Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menanti Langkah KPU Soal Dugaan Manipulasi Verifikasi Faktual Partai Politik

Amien Rais hampir menangis ketika partainya diminta untuk ikut verifikasi faktual ulang dari KPU. Sebelumnya kisruh verifikasi faktual mencuat.

21 Desember 2022 | 08.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ibnu Syamsu Hidayat dan Airlangga Julio saat menyampaikan somasi kepada KPU Pusat soal dugaan intimidasi kepada anggota KPU di daerah agar meloloskan partai yang tak lolos verifikasi faktual di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Desember 2022. TEMPO/M Julnis Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Amien Rais mengaku hampir menangis ketika mendengar Partai Ummat yang didirikannya akan mendapat kesempatan verifikasi ulang dari Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Hasil ini didapat setelah Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu menggelar mediasi antara KPU dengan Partai Ummat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya diketahui Partai Ummat tak lolos verifikasi faktual sehingga tak lolos menjadi peserta Pemilu 2024. "Saya hampir menangis dalam hati saat mendengar kabar dari perwakilan kami yang datang ke Bawaslu," ujar Amien Rais dalam konferensi pers secara daring, Selasa, 20 Desember 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KPU telah menetapkan sebanyak 17 partai politik lolos verifikasi faktual dan berhak ikut dalam Pemilu 2024. Namun demikian kabar adanya dugaan manipulasi hasil verifikasi faktual mencuat.

Hulu mencuatnya dugaan manipulasi hasil verifikasi faktual partai politik  itu terjadi pada Sabtu, 5 November 2022. Kala itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat kabupaten/kota menyerahkan hasil verifikasi faktual (verfak) parpol ke KPU provinsi. Di hari berikutnya, KPU provinsi merekapitulasi hasil verfak kabupaten/kota melalui aplikasi bernama Sistem Informasi Partai Politik alias SIPOL.

Sebelum hasil rekapitulasi diumumkan, anggota KPU pusat, melalui video call, diduga mendesak KPU provinsi untuk mengubah status verifikasi faktual sejumlah parpol dari tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS).

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan upaya tersebut sempat menghadapi kendala. Musababnya, ada petugas KPU kabupaten/kota yang tidak sepakat menjalankan instruksi buruk itu.
 
“Karena beberapa anggota KPU daerah tidak sepakat menjalankan instruksi buruk tersebut, sehingga strateginya diubah,” kata Kurnia, Ahad, 18 Desember 2022.
 
KPU pusat disinyalir memerintahkan sekretaris KPU provinsi untuk mengubah data verfak parpol. Caranya, kata Kurnia, sekretaris KPU provinsi memberi instruksi kepada operator SIPOL untuk mengubah status verfak sejumlah parpol dari TMS menjadi MS. 
 
“Kabarnya, Sekretaris Jenderal KPU sempat komunikasi melalui video call untuk memberi instruksi disertai ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak,” ujar Kurnia.
 
ICW bersama kelompok masyarakat sipil lainnya yang tergabung dalam Koalisi Kawal Pemilu Bersih membuka posko pengaduan kecurangan verfak parpol peserta Pemilu 2024 pada pekan lalu. Hingga Ahad, 18 Desember 2022 kemarin, koalisi mencatat ada 12 kabupaten dan 7 provinsi yang diduga mengikuti instruksi KPU pusat untuk berbuat curang dalam proses verfak parpol. 
 
Kurnia menjelaskan, praktik intimidasi, intervensi, dan kecurangan ini jelas-jelas menodai asas utama tentang independensi KPU. Oleh sebab itu, koalisi mendesak KPU untuk mengaudit dan menyampaikan secara terbuka kepada masyarakat data SIPOL.
 
“Jawabannya audit SIPOLnya, biar tahu jika ada perbedaan pada tanggal-tanggal tertentu,” ujarnya.

Selanjutnya somasi KPU daerah...

Sejumlah anggota KPU daerah pun mensomasi pejabat KPU pusat karena mengintimidasi dan mengintervensi mereka untuk meloloskan sejumlah parpol dalam proses verfak. Mereka mengakui diintimidasi untuk meloloskan Partai Gelora, Partai Garuda, dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN).
 
"Sesuai dengan beberapa media yang disebutkan sejak kemarin sampai saat ini, Partai Gelora kami menduga juga terjadi, Partai Garuda, dan Partai PKN itu kami menduga juga terjadi kecurangan," ujar kuasa hukum para korban dari Themis Law Firm, Ibnu Syamsu Hidayat, Jumat, 16 Desember 2022.
 
Dia mengatakan korban berjumlah 8-9 orang serta tersebar di 3-5 kabupaten/kota di 2 provinsi. Mereka merupakan anggota KPU di daerah yang bertugas melakukan verfak. Ibnu menolak membuka identitas dan lokasi pasti para korban demi alasan keamanan. 
 
"Kami akan berkomunikasi dengan LPSK agar keselamatan mereka terjamin," kata Ibnu. 
 
Kuasa hukum para korban dari Amar Law Firm, Airlangga Julio, mengatakan somasi yang diberikan ini agar KPU segera menghentikan intimidasi. Mereka juga mendesak KPU segera membentuk tim investigasi internal untuk mengusut hal ini. 
 
Dalam somasinya, Julio meminta KPU menindaklanjuti seluruh aduan yang diterima maupun hasil investigasi internal mengenai manipulasi data dalam verfak. KPU juga diminta menindaklanjuti dugaan ancaman kepada para anggota KPU di daerah. 
 
"Dan pelanggaran hukum itu agar ditindaklanjuti oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan juga kepolisan atau penegak hukum lainnya," kata Julio.

Bantahan KPU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membantah dugaan jajarannya melakukan intervensi terhadap hasil verifikasi faktual partai politik (parpol) calon peserta Pemilu Serentak 2024.

"Iya (KPU membantah), tidak ada (intervensi). Kalau pun ada titik yang disebutkan, kami yang akan melakukan pemeriksaan kepada jajaran kami," kata Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin kepada wartawan usai menghadiri mediasi pertama dengan Partai Ummat di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Senin, 19 Desember 2022.

Afif juga mengatakan jika memang ada persoalan tersebut di internal KPU, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten dan kota, maka divisi hukum dan pengawasan KPU di setiap tingkatan akan melakukan pemeriksaan seluruh jajaran terkait.

Bantahan juga datang dari Sekretaris Jenderal KPU, Bernad D Sutrisno. Dia membantah mengintimidasi anggota sekretariat KPU di tingkat provinsi untuk merekayasa atau memanipulasi hasil verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024.

"Tuduhan bahwa saya melakukan intimidasi dan ancaman melalui panggilan video pada 7 November 2022 itu tidak benar karena setiap kegiatan sudah ada tim teknis yang memiliki tugas untuk menjelaskan substansi," ujar dia, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan pada 7 November 2022 pihaknya hanya melakukan rapat di tingkat sekretariat KPU provinsi yang merupakan kegiatan rutin dalam rangka penyiapan rekapitulasi hasil verifikasi faktual partai politik calon peserta pemilu di tingkat provinsi.

Lebih lanjut, dia menjelaskan sekretariat di setiap tingkatan KPU memiliki tugas, fungsi, dan wewenang sebagai sistem pendukung. Sekretariat memberikan dukungan teknis administrasi kepada ketua dan anggota KPU, baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.

Di antaranya, mereka bertindak sebagai operator Sistem Informasi Partai Politik dan sistem teknologi informasi lainnya di KPU.

"Kaitannya dengan penyelenggaraan tahapan pemilu, kewenangan sekretariat sebatas memfasilitasi terlaksananya setiap tahapan pemilu. Kebijakan dan keputusan di setiap tahapan merupakan wewenang ketua dan anggota KPU pusat, provinsi dan kabupaten/kota," ujar dia. 

Selanjutnya soal Bawaslu belum temukan bukti...

Bawaslu Belum Temukan Bukti

 

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, menyatakan pihaknya belum bisa bergerak menanggapi dugaan adanya intervensi KPU pusat ke daerah. Musababnya, kata dia, hingga saat ini Bawaslu belum menemukan buktinya.
 
Bagja menyebut Bawaslu juga belum menurunkan tim di lapangan untuk menyelidiki dugaan ini. “Kalau memang kasak-kusuk di belakang layar kemudian tidak bicara dengan Bawaslu, ya kami tidak dapat menemukan informasi awalnya,” kata Bagja di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu, 17 Desember 2022.
 
Menurut Bagja, masyarakat maupun pihak yang merasa dicurangi atau diintimidasi mesti membuat laporan terlebih dulu ke Bawaslu. Selain itu, kata Bagja, pihak tersebut juga bisa membuat laporan ke DKPP.
 
“Bawaslu kemudian melaporkan kepada DKPP. Bisa dua jalannya, pelanggaran administrasi sama pelanggaran etik,” ujarnya.
 
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhani, menyayangkan sikap pasif Bawaslu tersebut. Pasalnya, kata dia, pernyataan Bawaslu yang menunggu laporan dari masyarakat jelas-jelas keliru.
 
Jika Bawaslu tidak menemukan dugaan manipulasi maupun kecurangan, kata Fadli, maka ada sesuatu yang salah dalam proses pengawasan verfak parpol oleh Bawaslu. Padahal, proses pengawasan Bawaslu itu langsung dan melekat.
 
“Mestinya ketika informasi ini terbuka di ruang ublik, diberitakan di media massa, Bawaslu mestinya bertindak, mengambil sikap, untuk menelusuri lebih jauh. Investigasi untuk membuka dan menjawab sejauh mana tindakan manipulasi dan kecurangan oleh pejabat KPU,” kata Fadli, Ahad, 18 Desember 2022.
 
Dia menjelaskan, Bawaslu bisa bergerak sendiri dengan fungsi pengawasan yang dimiliki, alih-alih menunggu laporan masyarakat. “Kalau di tahap awal saja terjadi tindakan kecurangan, apalagi di tahap pemungutan suara. Makanya harus dibuka selebar-lebarnya, dan pihak yang terlibat mesti bertanggung jawab,” kata Fadli.


IMA DINI SHAFIRA | M. JULNIS FIRMANSYAH | ALFITRIA NEFI PRATIWI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus