Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pembuatan biopori cukup dengan lebar 10 cm dan kedalaman 100 cm.
Sebanyak 30 pemilik gedung di Jalan D.I. Panjaitan, Jakarta Timur, terlibat dalam pembuatan seratus sumur resapan.
Drainase vertikal bukan untuk mencegah banjir saat curah hujan lebat dan air meluap dari sungai.
JAKARTA — Kampanye anti-banjir itu berkumandang dari halaman belakang. Aiman Witjaksono, jurnalis Kompas TV, mengunggah video singkat soal lubang biopori di pekarangannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdapat tiga lubang di halaman belakang itu, masing-masing berdiameter 10 sentimeter dan berkedalaman 100 sentimeter. Sebelum lubang itu dibuat pada 2004, pekarangan dengan kontur cekungan dan lebih rendah dari jalan itu selalu menjadi kubangan setiap kali hujan datang. Tinggi air sampai 10 sentimeter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini kubangan tidak lagi terlihat. "Bahkan hujan lebat beberapa hari lalu juga tak meninggalkan jejak. Sama sekali tak banjir,” kata Aiman kepada Tempo, kemarin.
Menurut dia, membuat biopori di halaman masing-masing jauh lebih bermanfaat ketimbang misuh-misuh atau menyalahkan pemerintah saban kali banjir menerjang. Aiman mengajak semua warga Jakarta ikut melubangi pekarangan mereka, meski tidak tinggal di daerah rawan banjir. Sebab, drainase vertikal bisa membantu warga lain karena mengurangi debit air yang mengalir ke dataran yang lebih rendah.
Di era digital, Aiman melanjutkan, masyarakat semakin dimudahkan kalau mau ikut dalam gerakan antibanjir ini. Sejumlah marketplace atau toko di platform belanja online bahkan menawarkan alat dan paket pemasangan biopori yang lebih praktis. “Tinggal kemauan kita untuk sama-sama mengurangi potensi banjir. Dimulai dari rumah sendiri dulu,” ujarnya.
Drainase vertikal memang tak akan langsung berefek pada penangkalan banjir yang disebabkan oleh curah hujan lebat dan limpahan air sungai dari hulu. Namun, menurut Sekretaris Dinas Sumber Daya Air DKI, Dudi Gardesih, sumur resapan dan biopori dapat mencegah banjir di wilayah-wilayah minim daerah tangkapan air. Hal ini juga yang tengah didorong DKI kepada para pemilik gedung dan masyarakat Ibu Kota untuk ikut menambah jumlah drainase vertikal.
Dudi sendiri tak memberikan informasi detail tentang perkembangan jumlah drainase vertikal yang telah dibangun masyarakat secara pribadi atau komunal. Namun, dia mengatakan, kesadaran ini mulai banyak muncul pada para pemilik gedung yang wilayah bangunannya kerap menjadi lokasi genangan air hujan atau banjir.
Dia mencontohkan 30-an pemilik gedung di Jalan D.I. Panjaitan yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Jakarta Timur membangun seratus sumur resapan di kawasan tersebut. “Biasanya di wilayah itu banjir hingga lebih dari setengah meter. Hujan lebat beberapa hari lalu terbukti tak menimbulkan banjir di sana,” kata Dudi. Kantor Kecamatan Jatinegara termasuk di antaranya.
Kantor Kecamatan Jatinegara di Jakarta, 23 Februari 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Wali Kota Jakarta Timur Muhammad Anwar mengatakan sumur resapan di sepanjang Jalan D.I. Panjaitan memiliki kedalaman rata-rata mencapai 20 meter dengan diameter mencapai satu meter. Pada masa uji coba, setiap titik mampu menyerap 2.000 liter air dalam kurang dari enam menit. Kapasitas tiap sumur sendiri diprediksi mampu menampung dan meresapkan air hujan hingga 10 ribu liter. “Sehingga limpahan air Kali Cipinang saat hujan tak menyebabkan banjir,” kata dia.
Dengan kewajiban yang tertera pada Peraturan Gubernur Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sumur Resapan, banyak perusahaan swasta yang juga telah membangun drainase vertikal, misalnya kompleks apartemen Kalibata City di Pancoran, Jakarta Selatan. Meski berada di dataran tinggi dan bersisian dengan danau buatan Taman Makam Pahlawan, pengelola Kalibata City membangun 49 sumur resapan dengan kedalaman hingga tiga meter.
Di lahan seluas 12 hektare yang ditempati 18 menara rumah susun itu juga terbentang kolam retensi seluas 1.200 meter persegi. “Tiap sumur resapan kami beri nomor untuk memudahkan pemeriksaan,” ujar General Manager Kalibata City, Ishak Lopung. Dia mengatakan petugas dari pemerintah kota beberapa kali datang untuk memeriksa keberadaan dan fungsi drainase vertikal itu. "Terakhir sekitar tiga tahun lalu."
FRANSISCO ROSARIANS l REZA MAULANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo