Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BADAN Narkotika Nasional (BNN) lantang menolak rencana legalisasi ganja (Cannabis sativa). Koordinator Kelompok Ahli BNN Ahwil Loetan mengatakan ganja masih masuk narkotik golongan I dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sehingga tak boleh dipakai untuk pelayanan kesehatan. Meski begitu, purnawirawan komisaris jenderal ini mengatakan BNN membuka peluang agar kanabis bisa diteliti oleh Kementerian Kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Agung Sedayu dan Raymundus Rikang dari Tempo di kantornya pada Selasa, 12 Juli lalu, Ahwil Loetan mengatakan khasiat ganja untuk kesehatan masih perlu ditinjau dan dibuktikan dengan riset dan uji klinis. “Jangan gara-gara satu orang demonstrasi lalu kita melegalisasi ganja,” ujar Ahwil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengapa BNN menolak legalisasi ganja?
Tidak ada ceritanya ganja dilegalkan. Kami pasti menolak jika wacananya adalah legalisasi ganja. Undang-undang mengatur bahwa narkotik golongan I, termasuk ganja, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan riset medis. Prosedur ini yang diizinkan oleh undang-undang.
Apakah harus meminta izin kepada BNN untuk meneliti khasiat ganja buat kesehatan?
Kementerian Kesehatan atau Balai Besar Penelitian Tanaman Obat dan Obat Tradisional pasti mengajukan izin atau surat kepada kami. Berdasarkan undang-undang, BNN yang ditunjuk sebagai vocal point dalam penanganan narkotik. Intinya harus berkoordinasi.
BNN akan mendukung?
Sepanjang untuk kepentingan riset dan pengetahuan, kami akan mendukung. Yang dilarang itu adalah penyalahgunaan narkotika. Toh, prosesnya masih sangat panjang karena, selain riset, pasti ada uji klinis dan pengajuan izin penggunaan obatnya ke Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Wacana legalisasi ganja medis terus bergulir. Negara seperti Thailand juga menerapkan kebijakan itu. Bagaimana tanggapan Anda?
Thailand bisa menerapkan kebijakan itu karena ditunjang infrastruktur bioteknologi yang sangat baik. Mereka mungkin melakukan rekayasa genetik pada tanaman ganja sehingga punya kandungan cannabidiol (CBD) yang tinggi. Tanaman ganja di Indonesia itu CBD-nya di bawah 1 persen, sementara tetrahydrocannabinol-nya tinggi sekitar 18 persen. Padahal yang berguna untuk medis itu kandungan CBD, bukan THC yang bisa menimbulkan halusinasi.
Ada pasien di Indonesia yang merasakan manfaat terapi ganja. Apa respons Anda?
Belum ada penelitian yang meyakinkan dunia kesehatan soal manfaat ganja. Selama ini orang mencoba-coba saja. Itu yang membuat banyak orang memakai. Dunia kesehatan saat ini sedang berlomba-lomba meneliti dan mencari manfaat ganja.
BNN justru menangkap mereka dengan dalih penyalahgunaan narkotik.
Apakah itu benar-benar efek yang dirasakan pasien? Saya tanya-tanya ke dokter dan mereka juga tak bisa memastikan. Para dokter pasti berpegangan pada evidence-based. Kami berpatokan pada UU Narkotika. Sejauh Anda memakai dan menyalahgunakan, Anda salah. Jangan gara-gara satu orang demonstrasi lalu kita membuka legalisasi ganja. Sedikit saja dibuka, makin banyak orang memakai. Jadi jangan coba-coba membuka legalisasi ganja. Itu lebih banyak mudaratnya.
Akhirnya orang takut memakai dan diam-diam menanamnya karena butuh untuk pengobatan.
Sepanjang tidak ketahuan, tidak apa-apa. Begitu ketahuan, Anda akan berurusan dengan hukum. Undang-undang masih melarang pemakaian apalagi budi daya tanaman ganja. Aturan itu pun sudah membuka ruang untuk pemanfaatan lain dalam koridor penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Riset itu bisa berhasil atau gagal.
BNN tidak ikut dalam rencana legalisasi ganja dan riset ganja untuk obat?
Itu bukan tugas BNN, tapi otoritas Kementerian Kesehatan. Saya mendengar Kementerian Kesehatan sudah menyiapkan peraturan yang berisi riset tanaman ganja untuk medis. Jika suatu saat nanti Kementerian meminta masukan BNN, kami akan memberikannya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo