Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menakar Peluang Agustus

Pengebirian terhadap Kwik, menyusul pemecatan Laksamana, memperuncing hubungan Presiden dengan PDI Perjuangan. Bisakah Presiden Wahid bertahan?

21 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AGUSTUS mendatang akan menjadi bulan kritis bagi kepresidenan Abdurrahman Wahid. MPR akan meminta laporan prestasinya. Tapi, prestasi baik atau buruk adalah soal persepsi. Dan Presiden Wahid bisa berada di ujung tanduk karena hubungannya yang kian runcing dengan partai-partai.

Salah satu alarm yang berbunyi nyaring justru datang dari PDI Perjuangan, partai terbesar yang selama ini dikenal dekat dengannya. "Kalau di sidang nanti Presiden tidak menerima imbauan agar membenahi kebijakannya, tidak ada kata lain selain cari RI I (presiden) baru," kata Arifin Panigoro, ketua fraksi partai tadi di DPR. Adalah Arifin yang pada acara dengar pendapat dengan Presiden beberapa waktu lalu keras mempersoalkan pencopotan Laksamana Sukardi.

Kebijakan yang dimaksud antara lain adalah pengangkatan orang-orang dekat Presiden sebagai pembantunya. "Presiden harus menjelaskan kehadiran adiknya di BPPN, yang katanya tugasnya memelintir tangan orang itu," ujar Pramono Anung, Wakil Sekjen PDI Perjuangan.

Ketua Umum Megawati Sukarnoputri memang diam, tapi bukannya tak bersikap. "Mbak Mega marah dan kecewa terhadap beberapa tindakan Gus Dur itu," kata Pramono Anung. Megawati, menurut Anung, mendukung sikap kritis para politisi di MPR/DPR. Megawati juga merestui diam-diam niat Laksamana untuk menuntut Presiden Wahid dan membersihkan tudingan korupsi terhadap dirinya. "Setelah masa reses (15 Mei 2000) ini, kemungkinan Fraksi PDI-P di DPR akan mengusulkan agar dibentuk pansus soal pemecatan Laksamana," kata Zulvan Lindan, anggota lain Fraksi PDI Perjuangan.

Megawati memang diketahui beberapa kali meminta Presiden Wahid tidak mencopot Laksamana. Namun, setelah Laksamana dicopot juga, Mega memilih diam hanya untuk menghindari konflik. "Dia tidak ingin ada benturan massa PDI-P dengan warga NU," kata Pramono Anung.

Belum reda rasa kecewa itu, tiba-tiba Presiden Wahid membentuk Tim Monitoring Bidang Ekuin, sebuah langkah yang dipandang memereteli lebih jauh peran Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Kwik Kian Gie—politisi PDI Perjuangan lainnya. "Jelas, Kwik dipersempit ruang geraknya," Arifin menegaskan. Dengan kata lain, Presiden mengondisikan agar Kwik Kian Gie mundur karena merasa tidak dipercaya lagi.

Presiden Wahid sendiri menolak tuduhan bahwa ia tidak percaya dan berniat memecat Kwik. Menurut Presiden, pengangkatan Dipo Alam dan Rizal Ramli sebagai Sekretaris Tim Monitoring tidak memangkas tugas Menko Ekuin. Mereka diangkat hanya untuk notulensi hasil rapat-rapat kabinet. "Hubungan saya dengan Pak Kwik baik-baik saja," katanya.

Tidak demikian halnya dengan Kwik. Akibat ruang geraknya dibatasi itu, Kwik memang sudah minta kepada DPP agar dirinya ditarik dari kabinet. "Sebaiknya semua menteri di kabinet ditarik agar PDI-P bisa beroposisi secara penuh," ujarnya kepada Iwan Setiawan dari TEMPO. Megawati menolak permintaan itu. Alasannya, "Kalau ada sejumlah menteri yang ditarik, akan menimbulkan mosi tidak percaya," kata Arifin Panigoro.

Bagaimanapun, perkembangan baru ini menunjukkan lelehnya dukungan PDI Perjuangan—partai terbesar pemenang pemilu—kepada Presiden. Penunjukan Arifin Panigoro sebagai ketua fraksi di DPR adalah salah satu indikasinya. "Terpilihnya Arifin, yang cenderung melawan Gus Dur, bisa diartikan PDI-P akan memakai DPR dengan cara mengeluarkan mosi tidak percaya," ujar pengamat politik Arbi Sanit. Pada gilirannya, kata Arbi, akan ada sidang istimewa pada Agustus mendatang.

Peluang itu semakin terbuka dengan masuknya kembali Laksamana Sukardi ke Senayan. "Kemungkinan besar Laksamana akan menjadi Ketua Fraksi PDI-P di MPR," kata Zulvan Lindan.

Selain itu, rencana gugatan Laksamana Sukardi kepada Presiden, menurut Arbi sanit, akan memperkuat strategi tersebut. "Meski tidak sampai pada tingkat mendongkel, itu akan mempengaruhi citra politik Gus Dur," katanya.

Soal serius lain bagi Presiden: faktor kesehatan. Sumber TEMPO di PDI Perjuangan mengingatkan kembali janji Presiden yang belum terlaksana. "Setelah diangkat menjadi presiden, ia pernah mengatakan matanya akan sembuh dalam sebulan. Tapi, kenyataan, hingga kini itu belum terwujud," katanya. Dan alasan kesehatan adalah cara paling anggun untuk menurunkan Presiden, tanpa konflik yang berarti.

Dengan semua perkembangan baru itu, seberapa besar peluang Presiden Wahid untuk mampu bertahan? Meski PDI Perjuangan merupakan partai terbesar, kata Arbi Sanit, ancaman sejumlah politisi partai itu cuma bersifat elitis dan tidak signifikan. "PDI Perjuangan tetap tak kan mampu melawan Presiden, meski dalam skenario yang sistematis," katanya. "Aspirasi massa bawah PDI Perjuangan sudah telanjur menerima figur Gus Dur."

Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Akbar Tandjung, dan Megawati dipandang sebagai "empat sekawan yang tak boleh cerai". Meski datang dari sebuah "kawin paksa", kata Arbi, mereka merupakan produk politik yang sudah tersosialisasi ke massa bawah.

Posisi Megawati sebagai wapres juga cukup menyulitkan elite politik PDI-P melawan Presiden. Mereka tidak bisa berbuat banyak tanpa dukungan Megawati. "Diamnya Megawati dalam kasus pencopotan Laksamana Sukardi bisa menjadi contoh," ujar Arbi.

Selain itu, Arbi menegaskan, Megawati sebagai penentu sikap partai punya prinsip agak lain. "Mega akan teriak kalau Gus Dur melanggar UUD dan tap MPR," ujarnya. "Selama kedua aturan itu tidak dilanggar Presiden, Megawati tidak akan bergerak."

Faktor lain yang ikut melemahkan posisi tawar-menawar adalah tidak solidnya PDI-P sendiri. "Pertentangan yang terjadi di tubuh PDI-P memang cukup serius," ujar Arbi Sanit. Penyebab utama adalah soal rebutan pengaruh ke Megawati, karena bagaimanapun juga simbol kekuasan di PDI-P adalah Megawati.

Pembentukan Poros Indonesia, yang rencanakan akan dideklarasikan awal Juni mendatang, juga disebut sebagai akibat adanya perpecahan itu. Ormas tersebut diprakarsai di antaranya oleh Dimyati Hartono, Haryanto Taslam, dan Eros Jarot—nama-nama yang terdepak dari kepengurusan dewan pimpinan pusat. Pembentukan poros baru itu juga disebut sebagai bentuk kekecewaan terhadap kepemimpinan Megawati, yang dinilai terlalu lunak kepada Presiden Wahid.

Presiden Wahid juga bukannya tanpa pendukung, khususnya di Partai Kebangkitan Bangsa dan Nahdlatul Ulama—dua entitas yang kian tak terpisahkan. Pendudukan kantor Jawa Pos, kata Arbi, adalah bukti ketidakrelaan warga Nahdliyin terhadap segala upaya menggoyang Presiden. Matori Abdul Djalil dari PKB juga sibuk menggalang kekuatan untuk mempertahankan Presiden Wahid.

Cendekiawan muslim Nurcolish Madjid mengkhawatirkan munculnya "seri kekerasan baru" jika terjadi bentrok antara yang pro dan kontra Abdurrahman Wahid. "Itu akan memperburuk proses demokrasi yang sedang dibangun," katanya.

Lebih dari segalanya, PDI Perjuangan tidak bisa menggusur Presiden Wahid sendirian. Belajar dari pemilihan presiden tahun lalu, dia harus merangkul partai-partai lain. Seberapa besar peluangnya?

Jawabannya tergantung pada siapa yang kemungkinan besar akan menggantikannya. Presiden Wahid diuntungkan oleh "sangat sedikitnya" pemimpin alternatif yang mungkin menggantikannya. Bagi banyak politisi Islam yang tergabung dalam "Poros Tengah", Abdurrahman Wahid—seberapa pun menyebalkannya—adalah tokoh yang lebih baik dari Megawati Sukarnoputri.

Partai Persatuan Pembangunan—komponen terbesar "Poros Tengah" yang kecewa oleh pencopotan Hamzah Haz—tenggelam dalam kebisuan. Yusril Ihza Mahendra dari Partai Bulan Bintang mencabut kembali ancamannya untuk mundur dari kabinet guna memprotes usulan Presiden mencabut ketetapan MPR tentang komunisme. Partai Keadilan memberontak dengan meminta Nurmahmudi Ismail mundur, tapi partai ini terlalu kecil suaranya. Dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Amien Rais, tetap menyatakan perlunya Presiden Wahid dipertahankan, meski untuk mempertahankannya itu berarti dia tak sungkan-sungkan mengkiritik keras sang Presiden.

Bagaimana dengan Partai Golkar? Meski koalisi PDI Perjuangan dan Golkar bisa sangat digdaya, Akbar Tandjung adalah pemain politik yang memilih jalan aman. Jika pun ingin berperan dalam penggantian Abdurrahman Wahid, dia akan menunggu "sampai situasi matang"—seperti ketika dia mundur dari kabinet Soeharto atau menarik dukungan terhadap Habibie. Lebih dari itu, sebagian besar blok politisi Golkar tidaklah dalam kendali Akbar.

Strategi PDI Perjuangan dalam memikat partai lain sendiri masih harus dipertanyakan. Menilai rendah kinerja kabinet sekarang, Arifin Panigoro mengusulkan "perombakan kabinet secara total sebagai alternatif dari kemungkinan presidennya harus diganti". Jika strategi ini dimajukan, PDI Perjuangan justru sedang mengerek bendera perang dengan partai-partai lain yang kemungkinan menterinya terdepak dan tak masuk dalam susunan baru.

Singkat kata, Presiden Wahid diuntungkan oleh tercerai-berainya partai-partai—bahkan faksi-faksi dalam partai—karena aneka kepentingan yang saling bertabrakan. Itu sebabnya dia akan selamat melintasi Agustus nanti.

Abdurrahman Wahid akan jatuh oleh dirinya sendiri. Jika tidak segera membuat kebijakan pemerintahannya lebih terfokus serta menahan diri untuk tak membuat pernyataan-pernyataan kontroversial lagi keliru, dia sedang membahayakan dirinya sendiri. Yakni, ketika makin banyak orang akan mengatakan "enough is enough" dan melupakan kompleksitas tentang bagaimana pemerintahan baru bisa dibentuk.

Johan Budi S.P., Hani Pudjiarti, Purwani Diyah Prabandari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus