Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengawal Pemilu

27 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMILU 2004 lampau sudah. Walau begitu, kantor Pusat Reformasi Pemilu atau Centre for Electoral Reform (Cetro) di ujung Jalan Sungai Gerong, Jakarta Pusat, masih saja sibuk. ”Kita sudah terlalu sering tergesa-gesa karena alasan waktu mepet,” kata direktur eksekutifnya, Smita Notosusanto, 43 tahun. ”Dalam soal sebesar pemilu, itu jadi semacam jebakan.” Aktivitas mereka tak beda dengan kesibukan ketika mengawal pesta demokrasi yang sukses tempo hari. Hanya, kini mereka menyiapkannya untuk Pemilu 2009.

Terbentuk pada medio Agustus 1999 atas prakarsa para tokoh seperti Todung Mulya Lubis, Emil Salim, Saparinah Sadli, dan Daniel Dhakidae, lembaga ini merupakan metamorfosis dari Jaringan Universitas untuk Pemilu Bebas dan Adil atau University Network for Free and Fair Election (Unfrel). Karena itu, di sana bergabung pula para tokoh kampus seperti Nurcholish Madjid, M.K. Tadjuddin, Akmal Taher, dan Ichlasul Amal sebagai anggota dewan pendiri.

Berbekal jaringan pemantau Pemilu 1999 yang disokong 80 ribu mahasiswa, boleh dibilang ketika itu merekalah yang paling awal berteriak mengenai pentingnya pemilu langsung dalam memilih presiden. ”Bahkan para pengamat dan tokoh yang biasanya kritis pun banyak yang menentang waktu itu,” kata Hadar N. Gumay, deputi direktur eksekutif. ”Mereka bilang rakyat belum siap, belum cukup terdidik, dan sebagainya.”

Tapi mereka kukuh. Hadar dan teman-teman tak setuju dengan pikiran yang menganggap remeh rakyat itu. Tak pernah ada titik yang harus ditunggu, karena ini merupakan proses. Semua harus dimulai, dan biarkan semua berkembang. ”Tak ada standar baku dalam soal rasionalitas rakyat. Yang diperlukan adalah kesempatan,” katanya.

Proses berikutnya memberi bukti. ”Ternyata penolakan hanya terjadi di elite, terutama MPR sendiri. Rakyat sangat antusias,” Smita menambahkan. Dalam jajak pendapat yang mereka selenggarakan serta pertemuan-pertemuan langsung di daerah, hal itu jelas terlihat. Rakyat ingin memilih langsung pemimpinnya.

Dibantu tokoh organisasi nonpemerintah seperti Bambang Widjojanto, mereka pun menyiapkan aneka draf rancangan perundangan. Semua disodorkan kepada para wakil rakyat di Senayan sebagai masukan. Tak penting bahwa nama mereka nanti tak disebut. ”Yang penting gagasan sampai, dan itu yang dijalankan,” kata Hadar. ”Kalau perlu kami buntuti para anggota DPR itu sampai ke hotel, dan rapat sampai larut,” ujar Smita.

Semua itu tak percuma. Konstitusi pun mulai diamendemen pada 2001 dan selesai setahun kemudian. Tak semuanya lancar damai, memang. Banyak soal teknis yang rupanya tak gampang. Belum lagi perebutan aneka proyek di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan serba-serbi korupsi-kolusinya yang kadang menjadi amat seru dan berakibat tertundanya banyak hal yang jauh lebih penting.

Tapi Cetro memilih setia pada rencana yang sudah dirancang: memastikan kesiapan rakyat. Setahun sebelum pemilu, mereka sudah memulai pelatihan-pelatihan dan simulasi mencoblos langsung. ”Padahal, bagaimana bentuk kertas suaranya masih jadi perdebatan di KPU,” kata Hadar. Berbagai lembaga lain di luar pemerintah pun turut menyokong atau menyelenggarakan sendiri kegiatan serupa. Pemilu langsung 2004 bisa diselenggarakan, sukses tanpa ribut-ribut. Rakyat tak seremeh anggapan para elite. Dan nama Cetro tak boleh dilupakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus