Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Membayar untuk kartu pers

Sukirman, wartawan harian sumatera express dipecat. pemimpin umum alwi r diprotes. sukirman ditugaskan mencari koresponden & harus mampu mengumpulkan sejumlah uang dari wartawan baru. tapi tak mampu.

24 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH pengumuman dimuat berturut-turut di Harian Sumatera Express, biasa disingkat Sumex, yang terbit di Palembang. Isinya singkat, jelas, dan mengagetkan Sukirman. Koresponden Sumex untuk Bengkulu ini dipehaka, bahasa kasarnya, dipecat. Merasa dicemarkan, Sukirman melakukan aksi balas dendam. "Malu harus dibayar dengan malu" semboyannya. Ia membeberkan latar belakang pemecatannya lewat surat kepada Ketua Dewan Pers, Departemen Penerangan, dan PWI Pusat. Tembusannya ia kirim ke semua pejabat sipil dan militer di Provinsi Bengkulu. Juga dikirimkan ke banyak wartawan. Sampai bulan lalu, oplah surat Sukirman mencapai 650 eksemplar. Bukan main. Tak diketahui berapa oplah Sumex. Apa isi surat itu? Kronologis kasusnya tentu versi Sukirman. Desember lalu, kata surat itu, Alwi R., Pemimpin Umum/Ketua Redaksi Sumex, menugasi Sukirman agar mencari calon koresponden untuk memperkuat peliputan koran itu di kawasan Bengkulu. Sukirman berhasil merekrut 10 wartawan. Wartawan baru itu wajib memiliki kartu pers. Ini biasa, sebagai bukti diri. Yang tak biasa, wartawan yang gres itu dikenai pungutan untuk mendapat kartu pers. Besarnya bervariasi. Ada yang membayar Rp 25 ribu, Rp 40 ribu, malah ada yang Rp 150 ribu. Keseluruhan Sukirman mendapat Rp 825 ribu. Nah, yang Rp 755 ribu diserahkan ke bosnya. Sisanya? "Saya pakai untuk uang jalan Bengkulu-Palembang," kata Sukirman. Awal Februari lalu, Alwi lagi-lagi meminta jasa Sukirman agar mencarikan 15 wartawan. Seperti sebelumnya, ia juga diharapkan menyetor Rp 750 sampai Rp 850 ribu. Uang sebesar itu harus diserahkan paling lambat akhir Februari. "Target ini jangan sampai tidak Adinda penuhi. Dan ini merupakan penilaian bagi kami terhadap Adinda," begitu bunyi kutipan surat Alwi yang diterima Sukirman. Kali ini Sukirman gagal. Bukan karena ia tak sanggup. Tiba-tiba ia sadar, ini jelas melanggar kode etik jurnalistik. Bukankah wartawan itu mesti digaji penerbit, baru ataupun lama. Bukannya membayar ke penerbit. Alhasil, Sukirman dinilai tidak mampu dan ia pun dipecat. Apa benar ocehan Sukirman itu? Waduh, ternyata urusan begini saja sulit dikonfirmasikan. Pihak Sumex yang dihubungi TEMPO menolak berkomentar. Namun, sebuah sumber yang enggan disebutkan namanya menyatakan, cerita Sukirman tidak seluruhnya benar. "Kami tak memperjualkan kartu pers. Yang ada hanya uang administrasi," kata sumber di Sumex. Setelah membayar uang administrasi, berapa gaji wartawan itu dari Sumex tak juga jelas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus