Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penarikan dana miliaran rupiah dalam waktu berdekatan pada Oktober 2012 memancing kecurigaan pejabat pusat Bank Rakyat Indonesia Agroniaga (BRI Agro) di Jakarta. Hanya dalam tenggang empat hari, Ketua Koperasi Karyawan Pertamina UPMS-I Medan Khaidar Aswan menarik dana Rp 6,492 miliar di Kantor Cabang Pembantu BRI Agroniaga S. Parman, Medan.
Waktu itu Kantor Pusat BRI Agro Jakarta langsung mengirim tim khusus ke Medan. "Kami curiga ada yang tak beres," kata Direktur Utama BRI Agro Heru Sukanto menceritakan kembali kejadian tersebut, Jumat pekan lalu.
Ternyata kala itu Khaidar tengah mencairkan kredit yang totalnya Rp 20,445 miliar. Sekitar Rp 6 miliar konon merupakan kredit untuk 589 anggota koperasi. Tiap anggota mendapat jatah sekitar Rp 49 juta. Sisanya, Rp 14,445 miliar, kredit untuk pelunasan utang (take over) koperasi di Bank Bumi Putra.
Khaidar tiga kali berturut-turut mencairkan dana. Pertama, pada 15 Oktober 2012, ia mencairkan dana Rp 658,048 juta. Lalu, keesokan harinya, ada penarikan dana Rp 2,149 miliar. Terakhir, pada 18 Oktober, Khaidar menarik uang Rp 3,685 miliar.
Ketika memeriksa dokumen kredit, tim BRI Agro Jakarta menemukan banyak pelanggaran prosedur. Kantor BRI Agro S. Parman yang dikepalai Sri Mulyani, misalnya, tak pernah memverifikasi data pemohon kredit.
Tim Jakarta pun menemukan banyak dokumen kredit yang dipalsukan. Dari 589 daftar penerima pinjaman, menurut Heru, hanya 10 persen yang benar-benar mengajukan kredit dengan dokumen asli. Sisanya, menurut Heru, pemohon kredit dan dokumennya ternyata fiktif.
Pada awal 2013, BRI Agro Jakarta melaporkan dugaan kejahatan bank (fraud) itu ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Setelah kasusnya sekian lama mandek, pada Juli 2014 jaksa menetapkan Khaidar, Sri Mulyani, dan Bambang Wiranto (account officer bank) sebagai tersangka. Jaksa menahan ketiganya sejak Maret lalu. "Mereka dijerat dengan pasal korupsi dan pencucian uang," kata Kepala Seksi Penerangan Umum Kejaksaan Tinggi Chandra Purnama.
Awal Juni lalu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali bergerak. Mereka menyita sejumlah aset milik Khaidar, seperti tanah dan dua stasiun pengisian bahan bakar di Deli Serdang. Menurut Chandra, aset tersebut diduga dibeli dengan dana kredit fiktif.
Ilham Sidik, pengacara Sri Mulyani, mengatakan kliennya dikorbankan oleh kantor pusat yang ingin menjaga reputasi bank. Seharusnya, kata dia, pejabat kantor pusat yang bertanggung jawab. Soalnya, mereka yang menyetujui kredit dan menerbitkan surat kuasa kepada Khaidar untuk memverifikasi data pengajuan kredit. "Klien kami merasa jadi tumbal," ujar Ilham.
Heru menepis tudingan Ilham. Ia beralasan, persetujuan kantor pusat berdasarkan memorandum analisis kredit yang dibuat BRI Agro S. Parman dan disetujui Kantor Cabang BRI Agro Medan. Sebagai kepala cabang pembantu, menurut Heru, Sri Mulyani jelas-jelas merekomendasikan permohonan kredit koperasi itu dikabulkan.
Heru memang membenarkan bahwa BRI Agro pusat pernah memberi kuasa kepada Khaidar untuk mengumpulkan dokumen persyaratan kredit sekaligus menjadi petugas verifikasi di level perusahaan. Namun, menurut dia, surat kuasa itu malah diselewengkan. Khaidar mencatut nama ratusan anggota koperasi dan memalsukan dokumen kredit. Termasuk yang dipalsukan adalah surat rekomendasi dari Pertamina UPMS-I Medan dan slip gaji karyawan. Dokumen itu hanya "dilegalisasi" dengan stempel koperasi.
Kuasa hukum Khaidar, Oktoman Simanjuntak, tak mau berkomentar panjang. Menurut dia, kasus pinjam-meminjam seharusnya masuk ranah perdata. "Semuanya sudah sesuai dengan prosedur, dibuktikan dengan surat persetujuan bank," ujar Oktoman.
Ternyata bukan di BRI Agro saja Khaidar bermasalah. Pada April lalu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara juga menetapkan dia sebagai tersangka kredit fiktif senilai Rp 27 miliar di Bank Syariah Mandiri Cabang Gajah Mada, Medan. Dalam kasus ini, dua pegawai bank menjadi tersangka. Mereka adalah Wasirudin (kepala cabang) dan Nurhadi (account officer). "Modusnya sama, dengan memalsukan dokumen" kata Chandra.
Syailendra Persada (Jakarta), Salomon Pandia (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo