BERITA kekerasan akhir-akhir ini banyak datang dari Sumatera
Utara. Selain tentang perampokan, pembunuhan, atau residivis
yang dikirim ke Nusakambangan, penyelesaian suatu konflik
dikabarkan juga sering dilakukan dengan kekerasan. Tidak
terkecuali terhadap para wartawan.
Sekurangnya dua kali, wartawan di Rantau Prapat disiram cuka
getah yang bisa menghanguskan tubuh. Pertama beberapa tahun
lalu, menimpa seorang wartawan harian Sinar Pembangunan Medan.
Dan pekan lalu, dialami Irham Nasution, dari harian yang sama,
hingga merenggut nyawanya.
Sekitar pukul 19.00 WIB, malam itu, Irham Nasution melaju dengan
sepeda motornya dari Rantau Prapat menuju perkebunan PTP III di
Janji, sejauh 40 km dari Rantau Prapat. Di dekat perkebunan itu,
tiga orang pengendara sepeda motor menghentikan Irham. Terjadi
dialog antara Irham dengan pencegatnya. Tapi tiba-tiba salah
seorang pencegat menyiramkan suatu cairan ke wajah Irham.
Cairan yang ternyata cuka getah atau cuka api--bisa menyebabkan
semua kulit di tubuh yang terkena menjadi hangus -- membasahi
wajah dan jaket yang dipakai Irham. Seketika Irham gelagapan,
dan kesempatan itu digunakan pencegatnya untuk kabur. Namun
dengan luka-luka bakar akibat sengatan cuka api itu, Irham masih
sempat kembali ke rumahnya. Ia menceritakan kejadian itu kepada
istrinya.
Setelah itu Irham masih menemui temannya Sadiman, wartawan Bukit
larisan (Medan) yang sebelumnya meminjami Irham jaket. Ia
menceritakan kepada Sadiman tentang peristiwa penyiraman cuka
api itu. Ketiga orang pencegat itu disebutnya, menggunakan
bahasa Indonesia dengan logat Cina. Sadiman membujuk, agar Irham
menyebutkan identitas pencegatnya itu, namun Irham menolak.
Ketika itulah, Irham yang luka-luka tidak sanggup lagi
meneruskan ceritanya, ia pun muntah.
Sadiman melarikan rekannya itu ke rumah sakit di Rantau Prapat,
Ibukota Kabupaten Labuhan satu, Sum-Ut. Ia sempat diinjeksi
perawat yang bertugas malam itu. Tetapi tidak banyak menolong.
Irham, 35 tahun, meninggal dunia --meninggalkan seorang istri
dengan delapan anak.
Sebelum kejadian Selasa malam pekan lalu itu, Irham memang
menerima pesan agar datang ke perkebunan "Janji". Namun tidak
seorahg pun tahu siapa yang memesannya, karena Irham tidak
sempat mengungkapkannya. Juga ia tidak melaporkannya kepada
Pemimpin Redaksi Harian Sinar Pembangunan, Ibrahim Sinik di
Medan. "Tetapi kami menduga, pesan itu hanya pancingan dari
orang yang mencelakakannya," ujar Ibrahim Sinik.
Selalu Gawat
Ibrahim menggambarkan Irham, sebagai wartawan yang berani.
Akhir-akhir ini wartawan yang bertugas di Kantau Prapat (sekitar
350 km dari Medan) itu rajin mengirim berita penyelundupan dan
masalah tanah. Antara lain, Irham gigih membongkar
penyelundupan-penyelundupan barang mewah melalui Labuhan Bilik
dari Malaysia. Sebab itu, kuat dugaan pembunuhan terhadapnya
berkaitan erat dengan aktivitasnya membongkar
penyelundupan-penyelundupan itu. "Ia hanya sekali-kali membuat
berita, tetapi isi beritanya selalu gawat," tambah Asmas Tatang
Amara, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Sinar Pembangunan.
serbagai reaksi datang atas peristiwa itu, baik dari DPR Pusat
maupun PWI Pusat. Polisi didesak agar segera mengungkapkan latar
belakang pembunuhan itu. Syufri Helmi Tanjung dari Fraksi l'PP
menyebut pembunuhan itu sebagai gaya "mafia".
Ternyata sebelum reaksi bermunculan, Kadapol 11 Sum-Ut, Brigjen
J.F.R. Montolalu sudah memerintahkan Danres Labuhan Batu
mengusut perkara itu sampai tuntas. Perintah yang dikeluarkan
dua hari setelah kejadian itu, juga sudah menjadi tekad polisi
Labuhan Batu. "Ini tidak boleh jadi preseden, " ujar Kapten B.
Simangunsong kepada Kompas di Rantau Prapat.
Preseden yang dikhawatirkan Simangunsong sebenarnya pernah
terjadi, di Rantau Prapat. Waktu itu, 18 Agustus 1976, wartawan
Medan juga, Husni Hasibuan mengalami penganiayaan serupa. Malam
itu ia lagi mengetik, ketika ada ketukan di pintu rumahnya.
Tanpa curiga Husni membuka pintu, dan pada saat itulah siraman
air cuka api menghambur ke wajahnya. Ia menjerit kesakitan
karena merasa wajah dan dadanya terbakar.
Nyawa Husni berhasil ditolong di rumah sakit Medan, meskipun
wajah dan dadanya cacat. Sebelah matanya pun rusak akibat
siraman itu. Tetapi sampai saat ini siapa pelakunya tidak
terungkap. Bahkan, "polisi mengatakan, berkas kejadian yang saya
alami itu sudah hilang," ujar Husni yang sekarang anggota DPRD
Labuhan Batu, kepada Sinar Harapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini