Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELAMA 21 jam Setya Novanto berkelit dari kejaran penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini menolak “dijemput” paksa dari rumahnya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Rabu malam pekan lalu. Sudah dua kali dia mengabaikan panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Dua puluh satu jam kemudian, Setya mengejutkan publik dengan “mengumumkan” bahwa ia korban kecelakaan lalu lintas di Permata Hijau, Jakarta Selatan. Sang Ketua DPR dan ajudannya, Ajun Komisaris Reza, membonceng mobil Toyota Fortuner milik Hilman Mattauch, wartawan Metro TV yang sudah lama menjadi karibnya.
Jerat Pertama Vs Jerat Kedua
DIAM-diam Setya Novanto kembali menggugat penetapan tersangka korupsi proyek KTP elektronik oleh KPK secara praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu pekan lalu, hari ketika ia hendak ditangkap penyidik KPK di rumahnya. Pada penetapan tersangka pertama, 29 September lalu, hakim mengabulkan gugatannya. KPK menetapkan Setya kembali menjadi tersangka pada 31 Oktober 2017.
Sangkaan Kedua
» Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
» Diduga menyalahgunakan wewenang bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo (Direktur Utama PT Quadra Solution) dan Andi Agustinus (kolega Setya) yang mengakibatkan kerugian negara dalam proyek e-KTP.
» Surat perintah penyidikan diterbitkan pada 31 Oktober 2017, bersamaan dengan penetapan tersangka Setya.
» Bukti baru berupa rekaman percakapan Direktur Utama Biomorf Lone LLC, Johannes Marliem, yang diperoleh dari Biro Penyelidik Federal (FBI) Amerika Serikat, serta aliran dana langsung ke Setya.
Sangkaan Pertama
» Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
» Diduga menyalahgunakan wewenang melalui Andi Agustinus alias Andi Narogong yang mengakibatkan kerugian negara dalam proyek e-KTP.
» Surat perintah penyidikan diterbitkan pada 17 Juli 2017, bersamaan dengan penetapan tersangka.
Putusan Praperadilan
Membatalkan penetapan tersangka Setya dengan alasan penetapan tersangka dilakukan di awal penyidikan dan alat bukti untuk tersangka lain tidak bisa dipakai buat menjerat Setya.
Rabu, 15 November 2017
19.40 - Dari gedung DPR, Setya Novanto pulang ke rumahnya di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, menumpang mobil pengawal Ketua DPR.
20.00 - Tiba di rumah.
20.30 - Meninggalkan rumah lewat pintu rahasia, menghindari tim pengawas KPK, diduga menuju rumahnya yang lain di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
21.00 - Penyidik KPK tiba di rumah Setya dan mendapati rumah sudah kosong.
Kamis, 16 November 2017
Siang - Setya Novanto ke DPR.
17.30 - Keluar dari gedung DPR bersama Hilman Mattauch dan ajudannya menuju kantor Metro TV di Jalan Kedoya, Jakarta Barat.
18.16 - Siaran langsung wawancara pembawa acara Prime Time News Metro TV dengan Hilman dan Setya melalui telepon Hilman selama 4 menit 30 detik.
18.21 - Memutuskan balik arah menuju Hotel Mandarin di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, tempat rapat elite Partai Golkar pendukung Setya.
18.35 - Fortuner yang dikendarai Hilman berpenumpang Reza dan Setya menabrak tiang lampu jalan di Permata Hijau.
18.40 - Setya diangkut ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau oleh pengemudi mobil sedan hitam yang mengiringinya dari DPR—diduga seorang pengurus Golkar.
13.30 - Setya Novanto dipindahkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Kejanggalan-kejanggalan
1. Luka Setya versi pengacara: cedera di kepala sebelah kiri, lecet di leher dan lengan kanan.
2. Hilman dan Reza tidak cedera.
3. Gelembung tubrukan (airbag) tak mengembang.
4. Bagian depan mobil penyok dengan lampu depan tetap menyala.
5. Jalan sempit dengan gundukan tanah menutup separuh jalan sehingga mobil besar seperti Fortuner tak bisa melaju kencang.
6. Sedan hitam pengurus Golkar yang membawa Setya ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau mengiringinya sejak berangkat dari DPR.
“Beliau mengalami kecelakaan sangat parah, luka di bagian pelipis, benjol besar segede bakpao.”
Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto, Kamis, 16 November 2017
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo