Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mencari Hulu Duit Panas

Dari mana asal uang Rp 425 miliar milik Tommy Soeharto di Bank Paribas?

5 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERKAS itu 28 halaman tebalnya. Isinya 23 poin penting: dari arsip majalah Time, daftar jaringan bisnis Keluarga Cendana, hingga sejumlah keputusan Presiden Soeharto yang berbau korupsi, kolusi, dan nepotisme. Itulah senjata pamungkas yang diusung pemerintah Indonesia ke ruang sidang di Guernsey, Inggris, Kamis pekan ini. Genderang perang sudah ditabuh. Tujuannya satu: merebut Rp 425 miliar fulus Tommy Soeharto.

Cerita ini dimulai pada 2001. Saat itu Financial Intelligence Services (FIS)—lembaga pelacakan keuangan di Inggris—mencurigai ada yang tak beres pada dana Rp 612 miliar yang tersimpan di tiga rekening Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas.

FIS, yang merupakan gabungan antara polisi dan pejabat bea cukai, melapor keganjilan tersebut ke petinggi Paribas. Dari hasil penelusurannya, FIS menyebut fulus di tiga rekening itu sebagai ”dana yang terkait dengan Soeharto”. Paribas lalu membekukan tiga rekening itu. Sesudah itu: sunyi senyap.

Pada 2002, Tommy Soeharto, yang tengah mendekam di bui Nusakambangan, memerintahkan Garnet Investment Ltd., perusahaan miliknya, mencairkan uangnya di Paribas. Surat permintaan pencairan itu dikirim pada 28 Oktober 2002. Berbekal laporan FIS, petinggi Paribas menolak.

Garnet, yang terkejut atas penolakan itu, mengirim surat kedua pada 12 November 2002. Kali ini mereka mendesak bank itu agar memindahkan sejumlah uang ke Peter Amy, salah seorang petinggi Garnet. Alih-alih memenuhi permintaan itu, sebulan kemudian Paribas malah mengirim surat ke Garnet. Isinya: meminta Garnet menjelaskan asal-muasal uang itu.

Tak mau kalah gertak, Garnet mengirim surat ketiga pada 23 Februari 2003. Perusahaan itu memerintahkan Paribas mengembalikan uang ke rekeningnya hingga tersisa satu juta dolar saja. Tapi lagi-lagi Paribas menolak. Garnet pun menyeret Paribas ke pengadilan Guernsey, 17 Maret 2006.

Pemeriksaan awal terhadap gugatan itu digelar pada 13 Juli 2006. Nah, sidang permulaan inilah yang dilaporkan FIS kepada pemerintah Indonesia. Tiga bulan kemudian, 13 September 2006, pengadilan Guernsey memerintahkan penggugat dan tergugat agar menanyakan kepada pemerintah Indonesia apakah akan ikut serta dalam perkara ini. Kejaksaan Agung kemudian melayangkan gugatan intervensi dan diterima pengadilan. Dalam sidang pada Kamis pekan ini, kedua belah pihak harus membuktikan asal-muasal dana itu.

Menurut Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, uang di Paribas itu ditransfer pada Juli 1998. Artinya, dua bulan setelah Soeharto turun dari kursi presiden. Dari situ terbit dugaan bahwa uang itu dikumpulkan dari pelbagai praktek tak halal bisnis Tommy di dalam negeri.

Berkas 28 halaman yang disiapkan pemerintah Indonesia mendukung argumen kejaksaan. Di dalamnya terlampir sepuluh dokumen penting yang dikumpulkan dari beberapa departemen.

Dokumen gugatan intervensi yang disodorkan pemerintah ke pengadilan Guernsey itu, misalnya, menyebut tiga bisnis Tommy yang berbau kolusi. Salah satunya PT Humpuss. Inilah lumbung uang Tommy Soeharto yang paling gendut. Perusahaan ini terdiri dari 12 grup usaha dan beranak pinak menjadi 49 perusahaan. Bisnisnya macam-macam: dari perdagangan, makanan, properti, hingga pertambangan.

Total harta perusahaan itu sekitar US$ 800 juta. Saat krisis ekonomi 1998, sejumlah perusahaan itu tersungkur dan meninggalkan utang kepada negara.

Bisnis lain yang juga disebut dalam gugatan itu adalah PT Timor Putra Nasional. Ini perusahaan mobil Tommy yang pada 1996 jadi gunjingan. Walau dihujat kiri-kanan, Soeharto ketika itu nekat menetapkan Timor sebagai mobil nasional.

Bisnis Timor ini diberi banyak fasilitas. Salah satunya pinjaman dari konsorsium sejumlah bank sebesar US$ 800 juta. Timor juga mendapat kemewahan dalam hal pajak bea masuk.

Berbagai bonus untuk Timor waktu itu sempat diprotes Amerika Serikat dan Jepang dalam pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Juli 1998. Dokumen keberatan kedua negara itu akan ikut diangkut juga ke ruang sidang.

Bisnis lain yang juga disebut dalam berkas gugatan itu adalah cengkeh. Lewat Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), Tommy Soeharto memang pernah memonopoli bisnis emas cokelat itu. Dalam gugatan kejaksaan disebutkan bahwa monopoli itu telah mengirim petani cengkeh ke jurang kebangkrutan.

Ringkasnya, ada dua fakta penting yang diajukan kejaksaan dalam sidang pada Kamis ini. Pertama, Tommy adalah putra Presiden Soeharto. Sejumlah keputusan sang ayah kerap menguntungkan anaknya. Itu sebabnya, dalam berkas gugatan yang dibawa ke ruang sidang nanti, kejaksaan melampirkan setumpuk keputusan Soeharto yang menguntungkan putra kesayangannya itu.

Kejaksaan juga mengusung bukti kewajiban pajak dan utang Tommy yang tak kunjung dibayar. Dokumen utang itu dikumpulkan dari Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Direktorat Jenderal Pajak.

Utang Pangeran Cendana ini, kata Alex Sato Bya, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, menumpuk di sejumlah perusahaan. Di antaranya BPPC, Timor Putra Nasional, Goro, dan maskapai penerbangan Sempati Air.

Di Sempati Air, penyimpangan ada dua: selain lalai membayar duit parkir pesawat di bandara, Tommy juga alpa membayar tagihan bahan bakar avtur kepada negara.

Menurut Yosep Suardi Sabda, utusan kejaksaan yang mengurus sengketa ini, tak sulit membuktikan bahwa duit Tommy itu bermasalah. Katanya, ”Karena punya uang di Paribas, tentu Tommy memiliki kewajiban pajak di Indonesia.” Nah, selama ini pajak atas dana itu tidak pernah jelas. Dengan setumpuk dokumen itu, Kejaksaan Agung optimistis, uang di Paribas bisa diambil negara.

Tommy Soeharto menolak menjelaskan sengketa di Paribas dan asal-usul duit itu. Surat permohonan wawancara yang dikirim Tempo, kabarnya, sudah ia baca. Tapi, lewat karibnya, Aan, Tommy cuma menjawab pendek, ”Kami tunggu di pengadilan saja.”

Otto Cornelis Kaligis, kuasa hukum Tommy, mengaku siap menghadapi segenap tuduhan kejaksaan di ruang sidang. Dia membantah keras duit di Paribas itu dikumpulkan dari bisnis tak halal. ”Tuduhan itu mengada-ada,” katanya.

Soal Humpuss, Timor, dan BPPC, kata Kaligis, sama sekali tak bermasalah. ”Tidak pernah ada gugatan hukum atas semua usaha itu. Tunjukkan, apakah ada putusan hukum yang menyebut bahwa usaha-usaha itu berbau korupsi,” kata Kaligis sengit.

Dalam kasus Goro, dia menambahkan, Tommy bebas murni alias tidak bersalah. Itu sebabnya, Kaligis hakul yakin, Garnet bakal menang telak di Guernsey. Lalu dari mana asal uang di Paribas itu? Kaligis cuma menjawab singkat, ”Uang itu hasil bisnis resmi beliau di luar negeri.”

Wenseslaus Manggut, Arif Kuswardono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus