Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Merah, Kuning, Hijau Rapor Menteri

Presiden Joko Widodo merampungkan penilaian kinerja anggota kabinetnya. Sejumlah menteri terancam didepak. Sri Mulyani Indrawati dan Kuntoro Mangkusubroto ditawari masuk.

29 Juni 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKRETARIS Kabinet Andi Widjajanto bergegas membawa setumpuk berkas keluar dari pintu belakang kantornya, Gedung Utama Sekretariat Negara, di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis dua pekan lalu. Bundel bersampul map dengan kop Sekretariat Kabinet itu berisi laporan 34 menteri yang diminta Presiden Joko Widodo sebagai bagian dari evaluasi kinerja kementerian. "Saya sudah ditunggu Presiden, ini buru-buru," kata Andi kepada Tempo.

Hari itu merupakan batas terakhir pengumpulan laporan kinerja para menteri. Jam tenggat ditetapkan pada pukul tiga sore. Andi bertugas mengumpulkan semua laporan sebelum diserahkan kepada Presiden. Sebuah mobil golf cekatan mengantarkannya ke Istana Negara. Dalam dua menit, ia telah sampai di Istana Merdeka, masih di dalam Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

Ketika membuka rapat kabinet di Kantor Presiden di Jakarta, Senin dua pekan lalu, Jokowi menyampaikan kepada semua menteri ihwal laporan dua lembar folio itu. Isinya adalah kinerja enam bulan yang telah berjalan dan program enam bulan berikutnya. "Laporan ini untuk bahan evaluasi dan mengukur kinerja menteri," ujarnya.

Dalam mengevaluasi kinerja menteri dan kementerian, Jokowi merujuk pada laporan rutin dari Kantor Staf Presiden, Sekretariat Kabinet, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Model laporan kinerja dalam dua lembar kertas folio itu merupakan terobosan anyar Jokowi sebagai bahan mengevaluasi kinerja menteri. Andi Widjajanto mengatakan ada tiga indikator dalam laporan tersebut. "Indikatornya adalah penataan kelembagaan, serapan anggaran, dan kebijakan," katanya Rabu pekan lalu.

Instrumen lain yang digunakan Jokowi untuk mengevaluasi kinerja menteri adalah laporan kemajuan program yang dibuat Kantor Staf Presiden, yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan. Kantor Staf Presiden bertugas mengawasi perkembangan seratus program prioritas. Kementerian dievaluasi lewat kemajuan program prioritas tersebut. Tugas Kantor Staf Presiden sebatas menyampaikan perkembangannya kepada Presiden. "Penilaian menteri sepenuhnya ada di tangan Presiden," ujar Luhut.

Menurut Deputi II Bidang Pengelolaan dan Kajian Program Prioritas Kantor Staf Presiden, Yanuar Nugroho, laporan yang dibuat kantornya bukan per kementerian, melainkan lintas kementerian. Sebab, yang diawasi adalah programnya. Seratus program yang diawasi lintas sektor. Sebanyak 60 dari seratus program yang diawasi masuk sektor pangan, energi, maritim, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan reformasi birokrasi. Sisanya, 40 program, merupakan program dalam sektor industri, pariwisata, teknologi, hukum, perempuan dan anak, kaum marginal, internasional, hutan, dan desa.

Ada tiga indikator yang dijadikan ukuran dalam membuat laporan. Pertama, selesai atau tidaknya penataan struktur organisasi dan tata kerja kementerian; kedua, serapan anggaran; dan ketiga, program prioritas dari kementerian yang diturunkan dari janji Presiden. Dalam setahun, kata Yanuar, evaluasi perkembangan seratus program prioritas dibagi dalam empat tahap per tiga bulan. Triwulan pertama pada April lalu, kuartal kedua pada Juli ini, kuartal ketiga pada Oktober, dan kuartal terakhir pada Januari 2016.

Seorang pejabat Istana yang mengetahui proses evaluasi itu mengatakan Jokowi sudah memberi nilai pada semua menteri. Menurut dia, dalam membuat penilaian, Presiden memberi tanda merah untuk menteri berkinerja buruk, hijau bagi kinerja baik, dan kuning untuk menteri yang performanya biasa-biasa saja. "Rapor itu kemudian menjadi dasar merombak kabinet agar lebih efektif," katanya. "Saat ini Presiden tengah menimbang komposisi baru menterinya."

Sejak awal, Jokowi memang membuka pintu untuk menata ulang kabinet. Dalam wawancara khusus dengan majalah ini akhir Januari lalu, dia memastikan akan melakukan reshuffle. Ketika itu, Jokowi menyatakan sejumlah menteri bekerja tidak baik. Namun, sejak saat itu, rencana tersebut malah meredup karena Presiden justru menahan diri berbicara tentang penggantian menteri.

Gagasan merombak kabinet malah kerap muncul dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia mengatakan akan melakukan evaluasi kabinet bersama Presiden untuk menentukan menteri yang layak diganti. "Akan ada waktunya," ujarnya. Sebelumnya, Kalla menyebutkan perombakan kabinet akan dilakukan setelah Lebaran.

Dari sejumlah menteri yang bakal diganti atau digeser, menurut pejabat Istana itu, menteri bidang ekonomi paling disorot Jokowi. Tidak adanya kebijakan yang memacu perekonomian Indonesia yang sedang lesu menjadi faktor utama. Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil masuk daftar rapor merah karena dinilai kurang memberi backup kepada Presiden tentang makroekonomi. "Koordinasi para menteri ekonomi dinilai kurang bagus," katanya.

Menanggapi hal ini, Sofyan Djalil menyatakan siap dicopot seandainya benar rapornya merah. "Kalau saya tak populer dan di-reshuffle, tak ada masalah," ujarnya.

Nama lain yang masuk daftar merah adalah Menteri Perdagangan Rachmat Gobel. Presiden sempat marah lantaran Rachmat tidak memberi laporan adanya kenaikan harga beras hingga menjadi Rp 10.300 per kilogram. Kemarahan itu disampaikan Jokowi dalam rapat Kabinet Kerja di Istana Bogor, Jawa Barat, pertengahan Maret lalu.

Riuh rendah beredarnya beras plastik di Bekasi, yang belakangan dianggap tak terbukti, sempat pula membuat Jokowi marah. Rachmat Gobel juga disebut bertanggung jawab atas lamanya dwelling time atau waktu labuh kontainer di pelabuhan sebelum memulai perjalanan darat. Ditanyai soal ini, Rachmat mengaku sudah bekerja maksimal. "Tidak bisa melakukan perubahan dalam waktu tiga-enam bulan."

Pejabat Istana tadi mengatakan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebenarnya tak terlalu bermasalah dalam menangani bidang teknis keuangan. Tapi Jokowi memberi catatan merah terhadap komunikasi politik Bambang ke parlemen. Padahal perannya sangat krusial dalam hal politik anggaran. Bambang dinilai tidak memiliki wibawa politik yang baik, tidak seperti ketika Menteri Keuangan dijabat Agus Martowardojo atau Sri Mulyani Indrawati. Ketika ditanyai soal ini, Bambang memilih irit berkomentar. "Saya serahkan ke Presiden," katanya.

Orang dekat Jokowi mengatakan Presiden semula ingin menggeser Menteri Perindustrian Saleh Husin. Tapi belakangan niat itu diurungkan karena ternyata kinerjanya meningkat. "Presiden melihat Saleh Husin sebagai orang yang mau belajar, meski ia tidak menguasai perindustrian awalnya," ujar pejabat Istana tersebut. Selain itu, Saleh ternyata mendapat sokongan dari para pengusaha. Saleh merespons santai soal ini. "Saya yang penting kerja," katanya.

Seperti kepada Saleh, Jokowi sempat kecewa terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. Pangkal soalnya antara lain negosiasi Freeport, Blok Mahakam, dan kisruh pelantikan pejabat eselon I di Kementerian Energi. Tapi, di luar masalah itu, Jokowi puas terhadap kinerjanya. Sudirman pun menyatakan legawa jika ternyata harus dicopot dari jabatan menteri. "Saya tidak berkeberatan diganti," ujarnya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago juga disebut-sebut mendapat rapor merah. "Andrinof dinilai tak mampu menerjemahkan dengan baik Nawacita dan janji kampanye Jokowi ke dalam perencanaan pembangunan," kata seorang anggota Dewan Pertimbangan Presiden menirukan ucapan Jokowi. Andrinof menolak berkomentar. "Saya tidak mau menanggapi info yang tidak jelas," ujarnya.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno juga punya rapor merah. Komunikasi publik Tedjo buruk. Jokowi menyoroti banyak pernyataan Tedjo yang justru menimbulkan kontroversi dan merugikan pemerintah. Misalnya komentar-komentar miring Tedjo dalam konflik Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI.

Kepada orang dekat yang diajak berdiskusi tentang reshuffle, Jokowi juga menyatakan kekecewaannya terhadap Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Keinginan Jokowi adalah mengganti, tapi ia tengah mencari jalan keluar sehubungan dengan jatah Partai Hanura di kabinet.

Yuddy tenang ketika ditanyai kemungkinan ia masuk daftar yang dirombak dari kabinet. "Bagi saya, yang penting bekerja dengan baik sebagai kepanjangan tangan Presiden. Saya serahkan ke Presiden untuk menilainya," katanya. Ketua Umum Partai Hanura Wiranto menyatakan belum ada komunikasi politik berkaitan dengan reshuffle. "Kepada kader Hanura di kabinet, saya instruksikan agar bekerja dengan baik," ujar Wiranto.

Bersamaan dengan rencana bongkar-pasang menteri, Jokowi juga menjajaki sejumlah tokoh untuk masuk ke kabinetnya. Salah satunya Sri Mulyani Indrawati, mantan Menteri Keuangan yang sekarang menjadi Managing Director Bank Dunia. Menurut seorang pejabat Istana, Jokowi sempat dua kali bertemu dengan Sri Mulyani, yang datang ke Jakarta, tiga pekan lalu.

Dalam pertemuan itu, Jokowi meminta Sri Mulyani masuk kabinet menjadi Menteri Koordinator Perekonomian. Namun permintaan itu ditolak secara halus oleh Sri Mulyani. "Dia memberi alasan soal pendapatan dan kekhawatiran terjadinya gejolak politik jika masuk kabinet," kata pejabat yang mengetahui pertemuan itu.

Tokoh lain yang didekati adalah Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut pejabat tadi, Kuntoro juga ditawari menjadi anggota kabinet.

Hingga berita ini diturunkan, Sri Mulyani, yang berdomisili di Washington, DC, Amerika Serikat, belum menjawab pertanyaan tertulis yang dikirimkan via surat elektronik. Adapun Kuntoro menyangkal ada tawaran menjadi menteri. "Tidak ada yang mengajak saya," ujarnya.

Sunudyantoro, Ananda Teresia, Faiz Nashrillah, Tika Primandari, Jobpie Sugiharto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus