MAHASISWA Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogya,
awal Mei kemarin melancarkan aksi menunjukkan perasaan tidak
puas terhadap kebijaksanaan pimpinan perguruan. Tembok kampus
habis mereka coreti. Belum ada nama yang langsung mereka
tuding. Hanya sekedar menyindir dengan kata-kata pedas, seperti
"He boss jangan sok super ilmiah."
Di perguruan Islam itu sekarang ini ada peraturan yang
menyebutkan seorang mahasiswa yang ingin mengikuti program
pendidikan doktoral harus lebih dulu memiliki ijazah bahasa Arab
dan Inggeris dari Lembaga Bahasa. Peraturan inilah yang jadi
biang aksi tadi. Mahasiswa menganggap syarat tersebut terlalu
berat.
Mereka tidak keberatan kalau pelajaran bahasa tadi diberikan
berbarengan dengan mata pelajaran lain. Sebab katanya, dengan
begini mata pelajaran bahasa bisa saling membantu dengan
pelajaran lain. "Tapi sekarang kedudukan Lembaga Bahasa
setingkat dengan fakultas. Malahan kalau tak dapat ijazah dari
situ, orang tak bisa ikut program doktoral. Yang lebih berat
lagi, tak bisa mengulang ujian," Ahmad Dahlan, sekretaris senat
mahasiswa Fakultas Syari'ah mengeluh kepada Koresponden TEMPO
Syahril Chili.
Kalau Ada Her
Pintar dulu berbahasa Arab dan Inggeris baru jadi sarjana Islam
adalah kehendak yang kuat dari Menteri Agama yang lama, Mukti
Ali. Karena dia melihat bahasa asing itu masih centang perenang
pada lulusan IAIN. Niat tadi kemudian tertuang pula dalam sebuah
surat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Departemen
Agama.
Bunyinya antara lain menyebutkan tentang seseorang mahasiswa
yang dianggap telah menyelesaikan program studi Sarjana Muda
adalah mereka yang lulus semua mata pelajaran dan menyelesaikan
program bahasa tingkat intermediate (menengah). Sedang untuk
Sarjana tingkat advanced (lanjut).
Menurut Direktur Lembaga Bahasa IAIN Sunan Kalijaga, drs
Nourouzzaman Siddiqie, kalau memang mau benar-benar melaksanakan
peraturan Departemen Agama tadi, maka seharusnya dia sudah harus
dipatuhi sejak tahun 1975. Tapi para mahasiswa masih untung,
karena Lembaga Bahasa sendiri menurut ceritanya baru efektif
tahun 1976. Sedangkan pengurus Senat IAIN dalam rapatnya 8
Januari 1978 telah menetapkan adanya masa transisi.
Masa transisi memberikan keringanan bagi mahasiswa pada tahun
1976, mereka yang sudah tingkat bakeloriat bebas dari kewajiban
Lembaga Bahasa. Sedangkan untuk mahasiswa tahun berikutnya
(1977) masih kepercik keringanan, cukup mengantongi ijazah
bahasa tingkat elementary (dasar) saja. Tapi mahasiswa tetap tak
puas.
Para pengajar dan mahasiswa masih tak akur. Anak-anak mahasiswa
menuntut supaya masa transisi diperpanjang lagi. Dan her
diberlakukan. Tuntutan mereka ini nampaknya akan berhasil. Masa
transisi akan diperpanjang, begitu kata sebuah sumber yang
mengetahui di kampus IAIN. Tetapi soal her, nampaknya tak akan
berubah. "Kalau ada her, mahasiswa cenderung menunda-nunda
waktu. Ujian pertama, misalnya, mereka ikut hanya untuk melihat
tipe soal saja," kata Nourouzzaman.
Dari mahasiswa yang mencorat-coret dinding kampus IAIN di
Yogyakarta itu belum ada yang harus mempertanggungjawabkan
kelakuannya kepada pimpinan institut. Barangkali juga tak perlu.
Karena kabarnya yang ikut aksi itu hanya sekitar 17 orang dari
ratusan mahasiswa tingkat bakeloriat. Mereka ini sudah beberapa
kali ikut ujian Lembaga Bahasa tapi tak lulus-lulus juga. Ada
juga yang tak pernah ikut sama sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini