Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Kunci Teka-teki di Isi Gawai

Isi percakapan di telepon seluler Brigadir Nopriyansah Josua Hutabarat atau Brigadir J dianggap bisa membantu mengungkap misteri kasus ini. Isi percakapan telepon Irjen Ferdy Sambo dan istrinya juga mesti ditelisik.

18 Juli 2022 | 00.00 WIB

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (tengah) bersama Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono (kanan) saat memberikan keterangan pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, 15 Juli 2022. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (tengah) bersama Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono (kanan) saat memberikan keterangan pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, 15 Juli 2022. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Isi percakapan di telepon Brigadir J bisa membantu mengungkap misteri kematiannya.

  • Komnas HAM bakal memanggil kepolisian, dokter forensik, ahli siber, Ferdy Sambo, dan istrinya.

  • Polisi meminta berbagai kalangan tidak berspekulasi dalam penyelidikan kasus Josua.

JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menganggap isi percakapan di telepon seluler Brigadir Nopriyansah Josua Hutabarat bisa membantu mengungkap misteri kematian ajudan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo ini. Polisi mesti mencari dan menelisik isi percakapan di tiga gawai milik Brigadir Josua yang hingga kini belum ditemukan.

"Sebenarnya isi percakapan di tiga telepon seluler yang disebut hilang itu bisa dijadikan alat bukti untuk mengungkap kasus," kata Komisioner Komnas HAM, Hairansyah, Ahad, 17 Juli 2022.

Polisi semestinya tidak mempunyai kendala dalam mengusut kasus baku tembak Brigadir Josua—polisi menggunakan inisial Brigadir J—dengan rekannya, Bharada E, di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren III, Pancoran. Sebab, menurut Hairansyah, polisi memiliki semua akses, termasuk menelisik isi percakapan di tiga gawai Josua dengan sumber daya dan teknologi yang ada. "Polisi sudah bisa mengakses itu semuanya karena mereka mampu secara teknologi komunikasi dan juga melalui citra satelit."

Polisi menyatakan Brigadir Josua tewas dalam aksi baku tembak dengan rekannya, Bharada E, di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo pada Jumat, 8 Juli lalu. Josua ditembak karena, menurut polisi, diduga melecehkan istri Ferdy, Putri Chandrawati. Meski begitu, kematian Josua menyisakan sejumlah kejanggalan. Insiden tersebut baru diumumkan Mabes Polri tiga hari kemudian pada Senin sore, 11 Juli lalu. Kejanggalan lain adalah kamera pengawas atau closed-circuit television (CCTV) di rumah dinas disebut rusak tiga pekan. Tapi dekoder CCTV di pos satpam dekat rumah dinas itu disita polisi sehari setelah insiden.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (tengah) bersama Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono (ketiga dari kiri) saat memberikan keterangan pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, 15 Juli 2022. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hairansyah mengatakan, selain isi percakapan di gawai Josua, tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mesti membongkar isi percakapan Bharada E, Irjen Ferdy Sambo, dan istrinya. Menurut dia, isi percakapan telepon Ferdy Sambo dan istrinya mesti ditelisik karena mereka termasuk dalam rangkaian peristiwa yang menyebabkan tewasnya Brigadir Josua. “Ini soal kemauan politik dan transparansi institusi kepolisian saja," ujar dia.

Kematian Josua yang janggal masih menjadi perhatian publik. Misalnya, polisi baru mengumumkan kejadian tersebut tiga hari setelah insiden. Dekoder kamera pengintai atau CCTV di sekitar lokasi juga diganti satu hari setelah kejadian. “Dari semua kejanggalan itu, polisi harus menjawab dengan baik," ujar Hairansyah.

Komnas HAM Mendatangi Rumah Orang Tua Josua

Untuk mendapatkan informasi pembanding, Komnas HAM turut menyelidiki kasus ini di luar tim khusus yang dibentuk polisi. Sejak Sabtu lalu, Divisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM datang ke rumah orang tua Josua di Jambi untuk menggali keterangan dari keluarga. "Kami diberi banyak keterangan, foto, dan video," ujar Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam.

Anam menuturkan Komnas menggali keterangan perihal kondisi Josua saat diterima di rumah duka. Keluarga Josua juga mengungkapkan adanya peretasan terhadap sejumlah aplikasi media sosial di telepon seluler mereka. "Karakternya seperti apa, kapan terjadi, polanya seperti apa peretasan itu, kami mendapatkan cerita itu," ucapnya.

Mencari informasi dari keluarga korban menjadi bagian dari rangkaian awal pendalaman Komnas HAM untuk menelisik kasus ini. Komnas HAM bakal memanggil kepolisian, dokter forensik, ahli siber, Ferdy Sambo, dan istrinya, untuk mendalami kasus ini. “Kami bergerak secara imparsial dan obyektif. Kami mau mendalami berdasarkan fakta," kata Anam.

Desakan untuk menelisik isi gawai Josua yang raib juga disampaikan Kamaruddin Simanjuntak, pengacara keluarga Josua. Informasi yang diperoleh keluarga, Josua pada Jumat pagi ada di Magelang bersama komandannya, Ferdy Sambo. Josua sempat mengontak keluarganya pada pagi hari dan berjanji percakapan akan dilanjutkan pada sore setelah sampai di Jakarta. Josua mengatakan tidak etis berbicara di telepon saat bertugas dan di depannya ada komandannya.

Keluarga menunggu telepon Josua hingga sore. Tapi telepon yang ditunggu tak pernah ada. Keluarga kaget karena keesokan harinya sejumlah polisi datang ke rumah mereka membawa peti mati. Seorang polisi hanya menyebutkan Josua tewas akibat baku tembak karena diduga terlibat kasus pelecehan.

Dokumentasi Jenazah Josua Diserahkan ke Komnas HAM

Kamaruddin menegaskan, seharusnya, dengan bantuan provider telekomunikasi, polisi bisa melacak siapa saja orang yang dikontak Josua sepanjang Jumat itu. Polisi juga bisa menelisik isi percakapan di gawai Josua. “Tapi anehnya tiga telepon disebut hilang,” ujarnya. Kamaruddin pun mengatakan semua data dan dokumentasi jenazah Josua sudah diserahkan ke Komnas HAM.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menilai tindakan Komnas HAM menggali keterangan dari keluarga Josua sebagai upaya yang baik untuk mendapatkan informasi pembanding atas kerja tim kepolisian. Selain menggali keterangan keluarga, kata dia, Komnas HAM harus bisa mendapatkan akses melalui tim khusus Polri untuk memperoleh berkas perkara dugaan pelecehan dan pengamanan terhadap istri Ferdy Sambo. Selain itu, Komnas HAM mesti mendapatkan berita acara sita barang bukti, akses terhadap barang bukti yang disita—pistol, proyektil—hasil visum et repertum, hasil uji balistik, serta hasil olah TKP.

Adapun Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, meminta semua kalangan tidak berspekulasi dalam penyelidikan kasus kematian Josua. Termasuk keberadaan tiga telepon seluler Josua yang belum ditemukan. Dedi menuturkan tim khusus akan memberikan keterangan kepada publik setelah penyelidikan selesai. "Tunggu tim menuntaskan penyelidikan," ujar Dedi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUKMA LOPPIES | IMAM HAMDI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Imam Hamdi

Imam Hamdi

Bergabung dengan Tempo sejak 2017, setelah dua tahun sebelumnya menjadi kontributor Tempo di Depok, Jawa Barat. Lulusan UPN Veteran Jakarta ini lama ditugaskan di Balai Kota DKI Jakarta dan mendalami isu-isu human interest.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus