Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Memperebuntukan Sang Kiayi

Wali Kota Surabaya memerintahkan pemindahan makam tua Kiayi Sido Masjid & makam lainnya yang terletak di Jl. tembaan. Ahli waris keberatan bila didirikan pusat pertokoan. CV Santoso ingin musyawarah. (kt)

20 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAKAM tua Kiayi Sido Masjid di Jalan Tembaan, Surabaya, akan digusur. Karena di atasnya akan didirikan pusat pertokoan. Selain Kiayi Sido Masjid di sana bersemayam pula sekitar 1.000 kerangka pahlawan. Letaknya beberapa meter saja dari Tugu Pahlawan. Jadi cukup strategis untuk tempat pertokoan. Apalagi selama hampir tak terawat. Rumput-rumput tumbuh dengan subur. Sesuai dengan surat perintah Walikota Surabaya pertengahan Januari lalu, kerangka-kerangka pahlawan itu akan dipindahkan ke Putat Gede, barat daya kota. Perintah itu menyebutkan agar dalam waktu « bulan pemindahan sudah beres. Tapi ternyata macet. Sebab penduduk Kampung Kawatan (di dekatnya) yang mengaku sebagai ahli waris tak setuju. Bahkan mereka minta bantuan Bung Tomo, Ruslan Abdulgani dan tokoh-tokoh lainnya agar niat walikota itu dibatalkan. Baik Bung Tomo maupun Ruslan Abdulgani kabarnya tahu persis bahwa di makam itu banyak bersemayam pahlawan tak dikenal yang tewas dalam pertempuran di dekat Tugu Pahlawan. Sudah Dicabut Sesungguhnya para ahli waris itu tidak berkeberatan pemindahan makam yang luasnya 3.000 mÿFD itu. "Asal digunakan untuk proyek sosial Islam dan bukan pertokoan" kata H.M. Said Amin salah seorang ahli waris. Apalagi karena mereka menghubungkannya dengan siapa yang kelak akan menghuni toko-toko di sana. Tapi sementara itu pihak Kotamadya Surabaya telah mengeluarkan Surat Persetujuan Prinsip Lokasi (SPPL) kepada CV Sentosa. Menurut Walikota Suparno, "SPPL itu dikeluarkan karena telah ada perjanjian kerja sama antara pengusaha tersebut dengan Yayasan Kiayi Sido Masjid." Yayasan ini pemegang surat kuasa dari para ahli waris, di samping sebagai pengurus makam tadi. Dalam salah satu dokumen kerjasama itu ternyata bahwa Maret 1975 CV Sentosa telah menandatangani perjanjian jual beli tanah makam sehara Rp 40 juta. Mereka yang mengaku sebagai ahli waris, menurut Suparno, adalah ahli waris mereka yang dimakamkan di sana. Adapun tanah kuburan itu sendiri adalah tanah negara. Tapi surat kuasa yang dimiliki yayasan tadi sudah dicabut oleh para ahli waris. Karena menurul Said Amin, ternyata surat kuasa itu dipalsukan. Namun demikian, pihak CV Sentosa berusaha agar soal itu tak berlarut, misalnya sampai ke pengadilan. Terutama karena perusahaan ini takut jika SPPL tadi sampai dicabut. Atas usaha CV Sentosa, pertengahan April lalu diadakan pertemuan antara perusahaan itu, wakil ahli waris dan Pemda Kotamadya Surabaya. Tak banyak hasil yang disepakati, kecuali "CV Sentosa diminta berhubungan saja dengan ahli waris" -- seperti dituturkan Wayan Linaksana, dari CV Sentosa. Soal Uang Rp 40 juta yang sudah diterima Yayasan, agaknya tak jadi soal bagi perusahaan itu. "Selamatkan yang masih bisa diselamatkan" ujar Wayan. Adapun nama Kiayi Sido Masjid berasal dari nama seorang ulama yang hidup di sekitar tahun 1800-an. Nama aslinya Kiayi Mohammad Baderun. Ia meninggal di dalam masjidnya (sedo masjid) kena racun Belanda karena ia menolak memindahkan masjidnya. Kisah ini merupakan riwayat yang diungkapkan dari mulut ke mulut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus