Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengamankan Fungsi Kota

Jembatan tol tallo lama diresmikan Presiden Soeharto 26 agt '81. Dengan adanya jalan tol diharapkan fungsi primer Ujungpandang dapat ditarik keluar kota & terhindar dari kemacetan lalu lintas.

12 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JEMBATAN di atas Sungai Tallo itu, untuk Ujungpandang, bahkan juga untuk wilayah Indonesia Timur, adalah jembatan toll pertama dan baru satusaNnya. Tak heran, bila sejak diresmikan Presiden Soeharto 26 gustus lalu anak-anak masih menjadikannya tempat bermain-main. Tapi sebaliknya, kendaraan-kendaraan yang lewat masih enggan membayar--dengan alasan "tidak membawa uang". Sehingga para petugas Jasa Marga sebagai pengelola jembatan itu tidak dapat berbuat lain, kecuali memaafkan, meskipun tarifnya hanya Rp 50 untuk sepeda motor, Rp 100 untuk sedan dan Rp 200 untuk truk. Membentang sepanjang 200 m dengan lebar 7 m plus untuk pejalan kaki 1,5 m di sisi kiri dan kanan, jembatan Tallo Lama, begitulah nama lengkapnya, dibangun sejak 1976 dengan biaya Rp 900 juta lebih. Pada mulanya jembatan ini direncanakan berikut sebuah jalan yang menghubungkan Ujungpandang dengan Maros, sekitar 20 km ke arah timur laut. Karena dana terbatas, baru jembatan saja yang dibangun, sedangkan jalan menyusul kelak, entah kapan. Supaya jembatan segera dapat dimanfaatkan, jalan lama yang letaknya berdekatan dipugar. Tapi jalan ini menuju ke lapangan terbang Hasanuddin, bukan ke Maros. Ini berarti sekarang ada dua jalan menuju Hasanuddin, yaitu poros Tallo Lama yang sedang dalam tahap penyelesaian itu dan poros Tello yang sudah dimanfaatkan sejak lama. Lewat Tallo Lama akan terhemat waktu 20 menit menuju Lapangan Terbang Hasanuddin, dibanding lewat Tello. Jalan poros Tallo Lama sepanjang hampir 12 km itu, sudah ada sejak zaman kejayaan Sultan Hasanuddin. Pemerintah kolonial Belanda kemudian ikut memanfaatkannya sampai tahun 1930. Karena selalu terendam air dan sebagian malah berubah jadi empang, jalan tersebut kemudian tidak dipakai lagi. Baru pada 1980 dihidupkan kembali. Bagaimana tentang jalan toll? Menurut Dirjen Bina Marga PU, Ir. Sury jalan toll di kawasan itu memang aka dibangun. "Jika kepadatan lalu-lintas di kedua jalan yang menuju Lapangan Terbang Hasanuddin telah mencapai 400 kendaraan per hari." Jalan toll Jagorawi, menurut Suryatin, baru dibangun setelah jalan Parung dan Cimanggis mencapai optimasi. "Fungsi jalan toll tidak hanya untuk mengurangi kemacetan, tapi terlebih lagi untuk mengamankan fungsi primer dan sekunder sebuah kota," kata Suryatin. Pada minggu-minggu pertama sejak diresmikan, setiap hari rata-rata 2.500 kendaraan lewat di jembatan Tallo Lama. Berkaitan dengan itu, Menteri PU Purnomosidi di Bina Graha, Jakarta, awal bulan ini, memuji Ujungpandang sebagai kota dengan proyek percontohan penggunaan tata-ruang yang paling layak dewasa ini. Sebab, berdasar satu penelitian, kata Menteri PU, kota ini dapat segera mempertegas pemisahan fungsi primer dan fungsi sekundernya. Artinya, dengan adanya jalan dan jembatan toll itu, fungsi primer Ujungpandang dapat diarik ke luar kota. Sehingga terhindarlah penimbunan barang di tengah kota--dan ini berarti tidak akan ada lagi kemacetan lalu-lintas, satu hal yang selama ini juga sangat didambakan kota-kota di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus