Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UJIAN pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dilewati dengan baik. Indeks saham Bursa Jakarta, yang selama sepekan terakhir terus meluncur, Jumat pekan lalu mulai balik (rebound). Selama empat hari sebelumnya, indeks digerus kekecewaan dan kekhawatiran pasar terhadap para calon menteri yang bakal membantu Yudhoyono. Mulai dari pernyataan Partai Keadilan Sejahtera tentang calon menteri yang pro-IMF dan konglomerat bermasalah, sampai calon-calon yang tidak disukai karena pandangannya yang tidak propasar.
Indeks masih saja turun ketika Presiden melantik para menterinya. Bahkan sampai sesi pagi Jumat, indeks masih saja turun. Indeks baru bergerak naik setelah Presiden Yudhoyono mengajak para menterinya membuat kejutan (shock therapy) dalam 100 hari pertama pemerintahannya. Menteri Negara Komunikasi dan Informasi, Sofyan Djalil, mengungkapkan sejumlah langkah serius pemerintah untuk menangani kasus khusus seperti korupsi dan kasus hukum yang tertunda. Ajakan ini rupanya mampu mengembalikan keyakinan para pelaku pasar yang hampir punah. Indeks ditutup menguat 16,605 poin menjadi 850,774.
Namun ujian pertama ini masih akan diikuti ujian lain. Salah satunya menyangkut komposisi tim ekonomi yang berbeda bak bumi dan langit dibandingkan dengan pemerintahan Megawati. Tim yang sekarang bisa disebut gado-gado. Ada pengusaha Aburizal Bakrie sebagai dirigen tim ekonomi, ada birokrat seperti Yusuf Anwar (Menteri Keuangan) dan Andung Nitimihardja (Menteri Perindustrian), ada pengamat ekonomi Mari Pangestu sebagai Menteri Perdagangan, dan ada profesional seperti Sugiharto (Menteri Negara BUMN).
Agak sulit membayangkan tim seperti itu bisa langsung tancap gas. Dalam seratus hari pertama, bisa jadi, mereka hanya melakukan penyamaan irama. Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian malah harus melakukan konsolidasi internal, karena kedua departemen ini sebelumnya menjadi satu. Pagi-pagi mereka sudah dihadapkan pula pada sejumlah masalah seperti subsidi bahan bakar minyak yang terus membesar gara-gara kenaikan harga minyak dunia, pengangguran yang sudah di atas 10 juta orang, dan makin banyaknya orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Karena itu, tidak aneh jika semua menunggu apa yang bakal dikerjakan tim ekonomi Yudhoyono. Dari Lapangan Banteng, Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie sudah mengemukakan rencananya menghidupkan sektor riil. "Akan saya uber, itulah kebiasaan saya," katanya. Dan tekad ini bakal didukung Presiden. Pada saat mengucapkan pidato pertama usai dilantik, Yudhoyono menyatakan pemerintah akan turun tangan menstimulasi ekonomi. Kebijakan itu, menurut dia, diperlukan agar tercapai pertumbuhan ekonomi lebih tinggi untuk menyerap tenaga kerja dan memberantas kemiskinan.
Pada masa pemerintahan Megawati, semua indikator ekonomi makro mengalami perbaikan. Defisit anggaran terus turun hingga ditargetkan mencapai nol persen pada 2006. Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pun turun dari 77 persen pada 2002 menjadi 60 persen di tahun ini. Namun, di sisi lain, sektor riil belum terlalu bergairah, dan laju pertumbuhan ekonomi sulit beranjak dari 4,8 persen.
Nah, untuk menyerap pengangguran dan menghapus kemiskinan, pertumbuhan ekonomi di tahun depan setidaknya mesti didongkrak hingga 6 persen. Bagaimana mencapainya? Sebagai kaisar ekonomi di kabinet, Aburizal Bakrie, yang akrab dipanggil Ical, mengaku menerjemahkan kebijakan bosnya dengan memfokuskan diri pada sektor pertanian, termasuk peternakan dan perikanan. "Soalnya, sekitar 50 persen tenaga kerja ada di pedesaan," katanya. Prioritas lain adalah menetapkan strategi industri, kebijakan energi, dan pembangunan infrastruktur.
Menggerakkan sektor riil jelas membutuhkan biaya besar. Dari mana sumbernya? Di sini muncul ujian lain terhadap kekompakan tim ekonomi pemerintah. Wakil Pre-siden Jusuf Kalla kabarnya ingin pemerintah menjadi motor penggerak ekonomi lewat anggaran. Ia bahkan tak keberatan bila dengan cara itu defisit anggaran belanja pemerintah, yang sekarang 0,8 persen, kembali meningkat hingga 2 persen dari PDB.
Namun pagi-pagi Menteri Keuangan Jusuf Anwar dan Kepala Bappenas Sri Mulyani tak menyetujui wacana itu. Jusuf mengatakan pertumbuhan ekonomi mesti dipompa lewat investasi. Karena itu pemerintah mesti menciptakan iklim investasi yang nyaman untuk para pelaku ekonomi. "Kalau iklim investasi kondusif, mereka tak perlu diundang dengan cara macam-macam," ujarnya. Dengan demikian, katanya, Indonesia tak melulu harus menaikkan anggaran belanja negara.
Sri Mulyani menyatakan sebaiknya investasi yang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Ia mengakui pertumbuhan ekonomi biasanya digerakkan oleh fiskal, konsumsi, dan investasi. Masalahnya, pertumbuhan yang digerakkan oleh konsumsi biasanya tak akan bertahan lama. Sedangkan bila mengandalkan anggaran, Sri Mulyani melihat saat ini anggaran pemerintah masih dibebani utang dan subsidi yang jumlahnya cukup besar. "Ruang gerak fiskal terbatas," katanya.
Bila pemerintah terlalu memaksakan diri, Sri Mulyani khawatir anggaran menjadi tidak prudent. Padahal seluruh struktur kebijakan perekonomian akan bertahan lama kalau ditunjang stabilitas makro yang kuat. Alhasil, ia berpendapat pertumbuhan ekonomi sebaiknya didasarkan pada investasi saja. Untuk itu, langkah penting yang harus dilakukan adalah memastikan penegakan hukum, keamanan, dan kepastian kebijakan sektoral, sehingga investor merasa aman menanamkan modalnya di sini.
Seakan ingin menengahi perdebatan kolega-koleganya, Bakrie menegaskan akan mendorong sektor riil tanpa harus mengganggu stabilitas ekonomi makro. Sumber dana, katanya, tak selalu harus berasal dari anggaran, tapi juga bisa mengalir dari perbankan dan Jamsostek. Ia mengaku akan melakukan pendekatan kepada perbankan agar bisa lebih banyak menyalurkan dana simpanan masyarakat yang masih ngendon di brankas perbankan sampai Rp 190 triliun.
Ekonom Mohammad Ikhsan menduga Ical terilhami keberhasilan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra di Thailand. Di sana, Thaksinyang juga berlatar belakang pengusaha seperti Icalberhasil menggerakkan perbankan Thailand mengucurkan kredit ke sektor riil. Dengan cara itu anggaran pemerintah malah bisa berubah dari defisit menjadi surplus. Namun cara yang ditempuh Thaksin sebetulnya berisiko. Agar bank merasa aman, pemerintah Thailand tak segan-segan menjamin kredit perbankan.
Apa yang dilakukan Thailand, menurut ekonom Dradjad Wibowo, juga rawan moral hazard. Dengan tata pemerintahan di Indonesia, bisa-bisa kredit bank ternyata diberikan kepada kroni. "Kita di sini punya fakta yang mengerikan, yaitu korupsi," ujarnya. Dradjad lebih setuju pemerintah membentuk lembaga penjaminan kredit. Dengan demikian, kredit untuk sektor riil bisa disalurkan secara komersial dan profesional.
Dari anggaran sendiri, pemerintah sebetulnya masih bisa menggali sumber pembiayaan. Ikhsan menghitung, bila memotong subsidi minyak sesuai dengan Keputusan Presiden Tahun 2002, pemerintah akan mendapat dana segar Rp 18,6 triliun. Bahkan, bila harga minyak mencapai US$ 32 per barel, duit yang masuk akan lebih besar, yaitu Rp 25 triliun. Keuangan pemerintah akan semakin longgar bila berhasil mengoptimalkan penerimaan dari pajak. Menurut Ikhsan, jika ada peningkatan penerimaan pajak 2 persen PDB, akan ada pemasukan baru Rp 2 triliun.
Hanya, apakah semua yang di atas kertas tadi bisa segera diwujudkan? Inilah ujian paling penting tim ekonomi Yudhoyono. Dan 100 hari pertama adalah taruhan yang sangat mahal. Sejarah sudah membuktikan, antusiasme di masa-masa awal pemerintahan bisa berbalik menjadi bumerang.
Nugroho Dewanto, S.S. Kurniawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo