KALAU begitu, menjadi wartawan ternyata idaman banyak orang. Termasuk Juara Silaban. Ketika ada iklan di koran-koran Medan yang isinya mencari wartawan untuk surat kabar mingguan Aktivitas, Juara melayangkan lamaran. Lamaran ditanggapi. Juara dipanggil. Tahap awal ia diminta datang ke kantor Aktivitas di Jalan Pemuda 6, Medan. Hari itu ia langsung ditemui A.S.P. Tamba, Pemimpin Redaksi. Ia diminta melengkapi persyaratan yang dibutuhkan. Seminggu kemudian Juara kembali ke Aktivitas. Kali ini ia dipertemukan dengan Syamsuddin Tanjung, Wakil Pemimpin Redaksi. Juara diwawancarai. Begini dialognya: "Betul-betulkah Anda ingin jadi wartawan?" tanya Syamsuddin. "Bah, tentu saja," jawab Juara. "Kalau begitu, Aktivitas ini kan ibarat bayi yang hendak lahir, jadi mengertilah," kata Wapemred. "Maksudnya bagaimana?" ujar calon wartawan itu, menyelidik. "Yah, kalau bayi hendak lahir kan memerlukan biaya. Sesudah lahir pun harus beli susu dan popok. Diharapkan pada Senin ini sudah bisa terbit. Jadi, untuk beritanya, Anda sudah harus bergerak dengan menggunakan kartu pers ini," kata Syamsuddin, seraya menyerahkan sehelai kartu pers. "Apa yang bisa Anda sumbangkan? Pelamar lainnya saya minta Rp 50 ribu untuk satu kartu pers. Untuk Anda, mengertilah," ucap Syamsuddin lagi tanpa basa-basi. Juara, yang saat itu membawa Rp 40 ribu, menyerahkan semua uangnya. Tiga hari setelah memegang kartu sakti itu, di depan rumahnya terjadi tabrakan. Juara pun jepret-jepret. Ia kemudian menuliskan laporannya. Dan membawanya ke Aktivitas. Apa mau dikata. Surat kabar mingguan itu belum terbit. Minggu depannya belum juga terbit. "Setiap saya tanya, jawabnya selalu terbit Senin depan," kata Juara. Ternyata, ada tujuh wartawan seperti Juara. Akhirnya ketujuh wartawan ini datang bersama ke kantor Aktivitas, awal Juni lalu. Yang mereka dapati sebuah pengumuman, SKM Aktivitas sudah ganti nama menjadi Ralis, singkatan dari Rasa Loyalitas Sosial. Dan semua wartawan Aktivitas harus mengganti kartu persnya menjadi wartawan Ralis, dan untuk itu diperlukan sumbangan lagi. "Kami protes dan saya minta supaya uang saya dikembalikan," kata Juara. Petugas di kantor koran itu menjanjikan akan mengembalikan uang ketujuh wartawan itu esok harinya. Apa yang terjadi? Esoknya kantor itu sepi. Melompong. Juara dkk lantas mengadu ke PWI Cabang Medan dan Poltabes. Setelah diusut, ternyata yang mengalami nasib serupa bukan cuma tujuh. Tapi, jangan kaget, 193 orang, 30 di antaranya wanita. Jumlah setoran bervariasi. Untuk yang dari Medan, Rp 50 hingga Rp 100 ribu. Yang dari luar Medan dikenai bayaran Rp 300 ribu. Padahal, penerbitan itu fiktif belaka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini