Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menunggu sungguh menyebalkan. Perasaan itu dialami Nur dan warga RT 03 RW 02, Marunda, Jakarta Utara, lainnya yang menanti pelaksanaan penggusuran rumah. Kediaman Nur sudah diberi kode dengan cat semprot: "B15". "Rumah saya kena gusur," kata Nur, 46 tahun, pekan lalu.
Rumah penduduk di sana memang akan dirobohkan untuk proyek revitalisasi Waduk Marunda. Warga menyambut baik proyek ini. Menurut Nur, sekitar 200 warga sudah setuju direlokasi. Tentu mereka berharap mendapat ganti rugi dan tempat tinggal baru yang layak. Lingkungan mereka saat ini berupa rawa-rawa, tentu tak menerbitkan rasa nyaman. "Katanya kami bakal dipindahkan ke rumah susun Marunda."
Tapi kini mereka hanya bisa menanti karena kegiatan pembangunan tak terlihat lagi. Terakhir, deru alat berat mengeruk waduk terdengar selepas Lebaran, Agustus 2014. Salah satu backhoe kuning kini dibiarkan terparkir di samping rumah Nur. Di seberang rumahnya juga terlihat sepuluh alat berat serupa yang nangkring di atas tanggul waduk setinggi dua meter.
Waduk Marunda adalah salah satu gacoan pemerintah DKI Jakarta untuk meredam banjir. Proyek revitalisasi waduk ini digagas pada 2013, saat Joko Widodo masih menjadi gubernur. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2014, pemerintah menganggarkan dana Rp 15 miliar. Selama hampir setahun dikerjakan, area waduk yang sudah digali mencapai 30 hektare, mengepung permukiman yang dikenal sebagai Kampung Rawa Kuning itu.
Setelah terpilih menjadi presiden, Jokowi sempat kembali mengunjungi Waduk Marunda. Waktu itu dia berjanji proyek ini beres pada akhir 2014. Namun nyatanya belum terbukti hingga kini.
Waduk Marunda direncanakan menampung air dari Kanal Banjir Timur. Pengerukannya mengadopsi konsep Waduk Pluit, antara lain dengan membangun taman untuk rekreasi di sekeliling area waduk. Bila waduk di Jakarta bagian timur ini beres, fungsinya akan bersinergi dengan Waduk Pluit dan Waduk Kamal Muara di Jakarta bagian barat. Trio waduk ini akan bahu-membahu mengurangi banjir di Ibu Kota.
Jakarta memang harus menerima kenyataan bahwa sebagian daratannya berada di bawah permukaan laut. Menurut pakar tata air Firdaus Ali, wilayah Jakarta Utara minus 2,8 meter dari permukaan laut. Dalam kondisi demikian, sumber banjir tidak hanya datang dari sungai, tapi juga rob dari arah laut.
Menurut Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Waduk Marunda akan menahan air sebelum dibuang ke laut. Air waduk akan digelontorkan jika kondisi laut surut. "Kalau aliran air dari sungai langsung masuk ke laut, akan tertahan arus air pasang, Jakarta akan banjir," ujarnya.
Tapi semua itu masih di atas kertas. Sebab, faktanya pembangunan waduk masih terbengkalai. Basuki mengakui proyek ini terhambat karena kepentok anggaran. Dinas Pekerjaan Umum, yang mengerjakan proyek ini, kekurangan dana untuk membebaskan lahan. "Tapi saya menargetkan akhir 2015 Waduk Marunda dan Rawa Kendal harus selesai," kata Basuki.
Saat ini tersisa 20 dari 56 hektare lahan yang belum dibebaskan. Sisanya sudah dibebaskan sejak awal 2014. Jika revitalisasi beres, Waduk Marunda akan memiliki total luas penampang 31,2 hektare. Kedalaman airnya enam meter dengan daya tampung satu juta meter kubik.
Barangkali, jika semua rampung, banyak pihak akan senang. Pemerintah tersenyum karena sukses menggarap proyek. Warga bersuka karena banjir teratasi. Nur dan sejawatnya girang karena direlokasi ke tempat yang lebih baik dan mengantongi uang ganti rugi.
Praga Utama, Aisha Shaidra, Erwan Hermawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo