Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Lahar Mengancam Jembatan Krasak

Pt pembangunan jaya berhasil meraih medali perak ifawpca untuk pembangunan jembatan kali krasak di perbatasan diy-jawa tengah. konstruksi jembatan ini ditaksir kuat menghadapi banjir lahar dingin.(ilt)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA penghargaan Federasi Kontraktor Asia dan Pasifik Barat (IFAWPCA) yang bermusyawarah di Jakarta, 20 Mei lalu, telah jatuh ke tangan kontraktor Indonesia, PT Pembangunan Jaya. Satu-satunya piagam penghargaan riset konstruksi ini diterima Pembangunan Jaya, berkat studi para insinyurnya tentang pendirian tiang beton corcoran (cast-in-site piles) di tanah yang tinggi permukaan air tanahnya. Beberapa contoh pengalaman yang diteliti adalah jembatan Tomang dan jembatan Latuharhary, hotel Mandarin, gedung perkantoran Artha Loka serta perluasan Hotel Indonesia -- yang semuanya terletak di Jakarta. Saingannya dalam kontes ini hanyalah Singapura. Penghargaan kedua berupa medali emas Builders Award kategori Building Construction untuk pemborongan gedung Balai Kota DKI, sebuah pencakar langit bertingkat-23 (lihat box). Selanjutnya, untuk kategori Civil Engineering Construction, Pembangunan Jaya menerima medali perak untuk pembangunan jembatan Kali Krasak di perbatasan DIY Jawa Tengah. Jadwal Dipercepat Apa yang istimewa pada jembatan Kali Krasak itu? Biayanya yang lebih dari Rp 1,1 milyar -- termasuk Rp 120 juta untuk ganti rugi pembebasan tanah saja Bentangan jembatannya yang 200 meter lebih -- meskipun itu belum apa-apa dibandingkan dengan banyak jembatan lain di pulau Jawa maupun Sumatera? Bukan. Tapi "jadwal waktu pembuatannya, yang dimampatkan dari 20 bulan menjadi 9 bulan saja," tutur ir H. Secakusuma, salah seorang direktur Pembangunan Jaya kepada TEMPO. Menurut persyaratan tender DPU D.I. Yogyakarta, pemborong pada mulanya diberi waktu dari 15 April 1976 sampai 15 Desember 1977. Itu di bulan Maret 1976. Namun setelah tender dimenangkan Pembangunan Jaya, Menteri PUTL waktu itu, Sutami, mendesak supaya jadwal itu dipercepat menjadi 9 bulan. Dengan kata lain, akhir tahun itu juga jembatan sudah harus selesai. Alasannya: taksiran hujan Januari 1977 di puncak Gunung Merapi diramalkan akan menyeret timbunan lahar turun melalui Kali Krasak tersebut. Jadi kalau jembatan baru itu belum selesai (jembatan lama sudah hancur pilar-pilarnya dilanda banjir lahar dingin April 1975), jembatan baru itu pun akan disapu banjir lahar dingin. "Sebelum ada instruksi penyingkatan jadwal, kami juga sudah memperhitungkan ancaman lahar dingin itu," kata Seca, orang Yogya yang secara pribadi ikut bertekad dengan pembuatan jembatan itu. Makanya, begitu keluar instruksi Sutami, penyesuaian di lapangan pun diadakan. Pertama, pengerahan tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Selama 9 bulan yang genting itu, tiap hari antara 800 sampai 1000 orang bekerja di sana. Kedua, pembuatan struknlr tiang-tiang baja darurat. Maksudnya agar tiang beton penopang jembatan dapat dicor serentak dengan pemasangan kerangka baja jembatan yang mendatar. Kerangka baja Callender Hamilton itu, diimpor dari Inggeris dalam keadaan terbongkar total, kemudian dirakit di tempat berbarengan dengan pengecoran pilar-pilar beton. Walhasil, ketika banjir lahar menyerbu dari puncak Merapi, akhir 1976, kerangka baja sudah siap dirakit dan sudah "duduk" di atas pilar-pilar betonnya, sementara sebagian struktur baja penopang jembatan yang belum selesai dibongkar, tersapu oleh banjir. "Tapi jembatannya sendiri selamat, malah sudah teruji," tutur direktur Pembangunan Jaya itu. Orang-orang pun bernafas lega, apalagi setelah jembatan itu diresmikan oleh Presiden Suharto Januari 1977. Namun meski jembatan baru sudah rampung, masih ada bahaya setempat mengintai. Bersebelahan dengan jembatan baru, masih tersisa sebagian kerangka jembatan lama yang lantainya 6 meter lebih rendah dari pada yang baru. Oleh Pembangunan Jaya disadari bahwa sisa-sisa pilar jembatan lama itu dapat membahayakan keselamatan tembok pelindung tebing sungai di sisi barat (Jawa Tengah). Makanya Pembangunan Jaya menawarkan untuk membongkar sisa-sisa jembatan lama itu sampai tuntas. Mumpung tenaga kerjanya masih berjubel di sana. Tapi rencana itu kabarnya tak disetujui oleh Bupati Magelang, penguasa wilayah barat Kali Krasak dan jembatannya itu. Sehingga dibiarkanlah sisa-sisa jembatan lama itu terjurai bagai umbai cacing yang tak jelas fungsinya. Apa yang terjadi? Sementara para juri IFAWPCA sibuk membahas laporan-laporan anggotanya yang masuk ke Manila, setahun setelah diresmikan Presiden jembatan itu dilanda banjir lahar dingin lagi. Arus air, lumpur lahar dan batu padas yang datang mustinya menghantam tembok pelindung tebing sebelah timur (D.I.Y.), terpantul oleh pilar bekas jembatan lama ke tebing barat. Padahal, dengan melihat arah arus sungai, tembok barat itu sengaja dibikin lebih tipis dari pada tembok timur. Tahu-tahu, lantaran "efek karambol" jembatan lama itu, air dan lumpur secara pelan tapi pasti menggerogoti tanah di bawah tembok barat itu. Sehingga runtuhlan sebagian tembok pelindung tebing sebelah kabupaten Magelang itu. Untung saja fundasi ancang-ancang jembatan itu cukup jauh, sehingga dalam waktu singkat tak mempengaruhi kestabilan jembatan. Dan mungkin lantaran pihak pemborong sudah memperingatkan bahaya adanya sisa jembatan lama, jauh hari sebelumnya, Pembangunan Jaya tak sampai diklaim PU. Malah dengan biaya Rp 60 juta dari Proyek Gunung Merapi, perusahaan itu juga yang diserahi pekerjaan memperbaiki tembok tebing barat yang ambrol itu dalam waktu 4 bulan. Bahaya "Checkdam" Tapi walaupun jembatan lama sudah hampir habis dibongkar dan tebing timur dan barat sudah diperkuat, banjir lahar dingin dari puncak Merapi masih tetap merupakan ancaman. Sebab tiap tahun, begitu menurut taksiran Pemda Magelang, endapan lahar dingin berupa pasir dan batu padas menaikkan dasar sungai setinggi 1 meter. Kebetulan pula, hanya 3 km di hilir jembatan Kali Krasak ada checkdam (tanggul pelindung) untuk mengamankan desa-desa yang letaknya lebih rendah dari sungai Krasak. Akibat adanya checkdam di hilir jembatan, ditambah dengan letak jembatan persis di salah satu kelokan sungai, endapan pasir dan batu itu satu ketika bisa 'menenggelamkan' jembatan seharga Rp 1 milyar lebih, itu. Kadang-kadang peningkatan dasar sungai itu bisa lebih cepat. Menurut seorang pekerja pengecordll emen yang sedang sibuk memperbaiki tembok barat, ketika diresmikan Presiden awal 1977 pilar tengah masih 14 meter di atas dasar sungai tersebut. Namun kini tak sampai 1« tahun kemudian, pilar tengah itu tinggal tampak tersembul 4 meter di atas timbunan pasir dan batu yang membentuk dasar sungai di musim kemarau. Berapa lama bangunan sipil yang berhasil meraih medali perak IFAWPCA itu masih dapat melayani hubungan darat antara wilayah Sultan Yogya dan Gubernur Suparjo "Tergantung usaha PU mengendalikan banjir lahar dingin dari Merapi. Misalnya dengan pembuatan kantong-kantong lahar di hulu jembatan, yang kami dengar memang sedang dikerjakan," sahut ir Secakusuma.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus