Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menjambret membawa keberuntungan

Kalung dan liontin muripah, 20, dijambret oleh paidi 20, yang ternyata bekas suaminya. muripah menaruh belas kasihan mencabut pengaduannya ke polisi, dan mereka rujuk lagi.

18 Januari 1986 | 00.00 WIB

Menjambret membawa keberuntungan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MENJAMBRET membawa keberuntungan. Muripah, 20, penduduk Dukuh Dampal, Desa Dempelrejo, Kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal, Ja-Teng, beberapa waktu yang lalu menghadiri upacara laut di Desa Bandengan. Seperti layaknya remaja, siang itu Muripah mengenakan celana panjang dan baju tipis. Juga perhiasan simpanannya: kalung dan gelang emas. Sepasang mata memperhatikan tingkah lakunya, yang mungkin agak berbeda dari para pengunjung lain. Ke mana pun pergi, dia selalu dibuntuti, tetapi Muripah tidak peduli. Ketika ingin membasahi kerongkongannya di salah satu warung, tiba-tiba Muripah dikagetkan oleh sepasang tangan kekar yang menggunakan pisau - menjambret kalung dan liontin yang dikenakannya. Bahkan pisau itu sempat merobek baju dan memutuskan tali BH-nya. Dia menjerit. Dan si penjambret bisa dibekuk - meski kalung dan pisaunya telah dibuang ke su ngai. Tetapi, tanpa dinyana, sewaktu bertemu di kantor Polisi, keduanya saling memandang, seperti sudah saling kenal sebelumnya. Dan benar. "Dia bekas istri saya," ujar Paidi, 20, terbata-bata. Menurut pengakuan penjambret itu di hadapan polisi, dia telah berpisah setahun dari Muripah - hanya gara-gara cemburu. Si istri pulang ke rumah orangtuanya di Dempelrejo, dan begitu saja mengakhiri hidup rumah tangganya yang sudah dua tahun. "Saya benar-benar pangling. Kalau tahu dia bekas Istri saya, mana mungkm saya menjambretnya?" kata bekas kernet angkutan kota ini. "Setelah berpisah dari Muripah hidup saya tidak tenang, sehingga saya nekat jadi tukang jambret," tambahnya. Meski merasa malu dan terkejut, Muripah ternyata menaruh belas kasihan. Setiap hari dia ke kantor polisi untuk menjenguk. "Sebab, dia pernah baik dengan saya," katanya. "Jadinya, setiap ketemu kami selalu menangis, mengingat yang sudah-sudah serta kejadian yang seharusnya tidak terjadi." Lebih dari itu, dirasa-rasakan, hidup sendirian ternyata sangat sepi. Itulah sebabnya, ujar Muripah, "Kami sudah bertekad untuk membina rumah tangga kembali." Nah. Alhasil, Muripah mencabut pengaduannya ke polisi. "Biarlah mereka hidup rukun apalagi Paidi sudah bertobat," ujar Letkol Marsudi Eko, Kapolres Kendal. Disaksikan para orangtua serta tetangga dekat, Paidi dan Muripah pun bersanding kembali, di hadapan Subandhi, modin Desa Dampal. Mereka belum dikaruniai anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus