Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEREKA berdandan semirip mungkin dengan idolanya: jaket parasut merah, topeng hantu, atau topi fedora hitam. Di depan monumen perjuangan rakyat Meksiko melawan diktator Porfirio Diazmel, Monumento a la Revolucion, di Kota Meksiko pada Sabtu dua pekan lalu, menurut sebuah posting di YouTube, lebih dari 13 ribu orang merayakan hari lahir Michael Jackson yang ke-51.
Mereka bergoyang maju-mundur ala kaum zombie di videoklip Thriller yang dirilis Michael pada 1982—tangan kiri dan kanan ke atas dan ke bawah bergantian, kepala bergoyang kiri-kanan, dengan langkah patah-patah. Setelah kunjungan turis ke Meksiko melorot drastis dihajar isu flu babi, aksi disko massal ala Michael ini diharap bisa mengembalikan image Meksiko sebagai negeri yang mengasyikkan.
Aksi dimulai oleh Carlos Contreras, warga lokal yang sehari setelah Michael meninggal pada 25 Juni membicarakan aksi tribute untuk Michael pada hari ulang tahunnya. ”Paling-paling cuma 20 orang,” kata Contreras kepada Christian Science Monitor. Berkat jejaring sosial Facebook, kabar menyebar, koreografer didatangkan. Saat latihan diadakan seminggu sebelumnya, sampai 2.500 orang ikut latihan.
”Dia melampaui segala batas,” kata salah seorang peserta, Fabiola Aguilar, dengan jaket merahnya, persis seperti yang dikenakan Michael. Aguilar menjawil putranya, usia sembilan tahun, yang berpakaian serupa. Lalu mereka berdua menggeliat-geliat menari, mempraktekkan gerakan bangkit dari kubur ala Michael.
Michael tak akan bangkit dari kematian melihat aksi yang dicatat Guinness Book of World Records itu. Jasadnya justru baru akan masuk kubur pekan ini, 3 September, dalam sebuah upacara yang masih dirahasiakan keluarganya hingga saat-saat terakhir. Tapi musiknya melampaui tubuhnya yang fana, yang tak sampai 50 tahun menjadi ”bintang” di bumi.
Selama 45 tahun berkarier di industri musik—ia mulai di usia lima tahun—album-album Michael terjual lebih dari seratus juta kopi di seluruh dunia. Thriller (1982), album kedua hasil kerja samanya dengan produser Quincy Jones, hingga kini belum tergoyahkan posisinya sebagai album paling laku sepanjang sejarah musik dunia. Pada 1984, ia menyabet delapan penghargaan Grammy, antara lain untuk penyanyi terbaik multikategori: pop, rock, dan rhythm and blues (R&B).
Selama masa kariernya dia bukan saja berhasil menghimpun jutaan penggemar di seluruh dunia, melainkan juga menimbulkan impak yang signifikan bagi dunia musik pop. Kematiannya mengukuhkan peran itu; penggemarnya di seluruh dunia bereaksi serupa seperti musisi legendaris sekelas Elvis Presley dan John Lennon. Upacara memorial service-nya berlangsung kolosal.
Dalam banyak karyanya, Michael bukan yang melahirkan. Michael, seperti diungkapkan pengamat musik Denny Sakrie, mengumpulkan serpihan jenial karya para seniornya. Ia memolesnya ulang, menambahkan talenta dan kemahirannya sendiri, menarik pesona pemusik kaliber besar lintas genre, dan mempersembahkannya bagi publik dalam sebuah kemasan yang berkilau. Jejaknya bisa berbau Jackie Wilson atau James Brown. Eddie van Halen atau Liza Minnelli. Tapi Michael menjadikan semua itu miliknya.
Saat menjadi bintang panggung Grammy 1984, lima minggu setelah Jackie wafat, Michael menyempatkan diri mengucapkan terima kasih dan penghormatan kepada raja musik soul Amerika itu. Majalah Time menyebutnya mampu menyanyi tinggi dan kuat seperti Michael, meski sensualitas Michael masih lebih kuat lagi. ”Mereka berbagi fondasi musik yang sama; sebagian soul, sebagian lagi show-biz,” Time menulis.
Semua itu berawal dari Michael kecil yang justru besar dengan musik yang agak kekanak-kanakan seperti My Favorite Things dan Climb Ev’ry Mountain oleh Julie Andrews (ini nomor-nomor dari drama musikal The Sound of Music). Dia juga suka The Beatles, Gordon MacRae saat menyanyikan hit Oh What a Beautiful Morning. Dalam otobiografinya, Moonwalk, Michael menyebut salah satu lagu pertama yang ia ingat sering dinyanyikan ibunya, Katherine Jackson, adalah You Are My Sunshine dan Cotton Fields, lagu khas warga Afro-Amerika asal Alabama, yang kaya akan kultur perbudakan.
Inilah masa-masa ketika anak ketujuh dari sembilan bersaudara itu berada dalam gemblengan ayahnya, Joseph Jackson, buruh pabrik besi yang punya mimpi besar untuk anak-anaknya. Michael menjadi vokalis The Jackson 5 sejak berusia lima tahun, bersanding dengan kakak-kakaknya: Tito pada gitar, Jermaine pada bas, dan Jackie dan Marlon. Selama beberapa tahun Michael cs menari dan menyanyi di berbagai tempat, dari gereja, di bakti sosial, acara amal, pentas amatir, hingga ke pertunjukan enam malam seminggu di klub kecil dengan penari telanjang di kota kecil mereka, Gary, Indiana.
Setelah menundukkan Chicago, ibu kota wilayah Midwest, Joseph berambisi mengejar satu pusat hiburan di pantai timur Amerika, Teater Apollo di Kota New York. Saat Michael menginjak sepuluh tahun, sang ayah membatalkan suatu pertunjukan penting di New York, ketika ia memberi tahu, ”Motown baru saja telepon,” katanya. Tentu saja yang ia maksud Motown Records, perusahaan rekaman yang sukses mengorbitkan artis-artis Afro-Amerika.
Bergabung dengan Motown, Michael melihat masa kecilnya berlalu dari jendela studio. ”Tak ada yang memaksa saya masuk bisnis ini, seperti Judy Garland, misalnya. Saya melakukannya karena saya suka sekali menyanyi. Tapi begitu banyak waktu yang saya habiskan di studio Motown, sampai-sampai saya pernah lihat ada taman dekat situ, tempat anak-anak ramai bermain. Dan saya ingat merasa iri akan kebebasan mereka,” kata Michael dalam Moonwalk.
Sebagai gantinya, dalam asuhan Berry Gordy dan Diana Ross—yang kemudian disebut Michael sebagai cinta pertamanya—Michael dan kakak-kakaknya melejit dengan I Want You Back, ABC, dan I’ll Be There (1969). Setahun berikutnya, dan tahun-tahun berikutnya, Michael menjalani tur 50 kota di Amerika, disusul dengan Eropa dan Jepang.
Pada satu kesempatan, Jane Fonda, salah satu teman baik Michael, pernah menyimpulkan musik Michael dengan sangat pas: ”Michael punya bunyi yang sangat segar, sangat orisinal. Musiknya energetik dan sensual. Anda bisa menari dengan musiknya, bekerja, bercinta, atau bernyanyi. Tak mungkin diam saja,” katanya, seperti dikutip Time.
Demikian segarnya musik Michael tak lepas dari sentuhan produser Quincy Jones. Sebelum Thriller, disusul dengan Bad, album pertama yang ia kerjakan dengan Jones adalah Off the Wall. Saat itu, menjelang tahun 1980, Jones adalah produser yang telah ikut melambungkan nama besar seperti Frank Sinatra, Aretha Franklin, dan George Benson. Inilah perjumpaan yang kemudian melontarkan Michael sebagai pemusik dunia.
Waktu itu Michael sudah menyanyi solo, tidak lagi di bawah Motown, tapi Epic Records. Namun baru bersama Jones bakatnya menemukan partner setara; keduanya kemudian mendefinisikan begitu banyak genre sekaligus: soul, funk, R&B, disko, dan rock, serta bekerja bersama pemusik yang juga lintas genre, dari Eddie van Halen (gitaris grup hard rock Van Halen), Paul McCartney (mantan pemain bas The Beatles), Patti Austin, sampai David Foster.
Misalnya dalam Beat It, salah satu hit dari album Thriller. Fondasi lagu ini adalah riff, atau motif melodi yang diulang-ulang atau bisa terasa diulang-ulang sepanjang lagu seperti umumnya lagu rock. Eddie van Halen mengisi bagian interlude dengan gitar solonya yang oleh Ritchie Kotzen, seorang gitaris yang pernah memperkuat grup hard rock Mr. Big, disebut ”sulit dipercaya... kedengaran sangat unik”. Dalam lagu lainnya di album itu, Wanna Be Startin’ Something, ia memasukkan irama berulang-ulang ”Ma Ma Se, Ma Ma Sa, Ma Ma Coo Sa” yang aneh, tapi mengena.
Sedangkan kekuatan vokal yang telah ia latih keras sejak usia lima tahun itu membuahkan suara yang mengingatkan orang pada Marvin Gaye, sang pangeran soul, dan cengkok khas yang tak tertandingi ala Stevie Wonder. Pelatih vokal Jay Wijayanto bahkan berani menduga Michael punya masalah hormonal, mengingat kejernihan suaranya di tingkat kontratenor itu sulit dicapai laki-laki pada umumnya.
Namun, menepis berbagai isu tentang vokalnya ini, pelatih vokal Michael sendiri, Seth Riggs, mengatakan dia yang paling tahu tentang hal itu. ”Dia sudah punya modal suara yang tinggi, dan saya membawanya lebih tinggi lagi. Dia bisa menyanyi rendah, sampai ke nada basso C yang rendah, tapi dia memilih menyanyi tinggi karena dengan pop tenornya dia bisa punya banyak karakter lagi untuk menciptakan style,” katanya.
Dan menari: Michael sungguh-sungguh menari. Moonwalk, gerakan mundur tapi terlihat maju, yang menjadi ciri khasnya, bukanlah ciptaannya sendiri, melainkan bisa diruntut jejaknya hingga ke pemain pantomim Marcel Marceau, sang godfather soul James Brown, dan David Bowie. Tapi adalah Michael yang mengurung diri di kamar tanpa kaca dan giat berlatih sendiri dan menemukan apa yang disebut penari ulung Hinton Battle sebagai ”gerakan yang sungguh-sungguh membedakannya sebagai seniman”. ”Dia berputar. Stop. Mengangkat kaki. Membuka jaket. Berbalik. Membeku. Lalu dia menggeleser, bergerak maju sembari mendorong mundur. Melesat berputar tiga kali dan berhenti pada ujung jarinya. Itulah trademark-nya,” katanya kepada Time.
Pada akhirnya, kejelian Michael dalam berkarya, menumpahkan segala talenta dan keahliannya, berbuah besar. Dari perjalanannya yang panjang dalam industri musik, Michael mengasah pula kemampuan untuk membuat keputusan bisnis yang tepat dan membaca secara intuitif situasi pasar musik. Ini ditambah pula dengan kejeliannya menggunakan berbagai tren teknologi terbaru untuk mendukung dia ”memasarkan” bakatnya yang luar biasa.
Michaellah yang mengangkat derajat videoklip, melalui video 11 menit Thriller yang kemudian diputar berulang-ulang di MTV. Ada yang mengatakan Michael memuluskan jalan bagi pemusik Afro-Amerika untuk tampil di MTV, karena sebelum Thriller tak banyak pemusik Afro-Amerika yang muncul di saluran musik televisi kabel itu. Ini sempat menuai tudingan rasis dan apartheid dari Mark Anthony Neal, profesor kultur pop kulit hitam dari Universitas Duke. Namun, menurut Alex Sherman di situs The Daily Swarm, hal itu terjadi karena MTV saat itu baru berusia setahun, belum maksimal secara teknis sehingga menghambat penetrasi dan pilihan tayangan mereka.
Di luar perdebatan itu, Michael bersinar terang. Sepanjang hidupnya Michael membuat 12 album studio, satu album live, dan tak kurang dari 84 album kompilasi. Ada yang menyebut jumlah lagu totalnya mencapai 250-an, ada juga yang menyebut angka 400. Fan mengejarnya di seluruh benua, dari Amerika, Eropa, Asia, hingga Afrika. Yang disebut belakangan mengenalnya sangat intim karena bahkan sejak awal kariernya melejit Michael sudah membuat dunia menoleh ke sana, ketika ia mengumpulkan dana bagi kekeringan di sana, dengan tembang We Are the World, yang menggabungkan belasan artis kelas dunia, termasuk Cindy Lauper dan Lionel Richie sebagai produser.
Bahkan ketika kehidupan pribadinya mulai menjadi lebih dominan, kontroversi rumah Neverland dan tuduhan pencabulan anak, pernikahannya yang cuma dua tahun dengan Lisa Marie Presley, anak raja rock and roll Elvis Presley, kelahiran ketiga anaknya yang dilindungi sepanjang hidupnya, dan operasi plastik yang tak habis-habisnya berlangsung hingga mengubah wajahnya secara drastis, Michael masih terus menciptakan musik yang menjadi hit di seluruh dunia. Albumnya yang terakhir, Invincible, meski tak banyak promosi, terjual delapan juta kopi di seluruh dunia. Ia juga beberapa kali mendapat gelar sebagai ”Artist of the Millennium”.
Tak mengherankan bila sepanjang hidupnya Michael memiliki fan yang sudah demikian mengkultuskan dirinya. Sejak masih tinggal di Encino, California—ketika keluarga Jackson pindah dari Gary—Michael tak pernah lepas dari fan yang mulai mengelilingi rumah keluarga mereka di Encino sejak pukul empat pagi.
Bahkan, ketika Michael pulang dari rumah sakit setelah insiden kepalanya yang terbakar dalam iklan Pepsi pada 1984, gaun rumah sakit yang ia kenakan ia lempar ke luar pagar. Yang beruntung menangkap adalah Dena Cypher, kala itu 16 tahun. ”Saya melihat gaun itu, menciuminya tak habis-habis,” kata dia kepada Time. ”Saya ingin mengenakannya tidur tapi kata Ibu jangan. Kami tak mau membuatnya kusut. Nanti kusutnya Michael hilang.”
Sayangnya, Michael tak pernah berkunjung ke Indonesia. Yang terdekat adalah ketika ia menggelar konser di Singapura pada 1993, dalam pertunjukan dua hari, yang kemudian hari keduanya dibatalkan. Pemusik Adjie Soetama termasuk yang beruntung menyaksikan pertunjukan hari pertama. Itulah pertunjukan dengan tata panggung dan lampu yang semarak tak ada duanya. Michael tak banyak bicara, sekadar ”I love you”, ”I love you” kepada penonton, tapi tak kurang prima dalam performa. ”Spektakuler, luar biasa, dahsyat. Kita yang datang dari Jakarta bertekuk lututlah. Dahsyat,” dia mengulang-ulang.
Kurie Suditomo (Time, Christian Science Monitor, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo