Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dahlia Octaviani Noferdie gusar saat bank hanya menghargai rumahnya di Castro Valley, San Francisco, Amerika Serikat, US$ 100 ribu. Padahal, sebelumnya, harga rumahnya ditaksir US$ 800 ribu. Ia juga kelabakan saat ditagih membayar angsuran rumah US$ 6.000, karena biasanya cukup merogoh US$ 3.000 per bulan. ”Harga rumah hancur, tapi angsuran rumah naik,” kata perempuan Indonesia 28 tahun itu kepada Tempo akhir pekan lalu.
Ibu tiga anak itu pun bergegas menyewa pengacara untuk mengurus persoalan rumahnya. Hasilnya, pemerintah Amerika memberikan bantuan sehingga Dahlia cukup mencicil US$ 4.000. Ia lebih beruntung ketimbang tetangganya yang terpaksa angkat kaki dari rumah lantaran tak mampu membayar cicilan. Krisis itu juga membuat bisnis Dahlia seret. Omzet delapan toko aksesori dan sepatu di berbagai pusat perbelanjaan di San Francisco menurun tajam dari US$ 1.000 menjadi US$ 600 per toko per hari.
Dahlia hanyalah satu dari ribuan penduduk Amerika yang kesulitan membayar kredit pemilikan rumah. Sebagian besar macet dan mulai memunculkan masalah di Amerika Serikat pada pertengahan tahun lalu. Kini masalah pada turunan produk perbankan itu mulai mengguncang dunia. Imbasnya lari ke mana-mana, terutama di bursa saham. Dalam sepekan lalu, total nilai saham rontok sampai US$ 2,3 triliun. Di Amerika sendiri, nilai saham sudah berkurang US$ 8,3 triliun dalam setahun terakhir.
Untuk membendung dampak krisis yang kian buruk, pemegang otoritas rame-rame mengambil langkah. Rabu pekan lalu, enam bank sentral mengeluarkan kebijakan bersejarah dengan memotong suku bunga acuan setengah persen. Salah satunya tentu The US Federal Reserve—selain Bank of England, European Central Bank, Sveriges Riksbank, Swiss National Bank, dan Bank of Canada. Koordinasi semacam ini belum pernah terjadi.
Amerika Serikat memotong suku bunga dari 2 persen menjadi 1,5 persen, melengkapi paket penyelamatan US$ 700 miliar yang disetujui akhir dua pekan lalu. Inggris memangkas suku bunganya menjadi 4,5 persen, dan bank sentral Uni Eropa memotongnya menjadi 3,75 persen. Pada hari yang sama, pemerintah Inggris mengumumkan akan merekapitalisasi perbankan dengan dana 50 miliar pound sterling (US$ 87 miliar).
Otoritas perbankan di Asia juga bergerak. Bank sentral Cina, Korea Selatan, Taiwan, dan Hong Kong pun menurunkan suku bunga. ”Karena krisis finansial Amerika dan Eropa berlanjut dan menyebar, risiko melorotnya ekonomi global bertambah,” kata Gubernur Bank Sentral Taiwan Perng Fai-nan di Taipei pekan lalu. Tokyo menyatakan mendukung gerakan massal tersebut, kendati Bank of Japan tetap mempertahankan bunga pada 0,5 persen pekan ini.
The Reserve Bank of Australia mengambil kebijakan serupa. Suku bunga diturunkan dari tujuh menjadi enam persen. Selandia Baru mengikuti. Diharapkan kebijakan tersebut bisa mengamankan penerimaan para pemberi pinjaman dan membantu menaikkan likuiditas. ”Ini kebijakan bagus bank-bank sentral Asia yang menggeser fokus dari inflasi ke pertumbuhan,” kata Huw McKay, ekonom internasional senior di Westpac Banking Corp. di Sydney, seperti dikutip Bloomberg.
Toh, pasar masih merespons negatif aksi penyelamatan rame-rame itu. Bursa di seluruh dunia kembali jeblok, setelah sempat membaik pada saat Presiden Bush meneken undang-undang bailout. Indeks Dow Jones, misalnya, pada perdagangan Kamis pekan lalu ditutup turun 7,3 persen ke level 8.579,19—pertama kalinya Dow Jones ditutup di bawah 9.000 selama lima tahun terakhir. Indeks FTSE 100 London juga melorot 5,4 persen menjadi 4.079,96—level terendah dalam lima tahun terakhir.
Yang paling loyo adalah Bursa Tokyo. Kantor berita AFP mencatat, indeks Nikkei-225 terperosok 974,12 poin (10,64 persen), seiring dengan bangkrutnya perusahaan asuransi Yamato Life Insurance. Nikkei akhirnya ditutup melemah 9,6 persen, penurunan terburuk selama dua dekade. Bursa lain, seperti Hong Kong, Kuala Lumpur, dan Manila, juga ambruk. Jakarta bahkan menutup rapat pintu Bursa Efek Indonesia pada Kamis pekan lalu karena indeks jatuh lebih dari 10 persen.
Arah pergerakan krisis kini makin sulit ditebak. Menteri-menteri keuangan sedunia pun berencana menggelar pertemuan darurat di Washington, pekan ini, seiring dengan gelombang panic selling yang menimpa pasar saham. Perdana Menteri Jepang Taro Aso mengatakan Jepang akan memanggil G-8 (kelompok negara maju) jika dalam pertemuan nanti tidak tercapai kesepakatan. Jepang merupakan ketua pertemuan G-8 tahun ini.
Berbeda dengan krisis yang menimpa Asia pada 1997, ketika Dana Moneter Internasional menjadi salah satu penyelamat, pada krisis kali ini tak satu pun lembaga internasional mampu menanganinya. Kerugian yang diderita puluhan lembaga keuangan kali ini memang luar biasa, mencapai hampir US$ 1,4 triliun—US$ 800 miliar di antaranya dialami lembaga keuangan nonbank. Pada 1997, kerugian perbankan tak sampai US$ 400 miliar.
Perbankan dunia juga menghadapi persoalan likuiditas. Saat ini perbankan kesulitan mendapatkan pinjaman jangka panjang dan jangka pendek. Itu sebabnya sejumlah negara kini berkonsentrasi menyelamatkan perbankan mereka. Inggris, misalnya, selain merekapitalisasi banknya, akan menyediakan pinjaman jangka pendek kepada perbankan sampai tiga bulan. Jika langkah ini manjur, London akan memberikan pinjaman dengan jangka waktu yang lebih panjang, antara lain sampai tiga tahun.
Apakah berbagai langkah itu akan bisa menghentikan kerusakan yang mahadahsyat ini sekaligus kembali menggerakkan perekonomian? Sulit meramalkannya sekarang. Yang pasti, untuk mengatasinya, diperlukan kerja sama antarnegara. Itu satu-satunya pilihan yang tersisa.
Retno Sulistyowati, Vennie Melyani
Bersama Pasti Bisa
KRISIS finansial yang menimpa Amerika Serikat merembet dengan cepat ke seluruh dunia. Masing-masing pemerintah pun berusaha mencegah agar krisis tidak semakin dalam melumpuhkan perekonomian.
Amerika Serikat
The Federal Reserve mengucurkan US$ 80 miliar untuk mencegah kebangkrutan American International Group Inc. Kongres dan pemerintah menyetujui pengucuran dana talangan US$ 700 miliar untuk mengambil alih perusahaan dan lembaga keuangan yang terancam kolaps.
Inggris
The Financial Services Authority menaikkan batas simpanan yang dijamin dari 35 ribu menjadi 50 ribu pound sterling. Pemerintah juga mengucurkan dana talangan 200 miliar pound untuk pinjaman jangka pendek dan 250 miliar pound lagi untuk menjamin pinjaman antarbank.
Jerman
Pemerintah mengumumkan pemberian jaminan tak terbatas kepada para deposan dan penabung yang nilainya lebih dari 500 miliar euro (sekitar US$ 693 miliar). Jerman juga menyelamatkan Hypo Real Estate, pemberi pinjaman komersial properti terbesar kedua, setelah konsorsium bank menarik dukungan. Dana yang dikucurkan 35 miliar euro.
Belgia
Belgia menyelamatkan Fortis—lembaga keuangan terbesar—dengan membayar 4,7 miliar euro untuk 49 persen saham Fortis cabang Belgia.
Islandia
Parlemen membuat undang-undang darurat yang memberikan kuasa kepada pemerintah untuk menentukan operasionalisasi perbankan. Pemerintah membolehkan bank-bank menjual aset di luar negeri untuk membantu menopang sistem finansial. Pemerintah juga menyelamatkan Glitnir—pemberi pinjaman properti terbesar ketiga—dengan membeli 75 persen kepemilikan senilai 600 juta euro. Islandia juga menawarkan jaminan tanpa batas kepada semua penabung dengan nilai simpanan berapa pun.
Irlandia
Pemerintah Irlandia adalah pelopor penjamin perbankan nasional. Negara itu meluncurkan undang-undang jaminan 100 persen terhadap deposito, surat utang, dan pinjaman yang ada di enam bank utama selama dua tahun. Langkah itu diikuti sejumlah negara Eropa dengan batas maksimal yang berbeda-beda, antara lain Austria, Denmark, Yunani, Bulgaria, Prancis, Italia, Belanda, Portugal, Slovenia, Spanyol, dan Swedia.
Rusia, Ukraina, dan Rumania
Otoritas bursa masing-masing negara menghentikan aktivitas perdagangan sejak Rabu pekan lalu.
Australia
Australia menurunkan suku bunga menjadi enam persen untuk mendorong penurunan bunga kredit.
Jepang
Pemerintah menyuntikkan 2 triliun yen (US$ 20 miliar) ke dalam sistem finansial.
Korea Selatan dan Taiwan
Bank of Korea dan Central Bank of the Republic of China (Taiwan) menurunkan suku bunga 25 basis point untuk menstimulasi permintaan domestik dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Hong Kong
Hong Kong memangkas suku bunga menjadi dua persen.
Indonesia
Bank Indonesia menaikkan suku bunga 25 basis point menjadi 9,5 persen untuk menekan laju inflasi dan pertumbuhan kredit. Bursa Indonesia ditutup Kamis pekan lalu karena indeks turun hingga 22 persen selama tiga hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo