JEMBATAN di atas Sungai Tallo itu, untuk Ujungpandang, bahkan
juga untuk wilayah Indonesia Timur, adalah jembatan toll pertama
dan baru satusaNnya. Tak heran, bila sejak diresmikan Presiden
Soeharto 26 gustus lalu anak-anak masih menjadikannya tempat
bermain-main. Tapi sebaliknya, kendaraan-kendaraan yang lewat
masih enggan membayar--dengan alasan "tidak membawa uang".
Sehingga para petugas Jasa Marga sebagai pengelola jembatan itu
tidak dapat berbuat lain, kecuali memaafkan, meskipun tarifnya
hanya Rp 50 untuk sepeda motor, Rp 100 untuk sedan dan Rp 200
untuk truk.
Membentang sepanjang 200 m dengan lebar 7 m plus untuk pejalan
kaki 1,5 m di sisi kiri dan kanan, jembatan Tallo Lama,
begitulah nama lengkapnya, dibangun sejak 1976 dengan biaya Rp
900 juta lebih. Pada mulanya jembatan ini direncanakan berikut
sebuah jalan yang menghubungkan Ujungpandang dengan Maros,
sekitar 20 km ke arah timur laut. Karena dana terbatas, baru
jembatan saja yang dibangun, sedangkan jalan menyusul kelak,
entah kapan.
Supaya jembatan segera dapat dimanfaatkan, jalan lama yang
letaknya berdekatan dipugar. Tapi jalan ini menuju ke lapangan
terbang Hasanuddin, bukan ke Maros. Ini berarti sekarang ada dua
jalan menuju Hasanuddin, yaitu poros Tallo Lama yang sedang
dalam tahap penyelesaian itu dan poros Tello yang sudah
dimanfaatkan sejak lama. Lewat Tallo Lama akan terhemat waktu 20
menit menuju Lapangan Terbang Hasanuddin, dibanding lewat Tello.
Jalan poros Tallo Lama sepanjang hampir 12 km itu, sudah ada
sejak zaman kejayaan Sultan Hasanuddin. Pemerintah kolonial
Belanda kemudian ikut memanfaatkannya sampai tahun 1930. Karena
selalu terendam air dan sebagian malah berubah jadi empang,
jalan tersebut kemudian tidak dipakai lagi. Baru pada 1980
dihidupkan kembali.
Bagaimana tentang jalan toll? Menurut Dirjen Bina Marga PU, Ir.
Sury jalan toll di kawasan itu memang aka dibangun. "Jika
kepadatan lalu-lintas di kedua jalan yang menuju Lapangan
Terbang Hasanuddin telah mencapai 400 kendaraan per hari." Jalan
toll Jagorawi, menurut Suryatin, baru dibangun setelah jalan
Parung dan Cimanggis mencapai optimasi. "Fungsi jalan toll tidak
hanya untuk mengurangi kemacetan, tapi terlebih lagi untuk
mengamankan fungsi primer dan sekunder sebuah kota," kata
Suryatin. Pada minggu-minggu pertama sejak diresmikan, setiap
hari rata-rata 2.500 kendaraan lewat di jembatan Tallo Lama.
Berkaitan dengan itu, Menteri PU Purnomosidi di Bina Graha,
Jakarta, awal bulan ini, memuji Ujungpandang sebagai kota dengan
proyek percontohan penggunaan tata-ruang yang paling layak
dewasa ini. Sebab, berdasar satu penelitian, kata Menteri PU,
kota ini dapat segera mempertegas pemisahan fungsi primer dan
fungsi sekundernya. Artinya, dengan adanya jalan dan jembatan
toll itu, fungsi primer Ujungpandang dapat diarik ke luar kota.
Sehingga terhindarlah penimbunan barang di tengah kota--dan ini
berarti tidak akan ada lagi kemacetan lalu-lintas, satu hal yang
selama ini juga sangat didambakan kota-kota di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini