasari, Jakarta Selatan. “Pada 2014, ketika Zuhairi maju dari daerah pemilihan Jawa Timur, saya tak bisa membantu apa-apa. Kini saatnya menolong dia,” tuturnya.

Warga Ahmadiyah lain juga terpanggil memenangkan Zuhairi. Kandali Achmad Lubis, Ketua Ahmadiyah Jakarta Selatan, rutin memperkenalkan Zuhairi di Jakarta Pusat dan di wilayah tempat tinggalnya di Cilandak, Jakarta Selatan. “Secara organisasi, Ahmadiyah tidak berpolitik. Saya mendukung Zuhairi secara pribadi,” katanya. Deden Sudjana mengklaim 90 persen pemeluk Ahmadiyah di Jakarta Selatan, yang jumlahnya sekitar 800 orang, bakal memilih Zuhairi.

Sebelum menjadi anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan calon legislator, Zuhairi memang dikenal sebagai aktivis pluralisme. Pada 1999, sebelum lulus dari Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Mesir, ia mendirikan Moderate Muslim Society. Komunitas ini mempromosikan Islam yang damai dan mengajak pemeluk agama saling menghormati.

Zuhairi Misrawi (kiri) saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk “Gejolak Timur Tengah dan Masa Depan Pluralisme di Indonesia” di Jakarta.

Menurut Zuhairi, meski ia kuliah di Mesir, gagasan pluralismenya bermula dari orang yang ia anggap sebagai guru di Indonesia. Pemikiran mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, serta dua cendekiawan, Nurcholish Madjid alias Cak Nur dan Jalaludin Rakhmat, mempengaruhi pemikirannya. Zuhairi menyerap buah pikiran mereka sejak nyantri di Pesantren Al-Amien di Sumenep, Madura, pada 1990-1995. “Saya baca tulisan mereka di koran dan buku,” ujarnya.

Lulus kuliah pada 2000, Zuhairi pulang ke Indonesia dan bergabung dengan Lembaga Kajian dan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU. Di sana ia menjabat Koordinator Kajian dan Penelitian. Ia juga aktif di Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan -Masyarakat, organisasi penguatan peran pesantren yang didirikan oleh, antara lain, Gus Dur dan Dawam Ra-hardjo.

Ketua Lapeksdam PBNU Rumadi Ahmad menuturkan, ia bersama Zuhairi aktif berorganisasi sejak 2000. Ketika itu, kata Rumadi, Zuhairi sudah dekat dengan kelompok minoritas seperti penganut Syiah. “Ia juga membagikan pemikirannya tentang pluralisme,” tuturnya, Rabu pekan lalu.

Pada 2005, ketika penolakan terhadap Ahmadiyah terjadi di sejumlah tempat, Zuhairi lantang menyatakan pembelaannya. Tak lama setelah itu, ia dipanggil Gus Dur ke kantor PBNU di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Menurut Zuhairi, Gus Dur memintanya terus menyuarakan hak-hak kelompok minoritas dan memperjuangkannya. Pertemuan itu selalu diingat Zuhairi karena ia dimintai tolong secara langsung oleh orang yang mempengaruhi pemikirannya selama ini.

Kira-kira setahun kemudian Zuhairi bertemu dengan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan waktu itu, Pramono Anung, dan Taufiq Kiemas, orang yang berpengaruh di partai banteng. Mereka mengajak Zuhairi bergabung. Kebetulan PDIP sedang mempersiapkan sayap partai, Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi).

Tawaran tersebut ditampik Zuhairi. Saat itu ia tidak tertarik masuk ke dunia politik. Beberapa bulan kemudian, ia bersedia bergabung karena Taufiq Kiemas dan Pramono Anung mengatakan orang seperti Zuhairi dibutuhkan untuk menjaga Pancasila. Kepada Tempo, Pramono Anung, yang kini menjabat Sekretaris Kabinet, membenarkan kabar bahwa ia mengajak Zuhairi bergabung ke PDIP. “Pandangan keislamannya luas dan moderat, serta nasionalismenya kuat,” katanya, Kamis pekan lalu.

Di PDIP, awalnya Zuhairi menjabat Ketua Bamusi Bidang Antar-Agama. Selanjutnya ia menjadi anggota staf ahli Fraksi PDIP untuk Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi agama dan sosial. Pada 2010-2013, ia dipercaya Taufiq Kiemas, yang menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai anggota staf khususnya. Oleh Taufiq, Zuhairi diberi tugas mempersiapkan konsep “Empat Pilar Kebangsaan” yang digagas suami Megawati Soekarnoputri itu.

Pada 2014, Zuhairi maju sebagai calon legislator untuk daerah pemilihan Jawa Timur XI, yang meliputi Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Menurut Ketua Umum Bamusi Hamka Haq, Zuhairi ditempatkan di daerah pemilihan tersebut karena merupakan tempat asalnya. Menghabiskan dana kampanye sebesar Rp 300 juta dari tabungannya, Zuhairi gagal ke Senayan.

Tahun ini, Zuhairi kembali maju sebagai calon anggota legislatif. Awalnya, menurut Hamka, Zuhairi akan ditempatkan kembali di daerah pemilihan Jawa Timur XI. Namun, karena efek pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 masih terasa, ia dialihkan ke Jakarta II. PDIP kena getah setelah mengusung Basuki Tjahaja Purnama, yang dituduh menodai agama. Maka, kata Hamka, -untuk menunjukkan bahwa PDIP ramah terhadap Islam, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri meminta kadernya yang berlatar belakang santri ditempatkan di daerah pemilihan -Jakarta.

Zuhairi menyatakan kini lebih siap menghadapi pemilihan umum. Ia pun mengalokasikan dana Rp 500 juta untuk berkampanye. Zuhairi tak berjanji muluk-muluk dalam upayanya terpilih menjadi anggota DPR. Ia ingin melanjutkan perjuangannya menjaga kemajemukan dengan duduk di Komisi Agama dan Sosial. “Saya ingin menunjukkan bahwa PDIP adalah partai yang mengakomodasi suara Islam,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus