Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengikat Banteng di Akar Beringin

Mega-Hasyim menawarkan sejumlah kursi menteri ke Golkar. Keduanya bahkan akan berbagi jabatan gubernur dan Ketua DPRD.

16 Agustus 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI pasangan kandidat presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla rajin memepet Golkar, kubu Megawati-Hasyim Muzadi tampaknya tak begitu risau. Begitu juga tatkala SBY—demikian nama Susilo biasa disingkat—bertamu ke rumah pucuk pimpinan Partai Beringin, Akbar Tandjung, Kamis pekan lalu. PDI Perjuangan, partai penyokong pasangan calon presiden Mega-Hasyim, juga tenang-tenang saja. "Kami punya kekuatan mengimbangi Golkar di parlemen," ujar Tjahjo Kumolo, tokoh partai berlambang banteng itu.

Memang, Golkar menyabet 127 kursi di DPR RI dalam pemilu legislatif, April lalu. PDI Perjuangan berada di urutan kedua dengan 109 kursi. Meski di posisi kedua, kedudukan PDI Perjuangan sangat penting karena bisa menentukan hitam-putih kebijakan. Partai Demokrat dianggap bukan saingan berat. Kendaraan politik SBY itu cuma menang 57 kursi. Karena itulah, sebagai dua besar, "Golkar dan PDI Perjuangan saling membutuhkan," ujar Tjahjo.

Tak seperti biasanya, Megawati pun kini berupaya lebih konkret dalam meraih dukungan. Dia rajin menyambangi tokoh politik. Megawati, misalnya, mampir juga ke rumah Akbar di Jalan Widya Chandra III, Jakarta Pusat, dua pekan lalu. Seperti diakui Akbar, ada sejumlah tawaran penting dari Megawati kepada Partai Beringin. "Megawati mengajak bekerja sama di pemerintahan maupun legislatif," ujar Akbar.

Saat itu, Golkar belum menjawab resmi. Semua menunggu rapat pimpinan nasional Golkar yang digelar Minggu kemarin. Tapi Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Pramono Anung, yakin mereka selangkah lebih maju menggandeng Golkar. Berbagai pertemuan dua kubu sudah digelar puluhan kali. "Ibarat kenduri tumpeng, lauk-pauk dan tamu undangan sudah siap semua," ujar Pramono.

Tapi, apa yang disuguhkan Megawati buat Akbar? Menurut Pramono, mereka siap bergandengan dalam koalisi besar. Bukan koalisi biasa, melainkan, kata dia, sebentuk kerja sama "permanen dan kuat". Artinya, bukan cuma di tingkat parlemen pusat. Saling dukung dan sokong akan terjadi sampai ke daerah. Misalnya, jika di satu daerah Golkar menang, PDI Perjuangan akan membuka jalan bagi politisi Golkar untuk menduduki jabatan ketua parlemen lokal atau kepala daerah setempat. Begitu juga sebaliknya.

"Lauk" paling sedap tentulah jabatan menteri. Kata Pramono, jika Megawati terpilih lagi sebagai Presiden RI, mereka siap berbagi dengan Golkar dan partai pendukung lainnya. "Tentu saja secara proporsional," ujarnya. Maksudnya, partai terbesar akan dapat jatah lebih banyak. Soalnya, di luar PDIP dan Golkar, koalisi itu juga melibatkan empat sampai lima partai lain.

Megawati, seperti dikutip oleh Pramono, sudah mematok bahwa sejumlah jabatan menteri akan khusus diberikan kepada kaum profesional non-partai. Misalnya, Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan, dan urusan penegakan hukum seperti Kepala Polri, Jaksa Agung, dan Menteri Kehakiman. "Jabatan itu hanya untuk mereka yang punya kredibilitas dan integritas," ujar Pramono.

Golkar sendiri memang tertarik betul dengan komposisi kabinet ini. Bahkan, menurut satu tokoh yang dekat Akbar Tandjung, partai itu mengincar 15 jabatan menteri. Kursi menteri yang disorot antara lain Jaksa Agung, Menteri Ekonomi, Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri Pendidikan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Menteri Pariwisata. "Kita sudah share masalah jabatan itu dengan Megawati," ujar sumber itu. Tapi, tak semua proposal Golkar disetujui. Untuk sementara, Megawati baru akur untuk delapan kursi menteri.

Menurut Mahadi Sinambela, Ketua Golkar yang miring ke Megawati, arah suara Golkar sudah jelas. "Sekitar 80 persen ke Megawati," ujarnya. Mahadi mencoba menepis isu Golkar mendukung SBY. Meskipun peluang itu tetap terbuka, ia yakin basis Golkar akan memilih Megawati. Apalagi, Akbar Tandjung berkali-kali menyebut platform partai beringin itu mirip PDI Perjuangan. "Sebagai partai, chemistry keduanya cocok," ujar Akbar dalam beberapa kesempatan.

Dari sayap Golkar, dukungan ke Megawati pun mengalir. Organisasi pendukung Golkar, Musyawarah Keluarga Gotong Royong (MKGR), menemui Akbar Tandjung di Gedung DPR RI Senayan, Kamis pekan lalu. Dipimpin langsung oleh tokohnya, Irsyad Sudiro dan Zainal Bintang, MKGR mendesak Akbar agar segera mendukung Megawati-Hasyim Muzadi. "Dukungan itu penting agar basis Golkar bisa segera bersikap," ujar Zainal Bintang.

Dari kubu Mega-Hasyim, perintah "mengikat banteng di akar beringin" memang belum resmi meluncur ke bawah. Di Jawa Tengah, sekretaris tim kampanye Megawati-Hasyim Jawa Tengah, Agustina Wilujeng, mengatakan mereka sudah mendekati tokoh Golkar setempat secara informal. "Kami hanya tunggu peluit resmi saja," ujarnya kepada Sohirin dari TEMPO. Menurut Agustina, pihaknya sedang menggarap dukungan sampai ke rukun warga (RW). Kegiatannya antara lain pengobatan gratis dan pasar murah.

Di Jawa Barat, pendekatan serupa juga dilakukan. Eka Santosa, anggota tim sukses Mega-Hasyim Jawa Barat, sudah mengontak sejumlah elite Golkar. Selepas pemilu presiden putaran pertama, mereka bergerilya ke akar Partai Beringin di daerah itu. Para petinggi Golkar, kata Eka, malah siap berdialog dengan Taufiq Kiemas, tokoh PDIP suami Megawati.

Pendekatan di Jawa Barat memang harus lebih menghunjam ke bawah. Soalnya, kata Eka, rata-rata pendukung SBY adalah massa mengambang. "Yang penting, bisa meraih massa Golkar ke bawah," kata Eka kepada Bobby Gunawan dari TEMPO.

Tapi, tak semua bagian tim Mega-Hasyim sudah berjabat tangan dengan Golkar. Di Sumatera Utara, Azhari, ketua tim Mega-Hasyim setempat, mengaku belum mendapat perintah dari Jakarta. Memang ada kontak dengan Golkar secara informal. Tapi, kata dia, pembicaraan belum sampai ke dukung-mendukung. Apalagi mesin politik Golkar dalam putaran pertama kemarin tak begitu tokcer. "Kita tak mau salah langkah," ujarnya kepada Bambang Soedjiartono dari TEMPO. Yang jelas, di Sumatera Utara, tim Mega-Hasyim terus berupaya menggaet dukungan dari pelbagai kelompok.

Persetujuan di tingkat elite pun belum tentu memuluskan kerja dukungan di bawah. Taruhlah kondisi di Jawa Tengah. Menurut Agustina Wilujeng, ganjalan dari rakyat bawah sempat muncul. Mereka menganggap Golkar penjelmaan kekuatan Orde Baru. Apalagi, di sejumlah basis PDI Perjuangan, ada perasaan trauma terhadap Partai Beringin. Sewaktu Orde Baru, saat Jawa Tengah menjadi "daerah kuning", banyak pendukung Megawati terkena intimidasi dan teror. "Terus terang kami kadang sulit menjelaskan koalisi ini kepada massa PDI Perjuangan," ujar Agustina.

Di luar trauma Orde Baru, ganjalan lain juga bisa muncul. Menurut sekretaris tim kampanye Mega-Hasyim, Heri Akhmadi, di kantong Nahdlatul Ulama (NU) mereka harus memeras keringat mencari dukungan. Sampai-sampai, Hasyim Muzadi harus menggeber tim suksesnya sendiri. Tokoh NU itu terjun langsung ke basis "kaum sarungan", melobi para kiai di sana. "Soalnya, masih banyak yang menolak presiden perempuan," ujar Heri.

Nezar Patria, Widiarsi Agustina, Danto (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus