Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Remaja Nusantara membuat pesta dansa yang mewajibkan tamunya berkain.
Remaja Nusantara memproduksi kain batik yang sesuai dengan selera pasar anak muda.
Pemuda Berkain menggelar acara yang bersifat edukasi ataupun hiburan.
Sebelum wastra menjadi tren fashion 2023, sekelompok anak muda yang tergabung dalam paguyuban seni dan budaya, Swara Gembira, sudah lebih dulu akrab dengan kain tradisional. Mereka mengenakan wastra dalam setiap pergelaran. Pun para penonton yang datang berinisiatif menggunakan kain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para anggota paguyuban pun melihat hal ini sebagai peluang untuk membentuk komunitas. Lahirlah Remaja Nusantara pada Maret 2020. Komunitas ini merangkul anak-anak muda agar tidak merasa sendirian menggunakan kain. “Di luar merangkul mereka, kami juga bertujuan mengajak teman-teman yang belum tertarik menjadi mau,” kata Axel Lewi, Manajer Komunitas Remaja Nusantara, kepada Tempo, Kamis, 28 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cara komunitas ini dalam merangkul anak-anak muda adalah membuat acara yang relevan. Salah satunya pesta dansa, di mana anak-anak muda bisa berkumpul dan bebas berdansa, tapi peserta yang datang wajib memakai kain. Kegiatan ini diadakan di tempat-tempat nongkrong anak muda, seperti restoran dan bar. “Kita cari tempat yang menjadi hotspot-nya anak muda,” ujar Axel.
Tak hanya di Jakarta, Remaja Nusantara juga diajak berkolaborasi untuk acara serupa di sejumlah daerah. Salah satunya Disko Bergema yang diinisiasi komunitas pegiat wastra di Surabaya, Pemuda Berkain.
Tahun ini, mereka memperkenalkan program baru, yaitu Bimbel atau Bimbingan Belkain. Program yang dimulai pada Februari lalu ini mengajarkan cara berkain secara tatap muka di kantor Remaja Nusantara. Pesertanya pun cukup banyak. Dalam satu sesi, ada 25-30 orang yang hadir. Adapun dalam sehari, komunitas ini bisa membuka dua sesi Bimbel.
Bimbingan Belkain yang diadakan Remaja Nusantara di Jakarta. Dok. Remaja Nusantara
Untuk mengikuti kelas ini, peserta cukup membayar Rp 150-200 ribu untuk satu kali pertemuan dengan durasi 2-3 jam. Harga tersebut sudah termasuk makanan dan minuman. Namun, kata Axel, ini bukan sajian biasa. Komunitas berkolaborasi dengan pengusaha kuliner Indonesia. Dengan demikian, peserta tidak hanya dibekali ilmu cara menggunakan wastra, tapi juga pengetahuan soal kuliner Nusantara.
Axel mengungkapkan, animo masyarakat terhadap program Bimbel cukup besar. Permintaan untuk mengadakan kegiatan serupa muncul di berbagai daerah, seperti Lampung dan Semarang, yang pernah dihadiri hingga 800-an orang. Total Bimbel sudah digelar sebanyak 13 kali pada tahun ini. Komunitas ini pun berencana mengadakan program ini secara rutin pada 2024.
Program komunitas berikutnya pernah melibatkan pesohor. Dengan mengadakan pameran kain, Remaja Nusantara berkolaborasi dengan empat figur selebritas, seperti Tara Basro, Eva Celia, Arawinda Kirana, dan Rachel Amanda. Dalam acara yang sama, komunitas ini juga menggelar pesta dansa.
Remaja Nusantara pun menggelar pasar wastra sebagai jawaban atas masalah bagi orang-orang yang kesulitan mencari kain. “Kami buat sebuah kurasi kain-kain terbaik yang kita rasa teman-teman muda bakal suka. Kami ambil dari daerah dan bawa ke Jakarta,” tutur Axel.
Seiring berjalannya waktu, komunitas ini tak hanya mengkurasi, tapi juga sebagian besar memproduksi sendiri kain batik yang sesuai dengan selera pasar generasi muda agar mereka tak takut memakai kain dan tidak merasa kuno. “Pasar wastra hadir buat bikin batik yang lebih gaul.”
Di media sosial, Remaja Nusantara juga memiliki gerakan berupa tagar Indonesia Berkain. Awalnya, tagar yang mereka sematkan adalah Berkain Bersama dan Berkain Gembira. Di TikTok, tagar Berkain Bersama sudah dipakai lebih dari 300 juta video. Namun akhirnya komunitas menggunakan tagar Indonesia Berkain agar lebih definitif dan mudah dimengerti.
Komunitas Pemuda Berkain dalam Gelar Busana Paradi’sae di Grand Sungkono Lagoon, Surabaya, Jawa Timur, 13 Agustus 2022. Dok. Komunitas Pemuda Berkain/ @gion.photo
Melestarikan Budaya dan Wastra sebagai Identitas Bangsa
Inisiasi yang dilakukan komunitas Remaja Nusantara turut melahirkan gerakan serupa di daerah lain. Video mereka naik MRT Jakarta sambil mengenakan kain menjadi pemicu lahirnya Komunitas Pemuda Berkain yang diinisiasi Gerak Samudra.
Pemuda yang akrab disapa Gee itu menceritakan awal mula berkain ketika mengikuti acara Global Goals Model United Nations 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam salah satu agenda di acara itu, peserta bisa mengenakan baju daerahnya. Pemuda 26 tahun itu lantas menggunakan kain batik motif parang sebagai bawahan. Sementara itu, atasannya mengenakan kaus dan kardigan motif lurik. Penampilannya dilengkapi dengan sepatu bot dan udeng Bali. “Jadi kombinasi berbagai macam daerah,” katanya.
Penampilannya saat itu banyak dipuji oleh peserta lain dari berbagai negara. Sebab, pakaian Gee, meski terlihat tradisional, memberi kesan kekinian. Ketika pulang ke Indonesia, Gee belum mulai mengenakan wastra untuk kegiatan sehari-hari sampai akhirnya muncul tren berkain di media sosial pada akhir 2020, yang digerakkan Remaja Nusantara.
Melihat tren berkain muncul, Gee pun terkejut karena rupanya bukan ia seorang yang berpikir bahwa mengenakan wastra itu keren. Sejak saat itu, ia terpacu untuk mengenakan kain dalam keseharian dan membuang rasa malu. Saat memulainya, Gee bersama temannya mengenakan kain untuk jalan-jalan di GWalk, tempat kulineran di Surabaya.
Pendiri Komunitas Pemuda Berkain, Gerak Samudra (bawah, keempat dari kiri) bersama anggotanya dalam Gelar Busana. Dok. Komunitas Pemuda Berkain
Foto-foto saat mengenakan wastra pun ia unggah di media sosial dan disambut positif oleh pengikut akunnya. “Ada yang reply, ‘Itu acara apa? Pengin ikutan’. Akhirnya dari situ ajakin teman-teman untuk kumpul-kumpul, tapi pakai kain,” ujar creative director di bidang seni dan fashion ini.
Gee lalu membuat grup WhatsApp untuk orang-orang yang tertarik berkain. Awalnya anggota grup berisi 10 orang, lalu berkembang menjadi puluhan, sampai akhirnya ada 130 anggota yang menghuni grup saat ini. Kemudian lahirlah Komunitas Pemuda Berkain yang memiliki visi mengenalkan, membuat, serta melestarikan kembali budaya dan wastra sebagai identitas bangsa Indonesia.
Visi ini selanjutnya diwujudkan dengan berbagai kegiatan. Pemuda Berkain menggelar acara yang bersifat edukasi ataupun hiburan, antara lain Pesta Riuh Riah—kegiatan tahunan untuk memperingati hari jadi Pemuda Berkain. Kemudian mereka mengadakan pameran seni dalam berbagai tema, seperti Wastra 1.000 Asa, Wastra dan Manusia, serta Batiknya Kawula.
Kegiatan berikutnya ada pertunjukan seni, yaitu pentas kesenian dan budaya yang ditampilkan dalam bentuk teatrikal, tarian, musik, drama kolosal, serta nyanyian dengan konsep penampilan di atas panggung.
Program lainnya adalah Pekan Merdeka, yaitu serangkaian acara untuk memperingati Hari Kemerdekaan RI. Kegiatan ini pernah diadakan di tiga kota besar, yakni Surabaya, Jakarta, dan Bandung. Salah satu rangkaian acaranya adalah mengadakan Disko Bergema, yaitu pesta musik dalam berbagai genre musik lawas Indonesia. Tujuannya untuk memperkenalkan dan melestarikan musik Indonesia kepada pemuda dengan balutan pesta musik modern.
Selain mempromosikan wastra, komunitas ini memiliki kegiatan untuk memperkenalkan ulang budaya dan kesenian Indonesia kepada pemuda, yaitu Kelas Budaya (Kedaya). Kedaya mencakup dua hal, yaitu menari Gandrung Marsan dan belajar aksara Jawa kuno.
Selanjutnya ada program Rekadaya atau Rekreasi Budaya berupa pelesiran ke berbagai destinasi kota untuk mengulik kuliner, budaya, dan sejarahnya. Rekreasi ini diadakan setiap tahun di lokasi berbeda-beda. Pada 2021, Rekadaya edisi pelesiran ke Madiun, Solo, dan Yogyakarta. Kemudian pada 2022 mengulik kuliner lokal Surabaya dan tahun ini mengusung edisi kampung heritage Kayutangan, Malang.
Komunitas Pemuda Berkain dalam pagelaran seni "Wastra dan Manusia"di Unicorn Creative Space, Surabaya, Jawa Timur. Dok. Komunitas Pemuda Berkain
Pemuda Berkain juga mengadakan Berdaya atau Berbicara Budaya. Kegiatan ini merupakan gelar wicara bersama tokoh atau komunitas inspiratif. Salah satu topiknya mengenai lingkungan keberlanjutan, empowerment, dan well being yang dikaitkan dengan budaya berkain.
Ada pula Gelar Bhusana, yaitu sebutan untuk kegiatan fashion show dengan wastra sebagai komponen utamanya. Menurut Gee, kain-kain yang ditampilkan tidak melalui proses pemotongan ataupun dijahit, melainkan menggunakan teknik draping, mengikat, menggulung, dan melipat. Komunitas ini juga memiliki program Lokadaya, yaitu pelatihan tentang teknik berkain, mencuci wastra, jumputan, membatik cap, dan batik tulis. Pelatihan ini tak dipatok biaya alias gratis untuk memudahkan akses bagi setiap kalangan yang ingin mulai berkain.
Terakhir adalah kegiatan Kumpul Berkain yang merupakan bentuk nyata kampanye berkain sebagai normalisasi. Agenda untuk mempererat anggota komunitas ini biasanya diadakan pada momen tertentu, seperti hari nasional, keagamaan, ataupun hari biasa.
Dalam perjalanannya, Gee juga menghadapi berbagai tantangan. Ia melihat banyak anak muda yang tertarik berkain, tapi sering kali merasa tidak percaya diri. “Sebab, ketika pakai kain, tidak dimungkiri jadi pusat perhatian, bahkan sampai saat ini walau gerakan berkain sudah besar,” ujar Gee. Ia pun selalu mendorong anak muda untuk menganggap bahwa mereka menjadi inspirasi bagi orang lain.
Kendala berikutnya adalah masih banyak generasi muda yang beranggapan kain hanya digunakan untuk acara formal. “Padahal berkain bisa disesuaikan dengan selera fashion,” tuturnya. Misalnya dikombinasikan dengan kemeja dan kain sebagai bawahannya. “Semua bisa dikombinasikan dalam berbagai style. Jadi kain mengikuti fashion. Gaya kan kita yang menentukan.”
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo