Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Melawan selimut dan guling

Kota bukittinggi yang berhawa dingin menyebabkan kegiatan malam cepat berakhir. bekas walikotanya, drs. masri, berusaha menghidupkan bioskop & merencanakan peraturan toko-toko hanya boleh ditutup jam 21.00.(kt)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKITTINGGI berganti walikota. Drs Masri diganti drs Umar Gaffar yang sebelumnya bertugas di staf Dirjen PUOD Departemen Dalam Negeri Jakarta. Ini berarti persoalan Pasar Atas yang sempat menyeret Masri dari kursinya telah dianggap selesai. Dengan demikian pula boleh dibilang hampir tak ada lagi masalah yang ditinggalkannya, sekaligus juga melicinkan Umar Gaffr menduduki kursinya yang baru. Pantas atau tidak Opstibpus menjungkel Masri dari jabatannya memang masih ramai diperbincangkan. Tapi tentu akan berkepanjangan. Yang pasti ada 2 masalah yang rupanya cukup mendesak bagi kota itu sekarang. Pertama, soal pemekaran kota. Dan kedua bagaimana menghidupkan kota ini di waktu malam, salah satu yang rupanya sudah lama menjadi fikiran Masri. Masalah pemekaran dengari memasukkan beberapa kampung di sekitar kota agaknya tinggal penanda-tanganannya lagi di Kantor Gubernur Sumatera Barat. Bukittinggi maupun sejumlah kota lainnya selama ini masih membagi wilayahnya menjadi beberapa kampung, jorong dan resor. Dengan pemekaran itu kelak kampung-kampung tadi akan dijadikan 3 kecamatan dalam wilayah Kota Bukittinggi. Di Sumatera Barat, baru Kota Padang yang merubah kampung-kampung itu menjadi kecamatan. Bagi Kota Bukittinggi dengan penduduk 60.000 lebih itu pemekaran agaknya sudah cukup mendesak. Terutama jika dilihat dari sudut kegiatan pembangunan dan proyeksi penduduknya. Uang Tak Laku Pasal lain yang belum sempat dikerjakan Masri, adalah kota ini begitu cepat mati begitu malam mulai turun. "Jam 20.00 uang tidak laku di sana," begitu umumnya sindir para pendatang terhadap Bukittinggi. Maksudnya mulai jam itu semua orang sudah menutup diri di rumah masing-masing. Udara kota yang terkenal dingin (hampir 1.000 meter di atas permukaan laut -- di gugusan Bukit Barisan) memang wajar mendorong penduduk cepat bersembunyi di balik selimut. Tapi hal ini dipandang pertanda kurang gairahnya warga kota dan lebih-lebih lagi tak menarik bagi pengunjung Bukittinggi. Masri sendiri selama ini bukannya tak berusaha. Misalnya di kota ini ada 3 buah bioskop dan dipersilakan melakukan pertunjukan hingga larut malam. Tapi ternyata jika filmnya tak bagus, penonton pertunjukan kedua sudah tak ada lagi. Lalu dengan mengadakan panggung terbuka. Hal ini memang menarik perhatian para remaja untuk nonton berlarut-larut. Tapi pertunjukan begini tak mungkin dilakukan terus -- selama ini hanya diadakan setiap ada peringatan hari-hari penting. Sehubungan dengan selesainya Pasar Atas ada rencana untuk mengeluarkan Peraturan Daerah agar toko-toko di sana hanya boleh ditutup setelah jam 21.00. Menurut Masri, Perda itu dimaksudkan agar warga kota terpancing keluar malam. Artinya juga agar kebiasaan cepat memeluk guling dan sebangsanya itu dapat dialihkan ke jalanan kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus