Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menekan Angka Golput dari Seluruh Penjuru Mata Angin

Hasil penelitian pada 2014 menyatakan penyebab golput beragam. Mulai dari lupa hari pemungutan suara, hingga alasan politis.

27 Maret 2019 | 09.39 WIB

Ilustrasi Golput. REUTERS
Perbesar
Ilustrasi Golput. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Satu bulan menjelang Pemilihan Presiden dan Anggota Legislatif 2019, fenomena golput merebak. Hasil sigi dan penelitian Indikator Politik pada Januari 2019 memprediksi angka golput pada pemilihan umum tahun ini setidaknya sekitar 20 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Angka itu bahkan diprediksi bertambah dengan adanya pemilih mengambang atau swing voters yang bisa memutuskan golput. KPU mencatat dalam tiga kali pemilu terakhir menunjukan terjadi kenaikan jumlah golput. Jumlahnya sekitar 23 persen hingga 30 persen. Pada pemilu 2004 golput sebesar 23, 3 persen. Pada pemilu 2009, angka golput 27,45 persen dan 30,42 persen pada pemilu 2014.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2014 menyatakan penyebab golput beragam. Mulai dari lupa hari pemungutan suara, pindah domisili, sedang bepergian, sakit, atau bahkan ada juga faktor politis.

Faktor politis di sini merujuk pada bentuk protes dari sistem politik dan terhadap pemerintah yang kinerjanya dianggap buruk. Biasanya fenomena ini ditemukan pada pemilih pemula, pemilih mengambang, pemilih usia lanjut, mereka yang kurang akses informasi, dan pemilih-pemilih lain yang dimungkinkan golput karena suatu dan lain hal.

Berbagai upaya dilakukan untuk menekan angka golput. Mulai dari sosialisasi pencoblosan yang benar hingga muncul fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melakukan golput. Fatwa ini dikeluarkan pada saat pemilihan presiden 2014.

Memasuki pilpres 2019, MUI kembali menegaskan larangan untuk golput. Mereka menyebut golput merupakan hal yang dilarang dalam agama islam.

"Kalau kita tidak menggunakan hak pilih kita, kalau terjadi chaos, kesalahan anda. Tidak ada (pemimpin yang benar-benar) yang ideal di dunia ini," kata Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI, Muhyiddin Junaidi, Senin, 25 Maret 2019, di Kantor Wakil Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

Selain itu, pemerintah pun semakin gencar memerintahkan kepala daerah hingga kepala desa untuk menggerakkan masyarakat agar tidak golput saat pemilihan umum nanti. "Salah satunya menggerakkan masyarakat untuk datang ke TPS (tempat pemungutan suara), jangan golput," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Sosialisasi ini dinilai sangat diperlukan. Apalagi, dari hasil sigi dari Lingkaran Survei Indonesia Denny JA menunjukkan pemilih yang tahu pelaksanaan pilpres akan dilaksanakan pada bulan April 2019 hanya sebesar 65,2 persen. Padahal sigi dilakukan kurang dari sebulan sebelum pencoblosan.



EGI ADYATAMA IRSYAN HASYIM | FRISKI RIANA

 

Egi Adyatama

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus