Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menangkal api dengan Yasin

Embah darmo dan kawan-kawan di dukuh sigundul, batang, membaca surat yasin, agar tungkunya yang terbakar bisa padam. namun sia-sia, tembakau dan 15 kambing ikut hangus terbakar. (ina)

13 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Dukuh Sigundul, Kabupaten Batang, Ja-Teng, sudah biasa penduduk menyimpan tembakau di atas tungku. Maksudnya jelas: sambil berdiang, tembakau kering. Maklum, ini desa di pegunungan -- dingin, mek. Mbah Darmo, 63, adalah salah seorang yang berpikiran lebih praktis: di sebelah tungku dibuatnya kandang kambing. Jadi, sambil berdiang, tembakau kering, kambing tidak kering tapi tetap terawasi. Awal November lalu, malam Jumat Pon, Simbah masih ngobrol di tungku itu ditemani empat orang, sambil mengisap-isap rokok klobot. Nah. Setitik api memercik dari tungku. Entah bagaimana, api itu melompat dari induknya dan menjilat gumpalan tembakau kering. Angin bertiup. Percikan api membesar. Tapi kelima orang itu masih juga asyik mengobrol dan merokok-rokok. Sampai kemudian tercium bau tembakau terbakar. Ributkah mereka? Eh, tidak. Tak seorang pun beranjak, termasuk Simbah. Kenapa, ya? "Mbah Darmo menyuruh kami membaca Surat Yasin bersama-sama," tutur Sardi salah seorang yang ikut kongko malam itu. Kendati mereka bertanya-tanya di dalam hati, perintah Simbah diturut juga. Entah berapa kali ayat-ayat suci itu dilafalkan dalam suasana khusyuk pengajian, tapi api terus juga menyala. Bahkan makin besar. Dan para tetangga pun bangun -- bukan lantaran Yasin, tapi lantaran jerit kambing-kambing yang kepanasan. Orang-orang segera memburu ke asal api, beramai-ramai menanggulangi kobaran itu. Sayang. Apa mau dikata. Tembakau dan 15 kambing, termasuk kandang mereka, hangus dan jadi arang. Kerugian ditaksir Rp 1,5 juta. Musibah itu tentu saja menggusarkan Simbah. Namun, yang membuatnya tak habis pikir Surat Yasin (yang memang tidak diturunkan sebagai pengganti kebutuhan air) ternyata tidak mempan membunuh api. Padahal, katanya, ketika terjadi kebakaran 41 desa tetangga tiga tahun lalu, dalam tempo singkat api meredup, setelah dibacakan Yasin di bawah pimpinan Kiai Mustajab. "Saya heran, mengapa sekarang api tidak mau mati. Padahal, kami membacanya dengan jiwa yang pasrah!"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus