GUMUN lenyap seperti ditelan bumi. Sejak dijemput beberapa petugas hampir sembilan bulan lalu, karena dituduh mencuri pistol dan uang milik seorang perwira tinggi TNI AU, sampai kini ia tak kembali lagi ke rumahnya. Pihak Polri dan Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas), yang diperkirakan menjemput korban, menyangkal sebagai pihak yang menangkap dan menahan Gumun. Akibatnya, sidang praperadilan atas kasus Gumun, 36, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat jadi tersendat-sendat. Meski sudah tiga kali dipanggil, pihak Polri dan Kohanudnas tak pernah hadir. Tetapi hakim tunggal Latulung, yang menyidangkan perkara itu, berharap kedua pihak itu hadir dalam sidang pekan ini. Kalau tidak? "Sidang terpaksa mundur terus," kata Latulung. Iya. Asiah, 34, istri Gumun bin Kartodiprono, lewat Pengacara Iskandar mengajukan tuntutan praperadilan karena menganggap penangkapan dan penahanan atas diri suaminya itu tidak sah. Akibat tindakan yang menyalahi prosedur itu, nasib bekas kopda polisi yang belakangan menjadi tukang parkir itu sampai kini tidak jelas. Karena itu, Iskandar menuntut ganti kerugian kepada Polri dan Kohanudnas Rp 150 juta. Kisah hilangnya Gumun berawal dari hilangnya sebuah tas berisi sepucuk pistol dan uang 3.000 dolar Singapura (sekitar Rp 1,5 juta) milik panglima Kohanudnas Marsda Hartono. Tas tersebut tercuri dari mobil yang diparkir di halaman lapangan tembak, Senayan, pada 28 November 1984. Kebetulan, di situ Gumunlah petugas parkirnya. Ayah empat anak itu dicurigai sebagai pelaku pencurian. Sepuluh hari kemudian, 9 Desember 1984, tiga orang berpakaian preman yang mengaku dari TNI AU mendatangi rumah Gumun di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Pada dinihari itu, menurut Asiah, suaminya dibawa pergi naik mobil gaz bernomor B 1631 ZR. Sewaktu ditanya Gumun mau dibawa ke mana, salah seorang di antara mereka menjawab, "Cari saja di Polda Jakarta." Dua hari kemudian - juga pada dinihari - Gumun kembali. Ia, menurut Asiah, dikawal tujuh orang petugas. "Suami saya dalam keadaan lemah dan seperti orang linglung. Di pelipis dan leher serta lututnya seperti ada bekas luka memar," tutur Asiah. Ia tak sempat berlama-lama memperhatikan suami karena saat itu rumahnya digeledah. Mereka mengatakan mencari pistol dan uang yang hilang itu. Ternyata, mereka tak menemukan apaapa. Dengan tangan terborgol, Gumun dibawa pergi lagi dengan mobil yang sama: B 1631 ZR. Dan sejak saat itulah Gumun hilang tak tentu rimbanya. Sia-sia saja Asiah mencari tahu ke sana kemari. Instansi seperti Mabes TNI AU, Laksusda Jaya, Polda Jakarta, rutan Guntur, ataupun Pondok Gede menyatakan tak tahu-menahu tentang Gumun. Yang diketahui Asiah, salah seorang yang membawa pergi suaminya bernama Sertu Hartoyo dari Polsek Tanah Abang. Asiah menghubungi LBH, yang kemudian menunjuk Iskandar untuk menangani kasus tersebut. Dari pihak Kohanudnas, meski telah dicoba dihubungi, belum diperoleh konfirmasi tentang kasus tersebut. Namun, sebuah sumber di situ menyatakan bahwa kasus Gumun barulah cerita sepihak saja. "Yang jelas, kehilangan senjata api itu sangat mengkhawatirkan karena bisa menimbulkan kejahatan baru," katanya. Pihak Polda Jakarta juga membantah petugasnya pernah menangkap Gumun. "Kasus pencurian pistol dan uang itu memang telah dilaporkan kepada kami. Tetapi, sejauh ini kami baru pada taraf penyelidikan, belum melangkah ke penyidikan," ujar Mayor Made Pastika, kepala Subdis Percurian Berat. Maksudnya, sejauh ini pihaknya baru mengumpulkan informasi dan fakta-fakta siapa kira-kira pencuri tas milik Marsda Hartono itu. Polsek Tanah Abang juga mengatakan tidak tepat bila pihaknya dipraperadi-lankan. Memang, kata sebuah sumber, di Polsek itu ada yang bernama Sertu Hartoyo. Tapi, katanya, "Dia tak pernah menangani kasus Gumun." Gumun, menurut sumber yang lain, agaknya bukan pelaku pencurian pistol dan uang itu. Sebab, pada bulan Januari 1985 lalu, Polda Jakarta menangkap kawanan tersangka perampok bank dan pencuri barang-barang berharga dari dalam mobil. Dua tersangka yang ditangkap, yaitu Tarya dan Sulaeman, kata sumber tadi, mengaku pernah mencuri pistol dan sejumlah uang dari dalam mobil yang diparkir di halaman lapangan tembak. Saat mencuri, katanya, keduanya sempat melihat bahwa di dalam mobil itu ada satu setel pakaian dinas TNI AU dengan tanda pangkat berupa dua bintang. Tapi, belum diperoleh kepastian apakah mobil yang digerayangi itu milik Marsda Hartono atau bukan . Yang jelas, kata Iskandar, selain Gumun, dua rekan Gumun, yaitu Syarif dan Yanto, juga dicurigai sebagai pelaku pencurian itu. Keduanya - pesuruh dan kuli bangunan dilapangan tembak - ditahan 31/2 bulan, entah oleh instansi mana, sebelum dilepas akhir Maret lalu. Keduanya, menurut sebuah sumber, diturunkan di bundaran Grogol tengah malam, dalam keadaan kedua mata tertutup dan diberi sangu Rp 5 ribu. Kini Syarif ataupun Yanto tak lagi berada di Jakarta. Syarif diketahui bermukim di daerah Banten. Konon, ia menolak dijadikan saksi dalam kasus hilangnya Gumun. Menurut Asiah, Gumun sudah 15 tahun menjadi polisi. Terakhir ia bertugas di Polres Tangerang. Karena menggelapkan uang Rp 60 ribu, dan kabarnya sering melakukan pungli, ia dikeluarkan dari dinas dan kemudian menjadi tukang parkir. Harapan Asiah kini hanyalah mendapat kepastian nasib suaminya. "Saya ingin dia kembali, hidup atau mati," ujarnya pilu. Surasono Laporan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini