KALAU saja Shakespeare pernah melihat pohon kelapa, kisah Romeo dan Yuliet bisa berjalan lain. Pohon kelapa ini muncul dalam percintaan Muhadi, 24, dan Sutarmi 20. Romeo dan Yuliet dari Desa-Sidosari di Cilacap ini memutuskan: daripada urung kawin, lebih baik mati bersama. Mereka, diam-diam, sudah dua tahun berhubungan. Lalu ketika keduanya lapor ke orangtua masing-masing, ternyata bapak dan ibu kedua pihak tak merestui. "Habis Muhadi itu masih menganggur," kata ayah Sutarmi tentang pemuda jebolan kelas Il SMP itu sedang si ayah sudah punya calon lain. Kebetulan orangtua Muhadi pun sudah punya calon istri buat anaknya. Syahdan, pertengahan Oktober lalu, seorang tetangga, Kardi namanya, berhenti mendadak ketika sedang berjalan. Ada suara memanggil-manggil - tapi dari mana? Ketika ia menengok ke atas, oh .... di sana, di pucuk pohon kelapa, bertengger pasangan muda-mudi itu: Muhadi dan Sutarmi. Muhadi berteriak: minta tolong Kardi mendatangkan orangtua mereka. Para tetangga pun segera berkerumun di bawah pohon. Dan datanglah orang-orang yang dipanggil itu. "Begini! Kalau perkawinan saya dan Tarmi tidak disetujui, kami akan bunuh diri! Akan melompat dari sini!" begitu Muhadi berseru dari ketinggian 12 meter. Di bawah, ibu Sutarmi gemetar. Tentu saja, kedua pihak lantas menyatakan setuju, apalagi muda-mudi itu kebetulan sama-sama anak tunggal. Tetapi janji lisan saja rupanya belum sip. Baru setelah kedua pihak mau membuat pernyataan tertulis, pasangan itu pada turun dengan gemetar. "Saya sungguh tidak tahu, sejak kapan Tarmi bisa naik pohon," kata Sanparja, ayahnya. Ternyata, Sutarmi sendiri heran. "Kalau disuruh lagi, mungkin saya tidak bisa, lho," kata si Yuliet - yang ternyata sudah mengandung dua bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini