Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Penembakan yang menewaskan mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, mengejutkan khalayak dunia. Selain karena kekerasan politik jarang terjadi, pengawasan terhadap penggunaan senjata di Negeri Matahari Terbit sangat ketat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Peristiwa itu benar-benar unik karena dilakukan mantan militer yang seharusnya memiliki jiwa ksatria di Jepang,” kata dosen hubungan internasional Asia Timur FISIP Universitas Indonesia, Asra Virgianita, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shinzo Abe mengembuskan napas terakhir beberapa saat setelah ditembak. Saat peristiwa nahas itu terjadi, ia tengah berkampanye dan memberikan pidato di luar Stasiun Kereta Kota Nara. Ketika dibawa ke rumah sakit, dia mengalami cardiopulmonary arrest atau henti jantung dan sebenarnya tidak lagi menunjukkan tanda-tanda vital. Namun pria berusia 67 tahun ini dinyatakan meninggal pada pukul 17.03 waktu setempat (pukul 15.03 WIB) akibat perdarahan dari luka dalam hingga jantung dan di bagian kanan lehernya.
Kekerasan politik merupakan sesuatu yang langka di Jepang. Terakhir kali pembunuhan terhadap seorang perdana menteri, baik yang masih maupun sudah tidak menjabat, terjadi hampir 90 tahun yang lalu. Adapun penembakan terhadap pejabat politik di Jepang terakhir kali terjadi pada April 2007. Saat itu, Wali Kota Nagasaki Iccho Ito ditembak mati oleh anggota organisasi kriminal Jepang, Yakuza.
Menurut Asra, tekanan ekonomi di Jepang dan kehidupan sosial yang relatif tertutup sedikit-banyak berpengaruh terhadap psikologis masyarakat. Ditambah pandemi Covid-19 yang menekan ekonomi Jepang.
Lokasi penembakan mantan perdana menteri Jepang Shinzo Abe di Nara, Jepang, 8 Juli 2022.. Kyodo via REUTERS
Meski begitu, kekerasan politik jarang terjadi. Apalagi, warga di Jepang yang ingin memiliki senjata harus mendapatkan izin ketat. Syarat untuk memiliki senjata pun cukup panjang. Mereka harus ikut kelas tentang keamanan penggunaan senjata dan lulus tes tertulis.
Para calon pemilik senjata harus menjalani proses pemeriksaan rekam jejak. Di antaranya soal keluarga, riwayat pekerjaan, dan catatan kejahatan. Catatan kekerasan domestik juga bisa menghalangi warga yang ingin memiliki senjata. Selain itu, mereka harus menjalani tes kesehatan mental.
Setelah itu, polisi akan memeriksa loker tempat penyimpanan senjata yang wajib dimiliki pemegang izin. Loker tersebut harus punya tiga kunci di luar. Para pemegang senapan pun harus dilatih sehari penuh soal keamanan penggunaan senapan dan teknik-teknik lainnya.
Dalam sejarah politik Jepang, Abe menjabat perdana menteri cukup lama, yaitu delapan tahun. Asra mengatakan Abe terkenal sebagai seseorang yang sangat nasionalis dan berani melakukan tindakan-tindakan yang dianggap kontroversial.
Salah satunya memunculkan ide kebijakan collective self-defense, yaitu, jika ada wilayah Jepang yang diserang, seluruh pasukan militer Jepang harus bersama-sama menyerang negara yang melakukan serangan tersebut. Niatnya untuk meningkatkan keamanan ternyata tidak disambut baik oleh seluruh masyarakat.
Dari sisi ekonomi, strategi Abenomics dinilai belum mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jepang. “Womenomics-nya juga belum dilihat bisa bekerja secara sempurna memberikan ruang-ruang bagi perempuan untuk berkontribusi,” kata Asra.
Konstelasi Politik di Jepang
Konstelasi politik di Jepang tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. “Bedanya, kalau mereka partai oposisi, ya, oposisi. Enggak ada yang kemudian bergabung jadi koalisi dengan partai penguasa,” kata Asra.
Partai Shinzo Abe, Liberal Democratic Party (LDP) Jepang, hingga saat ini masih menjadi penguasa. Pada 2009, sempat terjadi perubahan ketika masyarakat Jepang jenuh kepada LDP sehingga Democratic Party of Japan (DPJ) memenangi pemilihan umum. Namun, karena revisi-revisi artikel hukum yang diinginkan masyarakat Jepang tidak kunjung tercapai, menurut Asra, kekuasaan DPJ hanya bertahan sekitar dua tahun hingga LDP kembali naik.
“Kalau secara kekuasaan, saya lihat LDP akan tetap punya ruang besar,” ucap Asra. Dengan konteks penembakan hari ini, akan ada kemungkinan penguatan dukungan terhadap LDP. Apalagi masyarakat sangat berempati terhadap penembakan Abe.
Hubungan Indonesia-Jepang Selama Pemerintahan Abe
Asra juga mengenang hubungan Indonesia-Jepang selama Abe berkuasa. Menurut dia, Indonesia dan Jepang tidak pernah berselisih dalam konteks hubungan ekonomi ataupun politik. Jepang juga termasuk negara yang cukup berhati-hati dalam menjalin kerja sama dengan siapa pun. “Jadi, dengan Indonesia pun dia tahu persis kalau Indonesia harus dijaga,” kata Asra.
Presiden Joko Widodo dan Shinzo Abe (saat menjabat Perdana Menteri Jepang) di Istana Kepresidenan Bogor, 2017. Humas Setkab/Agung
Di bawah pemerintahan Abe, Indonesia dan Jepang menandatangani Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Beberapa hasil perjanjian tersebut adalah peningkatan perdagangan Indonesia-Jepang sebesar 155 persen, peningkatan tren investasi Jepang di Indonesia dari 2,6 persen menjadi 28,9 persen, serta pengiriman 622 tenaga kerja perawat (nurse) dan 1.494 perawat orang lansia (caregiver) dari Indonesia ke Jepang.
Menurut Asra, hanya ada dua peristiwa yang menimbulkan sedikit gesekan. Pertama, kebijakan penaikan anggaran pertahanan Jepang yang membuat Indonesia khawatir karena dapat memicu ketidakstabilan di kawasan. Kemudian sikap Jepang yang kurang menyetujui proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).
NATHANIA S. ALEXANDRA | REUTERS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo