LIMA belas tahun lamanya Sunoto, 50, harus menanti untuk bisa mengawini Supiah, 40. Cinta Sunoto sebenarnya sudah sebatas ubun-ubun, tetapi sesuai dengan nasihat dukun, ia mesti kawin pada hari baik supaya kehidupan rumah tangganya tenteram. "Saya dianjurkan agar kawin pada saat HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, ketika ada penyelenggaraan kawin masal," tutur penduduk Desa Sojomulyo, Pati, Jawa Tengah, itu. Dengan sabar, petani yang kini mulai menua itu menanti, tahun demi tahun. Sayang, di desa atau kecamatannya tidak juga ada acara kawin masal. Yang ada cuma sunatan masal melulu. Lha buat apa? Tetapi, kesabaran Sunoto akhirnya berbuah. Dalam memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-40 lalu, di daerahnya ada acara yang telah sekian lama diharapkan: kawin masal. Gratis lagi. Sunoto mendaftar. Dan dia bersama Supiah tercatat di antara 41 pasangan yang memanfaatkan kesempatan baik itu. Bagi Sunoto sendiri, soal biaya sebenarnya tak menjadi soal benar. Dalam kemiskinannya, ia masih mempunyai ternak kambing dan sebidang tanah. "Saya memanfaatkan kesempatan ini semata untuk mencari hari baik," tuturnya. Pada 20 tahun lalu, Sunoto sebenarnya pernah juga menikah. Istrinya ya Supiah itu. Hanya, mereka kelewat sering cekcok dan cakar-cakaran. Dukun yang dimintai advis menyarankan agar mereka bercerai saja. Kalaupun mau kawin lagi, mereka harus mencari hari baik bulan baik, seperti sudah disebut. Lima tahun kemudian, setelah punya satu anak, Sunoto-Supiah memang bercerai. Tapi, mereka berjanji untuk tetap hidup serumah - dan satu ranjang. Dan selama menanti hari baik, pasangan itu mendapat tambahan dua anak. "Mana tahan saya disuruh puasa terus," kata Sunoto. Kini, setelah resmi menjadi suami istri (kembali), mereka benar-benar merasa bahagia. "Kami sudah plong," tutur Sunoto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini