Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tatkala masih kuliah di Universitas Durban, bekas presiden Persatuan Mahasiswa Afrika Selatan ini aktif dalam gerakan pembebasan kulit hitam. Selepas studi, ia menjadi pengacara. Pengetahuan hukumnya banyak ia gunakan untuk membela anggota Partai Kongres Nasional Afrika (partai "kulit hitam" yang menjadi oposisi terkuat Partai Nasional yang berkuasa hingga Mei 1994). Sepak terjangnya membuat pemerintah naik darah dan empat kali mengirim Finksebutan akrab Nicholaske bui dengan tuduhan melanggar undang-undang keamanan.
Tempaan pengalaman membuat Fink mahir bernegosiasi dan mengantarnya ke istana presiden. Ia diangkat menjadi penasihat hukum presiden selama Nelson Mandela berkuasa (1994-1999). Profesor hukum ini memainkan peran berarti dalam mendampingi bosnya yang selain masih "canggung", juga menghadapi banyak masalah rumit. Ia membantu Mandela melanjutkan proses negosiasi menuju rekonsiliasi yang telah dimulai sejak 1991, saat Presiden F.W. De Klerk (presiden sebelum Mandela) berkuasa. Negosiasi ini berhasil menghapus semua undang-undang diskriminatif dan melahirkan sebuah konstitusi demokratis.
Di bawah Mandela, Fink praktis terlibat semua pembuatan draf undang-undang, terutama dalam bidang pertahanan, keamanan, keuangan, dan etika eksekutif. Ia juga duduk dalam panel yang bertugas menentukan anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Komisi yang menerapkan prinsip utama saling memaafkan ini memainkan peran amat penting dalam proses rekonsiliasi Afrika Selatan dengan cara damai.
Fink juga masuk dalam tim yang merancang draf konstitusi Afrika Selatan yang demokratis. Pengalamannya di Afrika membuat dosen Universitas Wietz di Johanesburg ini ditarik ke Burundi. Di sana, ia memimpin sebuah tim negosiasi untuk merancang draf kontitusi baru yang diharapkan mampu mendamaikan semua pihak, terutama antara suku Hutu dan Tutsi, yang masih terus bertikai hingga sekarang.
Selain giat di bidang hukum dan politik, Haysom juga aktif di lembaga swadaya masyarakat (LSM). Ia menjadi penasihat senior International IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance), sebuah LSM yang bermarkas di Stockholm, Swedia. Di IDEA, pengacara ini memberi saran untuk resolusi konflik, pemerintahan, dan demokrasi untuk kasus beberapa negara seperti Lebanon, Nigeria, Burma, dan Indonesia. Dalam rangka ini pula, IDEA mengatur kunjungannya ke Indonesia, sekitar dua pekan lalu.
Dalam kesempatan ini, Haysom menemui antara lain Jaksa Agung dan tokoh LSM, serta berkunjung ke Lemhannas dan Lembaga Ombudsman. "Saya sangat antusias melihat proses transisi sebuah negara," ujarnya kepada TEMPO. Pengacara ini juga sempat membahas soal Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasikomisi yang memikat perhatian Presiden Abdurrahman tatkala berkunjung ke Afrika Selatan April laludengan Ketua Komnas HAM Djoko Sugianto.
Di sela-sela waktu luangnya yang terbatas, profesor yang doyan merokok Marlboro itu menerima wartawan TEMPO Purwani Diyah Prabandari dan fotografer Rini P.W.I. untuk sebuah wawancara khusus.
Berikut petikannya.
Presiden Abdurrahman Wahid menyebut kemungkinan penerapan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Indonesia, dalam kunjungan ke Afrika Selatan, pertengahan April lalu. Kira-kira, apa saja yang bisa diadaptasi dari rekonsiliasi Afrika Selatan, kendati latar belakang kedua negara ini amat berbeda?
Pengungkapan masa lalu memang perlu. Tapi saya tidak tahu apakah Indonesia bisa mengadaptasi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ala Afrika Selatan. Situasinya berbeda. Isu amnesti atau memaafkan mungkin sulit dilakukan Indonesia. Untuk menuju ke arah ini diperlukan debat publik. Dan memang diperlukan sebuah lembaga khusus untuk mengurus hal ini.
Apa tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi?
Intinya, menangani kompensasi korban dan amnesti para pelanggar hak asasi serta melaporkan apa yang sebenarnya terjadi.
Bagaimana cara kerja komisi ini?
Pertama, mempertimbangkan aplikasi amnesti dalam peradilan terbuka. Jadi, orang bisa mendengar pelanggaran apa yang dilakukan dan siapa yang melakukannya, sebelum mereka mendapat amnesti. Juga mendengar pengakuan dan kesaksian dari para korban. Proses kedua, mencatat pelanggaran hak asasi yang terjadi.
Apa saja yang harus dicatat?
Banyak hal penting. Mereka melakukan perjalanan dari desa ke desa, kota ke kota, untuk mendapatkan informasi pelanggaran hak asasi. Orang disiksa, tanahnya diambil paksa, diusir, dianiaya pasukan keamanan, dibunuh. Banyak kejadian yang menimpa orang biasa dan tidak diliput media.
Bagaimana menguji kesahihan sebuah temuan atau pengakuan?
Ini masuk dalam proses ketiga. Pada tahap ini, komisi menguji semua kesaksian dan pengakuan para korban serta membuat rekomendasi kompensasi bagi mereka.
Berapa banyak orang yang telah diadili dan minta amnesti?
Sekitar 10 ribu orang. Untuk memperoleh amnesti, mereka harus memenuhi kriteria tertentu, seperti membuat pengakuan dan memberitahukan hal yang sebenarnya.
Kepada siapa saja amnesti diberikan?
Pelanggar hak asasi dari dua belah pihak (kulit putih dan hitam). Komisi di atas dibentuk setelah Nelson Mandela menjadi Presiden Afrika Selatan (10 Mei 1994).
Amnesti ini dimungkinkan oleh sistem hukum demokratis yang mulai diterapkan dalam pemerintahan Mandela. Apakah sistem hukum di Indonesia, menurut Anda, cukup akomodatif juga untuk upaya rujuk?
Saya tidak tahu sistem hukum Indonesia. Yang saya mengerti adalah konstitusi Indonesia dianggap terlalu singkat untuk menjawab begitu banyak pertanyaan. Jadi, terlalu banyak ruang untuk manipulasi.
Untuk mengurangi manipalusi, perlukah konstitusi diubah?
Tidak begitu. Masyarakat tidak akan berubah hanya dengan mengubah konstitusi. Beberapa negara memiliki konstitusi sangat hebat, misalnya Uni Soviet. Ada pula negara yang konstitusinya mencantumkan isu hak asasi manusia secara khusus, tapi mereka tidak menghormatinya. Jadi, selain konstitusi yang bagus, perlu ada institusi pelaksana. Untuk negara Anda, barangkali diperlukan sebuah konstitusi dengan keunikan kebudayaan politik Indonesia.
Keunikan seperti apa?
Pertama, kita harus melihat lingkungan, latar belakang agama dan budaya masyarakat setempat. Kedua, bagaimana melibatkan partisipasi rakyat secara maksimum dan membuat mereka setia terhadap konstitusi. Untuk itu, perlu proses pemilu yang demokratis yang akan membentuk pemerintah. Ketiga, hak fundamental warga negara harus masuk dalam konstitusi.
Seperti hak ekonomi dan sosial?
Ya. Dan yang lebih penting, konstitusi itu harus menjamin semua pihakentah mayoritas atau minoritasmempromosikan demokrasi seluas mungkin.
Perbedaan apa yang Anda tangkap dari konstitusi Indonesia dan Afrika Selatan?
Konstitusi Afrika Selatan sangat detail karena dibuat pada saat orang-orang tidak percaya lagi satu sama lain. Masing-masing harus melindungi hak mereka. Adapun konstitusi Indonesia (UUD) terlalu singkat dan tidak cukup detail untuk menjamin berlangsungnya proses demokrasi.
Konstitusi Afsel yang demokratis lahir dari sebuah masyarakat yang tadinya amat diskriminatif. Bagaimana hal ini bisa berlangsung?
Ini peran dua kelompok besar, Partai Kongres Nasional Afrika (ANC, partai yang sekarang berkuasa) dan Partai Nasional (partai yang berkuasa sebelum 1994), yang saat itu dipimpin Presiden F.W. De Klerk (presiden sebelum Mandela). Awalnya, ANC, yang berdiri sejak 1912 saat Inggris menduduki Afrika Selatan, sukses dalam mengamankan gerakan pembebasan di sana. ANC juga sukses mengelola tradisi kultural serta menjadi simbol yang kuat bagi masyarakat, misalnya dalam hal mobilisasi massa.
Afrika Selatan pernahmisalnya pada 1989menolak semua solusi untuk menyelesaikan konflik. Toh, akhirnya konflik (kaum hitam-putih) bisa berakhir secara damai melalui negosiasi. Faktor apa saja yang mendorong perubahan ini?
Ketika itu ketegangan dan konflik bersenjata terus menjadi kegiatan sehari-hari dan menciptakan situasi yang amat kaostik. Lalu, Perang Dingin berakhir. Hal ini membuat orang putih di sana lebih terbuka terhadap ANC, yang tadinya mereka anggap komunis. Selama Perang Dingin, perasaan antikomunis amat kuat di sana. Faktor lain adalah sanksi ekonomi internasional (selama 20 tahun), yang membuat negeri kami kian terpuruk. Tingkat kekerasan yang tinggi menjadikan Afrika Selatan tidak menarik bagi investor asing. Ini semua mempengaruhi percepatan negosiasi. Namun, perkembangan paling penting adalah rezim lama (Partai Nasional) yang mengakui bahwa mereka tak bisa lagi berkuasa dengan cara yang sama. Maka, kami menggulirkan transisi politik.
Apa yang paling menguntungkan dari upaya negosiasi?
Memungkinkan kami memiliki negeri baru. Dan menghindari konflik membuat Afrika Selatan terlepas dari kemandekan, mampu menumbuhkan kemakmuran bagi rakyat, serta dapat membangun struktur baru.
Tapi Anda menemui dua hambatan besar dalam upaya negosiasi: proses pembuatan konsitusi dan masalah kekerasan. Bagaimana memecahkannya?
Memang banyak masalah. Untuk menyepakati proses pembuatan konstitusi baru saja diperlukan waktu tiga tahun. Dan ANC menuntut agar konstitusi dibuat oleh badan yang dipilih secara demokratis. Ini bukan tanpa tentangan. Partai Nasional, dan terutama Afrikaner Volksfront (koalisi partai berkuasa yang didominasi anak muda kulit putih militan), mendesak. Menurut mereka, jika lembaga yang terpilih secara demokratis itu yang membuat konstitusi, hak minoritas akan terabaikan.
Apa jalan tengahnya?
Proses transisi kami lakukan dalam dua tahap. Pertama, proses multipartai yang menyetujui konstitusi. Pemilu yang bebas dan jujur diatur dalam tahap ini. Yang terpenting adalah kesepakatan prinsip dalam the sacred principles, yakni sejumlah prinsip yang membawa kami ke draf konstitusi final. Tahap kedua adalah pemilu. Majelis Konstitusi yang dipilih secara demokratis membuat draf konstitusi. Namun, konstitusi final harus sesuai dengan prinsip penjaminan yang telah disetujui dalam tahap pertama. The sacred principles menjamin kelompok minoritas. Jadi, ada keseimbangan secara menyeluruh.
Periode 1991-1993 (sebelum naiknya Mandela) betul-betul padat oleh aneka negosiasi. Apa saja yang dibicarakan selain soal konstitusi?
Kami memusatkan diri pula pada sejumlah isu lain seperti kekerasan, kembalinya pelarian dari pengasingan, pembebasan tahanan politik, penciptaan kondisi prakegiatan politik yang bebas. Ini semua kami sebut prakondisi negosiasi. Jadi, kami menghapus terlebih dahulu peraturan perundangan yang diskriminatif dan yang membatasi kegiatan politik. Pendek kata, tahun 1993 adalah periode negosiasi konstitusi demokrasi yang pertama.
Apa kiat mengatasi perbedaan kepentingan berbagai kelompok?
Melihat semua hasil sekarang seperti sebuah keajaiban. Tapi orang-orang ANC memang ahli betul dalam negosiasi. Ini karena mereka telah terbiasa bernegosiasi dalam komunitas, baik di level pabrik maupun dalam sengketa perburuhan.
Siapa yang mewakili pemerintah?
Pemerintah memang kesulitan karena tidak punya keahlian bernegosiasi. Roelf Meyer, Ketua Tim Negosiasi Partai Nasional, mengaku bahwa kelemahan bernegosiasi itu karena selama ini pemerintah, yang notabene sebuah rezim militer otoriter, hanya terbiasa memerintah rakyat. Mereka tidak mengenal teknik kompromi, memberi kompromi, atau membuat orang lain menerima kompromi.
Apakah orang-orang militer di pemerintahan tidak khawatir pada hasil negosiasi?
Setahu saya, mereka tidak begitu mengikuti prosesnya. Baru pada akhir tahap negosiasi, mereka tiba-tiba menunjukkan kekhawatirannya: apa yang akan menimpa mereka dalam rezim baru nanti?
Misalnya?
Mereka berkata, "Anda menginginkan kami mengambil bagian dalam proses kekerasan, menangkapi orang yang menempatkan bom di kota, dan melindungi pemilih selama pemilu? Dan akhirnya akankah kami menjadi pihak yang harus masuk penjara?"
Apa reaksi ANC dan Partai Nasional ?
ANC bersedia membicarakan kemungkinan amnesti. Tetapi kami tidak akan memberi amnesti kosong. Kami memberikan amnesti dengan catatan: kalau hak korban dilindungi. Jadi, harus ada aplikasi yang berisi pengakuan sepenuhnya dari apa pun yang telah mereka lakukan.
Jadi, apa solusi untuk masalah kekerasan?
Kekerasandan pembantaianmemang meledak di seluruh negeri sebelum dan saat negosiasi berlangsung. Solusinya? Membentuk Prakarsa Perdamaian Nasional, yang melibatkan semua masyarakat sipil. Kerja lembaga ini ditetapkan oleh para perwakilan dari kelompok agama, usaha, dan pemimpin sipil.
Isu apa yang mengalami perdebatan paling seru?
Isu hitam-putih, demokrasi, dan perlindungan untuk kulit putih. Isu utama lainnya, federalisme. Lebih dari 50 persen negosiasi, pertanyaannya tentang federalisme.
Bagaimana dengan isu hak asasi manusia?
Kami sangat bangga dalam konteks hak asasi. Kami termasuk negara yang cukup progresif dalam perkembangan hak asasi. Kami memiliki keunggulan dalam membuat draf aturan hak asasi pada 1994-1996. Sedangkan negara lain membuat draf hak asasi 20 tahun atau jauh sebelumnya. Kami mampu membuat pertanyaan yang lebih penting pada tahun 1990-an. Masalah hak perempuan, hak ekonomi, hak atas perumahan, hak atas pendidikan ataupun kesehatan. Semua itu disebut secara detail dalam konstitusi.
Kembali ke soal amnesti, faktor apa saja yang membuat seseorang tak layak mendapat amnesti?
Menyembunyikan tindakan (kekerasan) yang seharusnya mereka buka dan melakukan tindak kejahatan politik.
Bisa dijelaskan lebih detail?
Pemerkosaan. Banyak orang melakukan pemerkosaan sebagai tindakan politis. Saya tidak yakin bahwa keputusan kami benartetapi ini kami lakukan untuk alasan kebijakan. Dalam prinsip yurisprudensi kami, pemerkosaan adalah bagian dari tindakan politis. Tetapi, menurut saya, sekarang itu tidak benar. Pemerkosaan sering digunakan dalam konflik tertentu sebagai senjata. Seperti yang terjadi di Kosovo, juga Afrika Tengah, saat pasukan bersenjatanya melakukan pemerkosaan struktural untuk tujuan politis mereka.
Sejauh ini, apakah sudah ada pula keputusan soal kompensasi?
Kami belum memutuskan bagaimana dan apa bentuk kompensasi. Dan ada perdebatan di sana mengenai kurangnya respons pemerintah dalam masalah kompensasi. Terus terang, pemerintah sedang mengevaluasi jumlah dan bentuk kompensasi yang akan diberikan ke korban pelanggaran hak asasi.
Kira-kira apa bentuknya?
Bisa berupa kompensasi individual dan dengan pemberian fasilitas masyarakat.
Sebagai penasihat Mandela, apa masalah utama dia saat memimpin Afrika Selatan?
Memperkenalkan konstitusi baru yang benar-benar berdasarkan demokrasi serta menata rekonstruksi (negara) dan administrasi negara. Perlu diketahui, kami baru saja berkuasa dan belum pernah tahu bagaimana mengurusi semuanya. Tadinya, kami semua adalah aktivis pergerakan (pembebasan) ataupun LSM, yang anggotanya hanya 20-30 orang. Jadi, kami harus belajar cepat mengenai administrasi, teknik, dan metode pemerintahan.
Apa prioritas utama Mandela ketika itu?
Masalah manajemen. Dan dalam lima tahun, kami berhasil menetapkan tradisi dan metode demokratis dalam mengelola pemerintahan yang demokratis.
Bagaimana Anda menyesuaikan diri selama periode ini?
Tentu saja banyak kesulitan. Saya ke kantor (Mandela), menghadapi tumpukan dokumen, tanpa pengalaman tentang bagaimana menjalankan fungsi sebuah kabinet. Juga tanpa pengetahuan tentang bagaimana presiden harus mengambil keputusan atau menandatangani surat resmi.
Salah satu tugas paling sulit yang pernah Anda jalani adalah menyeleksi anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Bagaimana Anda melakukannya?
Ini termasuk bagian terberat. Banyak krisis yang harus kami hadapi. Yang paling sulit adalah menyeleksi anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Kami harus memilih 18 dari 800 orang. Ada panel yang terdiri dari pemimpin masyarakat, gereja, serta calon dari partai politik. Panel ini harus melakukan perjalanan ke semua kota dan mewawancarai kandidat. Kemudian didapat 80 orang. Jumlah ini disaring lagi hingga menjadi 18 anggota komisi yang harus mampu bekerja, berani, dan independen.
Setekah Mandela digantikan Presiden Thabo Mbeki, apakah ketegangan kaum hitam-putih masih berlangsung?
Tergantung bagaimana kita melihatnya. Kalau ke Afrika Selatan sekarang, Anda tidak akan menemukan ketegangan antara kulit hitam dan putih. Tapi, di sisi lain, perbedaan gaya hidup, kesempatan, dan kesejahteraan, dengan sendirinya, menumbuhkan ketegangan. Kesenjangan (sosial ekonomi) masih sangat menonjol, kendati semakin banyak orang hitam yang tinggal di daerah orang putih.
Meminjam semua pengalaman Anda di Afrika Selatan, apa yang bisa disarankan kepada pemerintah kami dalam masalah rekonsiliasi?
Tentu saja saya tidak mau mengatakan, cara Afrika Selatan bisa mengatasi masalah Indonesia. Tapi, untuk kasus Afrika Selatan, saya banyak menelaah apa yang dilakukan kelompok oposisi di Nigeria dan Burma. Menurut saya, solusi terbaik bagi Indonesia adalah nation building (pembangunan bangsa). Dalam merumuskan solusi, pemerintah harus melibatkan partisipasi rakyat dan merangkul sebanyak mungkin kalangan yang berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo