Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga hari setelah kematiannya, Yesus dari Nazareth menghilang dari tempat ia dimakamkan. Allah Bapa, begitu orang-orang Nasrani menyebut, mengangkat jasadnya ke langit. Umat Kristen percaya Yesus telah bangkit dan naik ke surga dengan tubuh seutuhnya. Tak ada tulang-belulangnya yang tersisa di dunia ini.
Namun pembuat film Kanada kelahiran Israel, Simcha Jacobovici, dan sutradara asal Hollywood, James Cameron, lewat film dokumenter The Lost Tomb of Jesus mencoba membuktikan lain.
Keduanya-menyabet beberapa penghargaan melalui film tersebut-mengklaim tulang-belulang dalam osuarium yang mereka temukan 27 tahun lalu di Talpiot, Yerusalem, milik asli Yesus Kristus dan sembilan anggota keluarganya. Penemuan kuburan itu berawal saat tim mereka tengah mempersiapkan film dokumenter tentang Yesus. Ketika membongkar reruntuhan sebuah apartemen di selatan kota tua Yerusalem, mereka menemukan gua. Usia gua itu diduga lebih dari 2.000 tahun.
Di sebuah lokasi yang diperkirakan merupakan tempat pemakaman, ditemukan sepuluh peti mati. Pada peti itu antara lain tercantum nama "Yeshua bar Yoseph" atau Yesus putra Yusuf. Di dua peti lainnya tercantum nama Maria. Mereka yakin peti mati itu milik Bunda Maria dan Maria Magdalena.
Tim Cameron mengaku bisa mengidentifikasi enam dan dari 10 prasasti di kuburan itu sebagai Yesus, Bunda Maria, Maria Magdalena, Matius, Josa (Yusuf, saudara Yesus), dan Judah (kemungkinan anak Yesus).
Dalam tayangan yang sempat muncul di siaran internasional Discovery Channel awal Maret lalu, dokumentasi itu tampil bak film detektif Crime Scene Investigation (CSI). Lengkap dengan menyertakan arkeolog, ahli statistik, dan spesialis urai golong-an darah (DNA) yang memastikan keaslian belulang.
Sejumlah kalangan meragukan penemuan mereka. Sebab, selama ini dipercayai Yesus tidak dikuburkan dalam peti. Karena Yesus wafat pada hari Sabtu, dan dalam kepercayaan Yahudi-masa Yesus hidup-Sabtu adalah hari libur, tak mungkin ada pembuat peti mati pada saat itu. Di samping itu, orang Yahudi pada umumnya tidak pernah memakai peti jenazah. Jenazah dibawa ke kuburan dengan dipikul di atas tandu sederhana.
Dalam Injil Lukas dan Matius disebutkan pada masa itu ada dua jenis kuburan. Jenazah orang biasa dikuburkan di bawah tanah tan-pa memakai tanda. Sedangkan keluarga mampu seperti Yusuf dari Arimatea membuat gua yang digali di dalam bukit karang. Gua ini dijadikan tempat pemakaman keluarga. Pada saat kuburan keluarga telah penuh dengan tulang-belulang, barulah tulang-belulang tersebut dipindahkan ke dalam peti batu yang disebut osuarium.
Dalam kitab Injil Matius itu dijelaskan, setelah Yesus mati disalib, seorang kaya murid Yesus, Yusuf Arimatea, pergi menghadap Pilatus, penguasa yang menyalib Yesus. Ia meminta mayat gurunya. Yusuf mengkafani mayat Yesus dengan kain putih dan menguburnya di dalam sebuah bukit yang baru dia gali serta menutupnya dengan batu besar.
Bunda Maria dan Maria Magdalena dalam Injil tersebut dijelaskan duduk di depan kubur itu. Hingga kemudian terjadi gempa bumi yang menggulingkan batu tersebut dan menunjukkan kebesaran Tuhan. Yesus bangkit dan kemudian naik ke surga. Begitulah yang tertulis dalam Injil dan dipercaya umat kristiani. Teolog asal Jerman, Paul Althaus, dalam Jesus: God and Man, tak yakin itu makam dan osuarium Yesus. Menurut dia, kuburan Yesus tak akan bisa bertahan di Yerusalem selama satu hari bahkan satu jam. "Karena situasi politik masa itu, semua pihak menginginkan tubuhnya," katanya.
Arkeolog Israel dari Bar Ilan University, Profesor Amos Kloner, salah seorang yang pernah memimpin tim penggalian gua itu, meragukan temuan makam Yesus oleh Cameron. "Mereka bilang menemukan sesuatu, tapi sesungguhnya mereka tidak menemukan apa pun. Tak ada dasar yang mereka temukan itu bisa diidentifikasikan sebagai keluarga Yesus," ujarnya.
Ahmad Taufik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo