KALI Mas di tengah-tengah Kota Surabaya itu sudah mendesak untuk
dinormalkan. Sebagai sungai ia hampir tak punya tampang lagi.
Coba saja. Airnya yang sudah kehitaman tak begitu jelas lagi
terlihat karena tertutup eceng gondok, sampah dan timbunan
tanah. Batas pinggirnya juga begitu, didesak gubuk-gubuk reot,
semak belukar dan kakus darurat. Ditambah lagi para gelandangan
tak segan-segan memanfaatkannya sebagai tempat jemuran, menanam
kangkung dan dapur terbuka.
Untuk menjadikan Kali Mas normal kembali, paling tidak harus
membuang 440.000 m3 lumpurnya. Tugas berat ini diserahkan kepada
Proyek Brantas Hilir di bawah pengawasan PU Jawa Timur. Di
samping harus menelan biaya besar, ir. Rudjito, Kepala Proyek
Brantas Hilir, dari semula sudah menduga pekerjan ini tak akan
begitu lancar. Kesulitan utama adalah memindahkan 2.500 kk yang
selama ini bermukim di sepanjang bibir Kali Mas. Perkiraan
biayanya sendiri tak kurang dari Rp 15 milyar -- yang diharapkan
sebagian besar berasal dari pinjaman Pemerintah Jepang.
Meskipun 85% bangunan yang ada di sepanjang tepi sungai itu
termasuk bangunan liar, tapi Walikota Surabaya, Soeparno, tak
bermaksud main hantam begitu saja. Untuk mereka telah disediakan
tanah di Simomulyo di tempat mana rumah-rumah murah sudah
disediakan bagi mereka. (TEMPO, 18/2/1978). Sayang karena areal
tanah yang terbatas, sampai sekarang baru 650 kk saja yang
berhasil dipindahkan ke Simomulyo.
Drainase Utama
Karena seretnya pemindahan penduduk itu, pelaksanaan
pengerukanpun tak dapat dilakukan serentak sebagaimana mustinya.
Alat-alat besar terganggu bekerja karena masih adanya
bangunan-bangunan penduduk tadi. Apakah hambatan ini akan
mengakibatkan normalisasi Kali Mas tak dapat selesai 1981
seperti direncanakan? "Kita lihat dulu perkembangannya" jawab
Rudjito. Yang pasti pekerjaan selama 2 tahun belakangan ini yang
mustinya mengeruk 220.000 m3 lumpur, hanya mampu diselesaikan
separonya. Untuk mengejar ketinggalan ini akan segera
didatangkan 1 unit kapal keruk lagi menambah 2 unit yang sudah
ada.
Jika Kali Mas sudah normal, tak disangsikan lagi wajah Kota
Surabaya akan berubah. Bahkan romantis. Tapi lebih penting dari
itu, sang sungai akan kembali berfungsi sebagai drainase utama
kota buaya ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini