Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DARI kampung halamannya, Agus Condro Prayitno mengungkapkan rasa sukacita satu jam setelah mendengar mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom ditetapkan sebagai tersangka kasus suap cek pelawat. "Mata rantai yang putus itu tersambung lagi," kata mantan politikus PDI Perjuangan ini, yang menetap di Desa Kedungrejo, Batang, Jawa Tengah, sejak mendapat pembebasan bersyarat pada Oktober 2011.
Namun Agus mengatakan masih ada yang mengganjal dalam pengusutan perkara suap yang mengantarkan 29 anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 ke hotel prodeo itu. Selain soal siapa sponsor cek pelawat, masih ada anggota Dewan yang kebagian cek tapi tidak diproses Komisi Pemberantasan Korupsi. "Mereka adalah Emir Moeis dan Sukardjo Hardjosoewiryo," katanya.
Menurut sang peniup peluit kasus suap cek pelawat ini, dua politikus itu telah mengaku di persidangan menerima cek dari anggota DPR dari PDI Perjuangan, Panda Nababan. Belakangan mereka diketahui mengembalikan dana suap itu ke KPK sebelum proses penyidikan dimulai. "Saya melakukan hal yang sama," katanya. "Tapi mengapa saya masuk, mereka tetap bebas."
Di hadapan penyidik KPK, Emir Moeis mengakui soal pemberian cek ini. Menurut dia, pada 9 Juni 2004, di lantai tujuh ruang kerja Ketua Fraksi PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, dia disodori amplop putih berisi empat lembar cek pelawat senilai Rp 200 juta oleh Panda Nababan. "Pan, gue enggak mau terima amplop ini. Benar ini dari Miranda?" ujar Emir dalam dokumen pemeriksaan. Panda menjawab, "Itu bukan dari Miranda." Namun Emir berkukuh tidak menerima.
Tiga hari kemudian, Emir dipanggil Panda ke ruang kerjanya. Empat lembar cek pelawat itu kembali disodorkan. "Mir, ini ada bantuan fraksi untuk konstituen di wilayah," katanya mengutip Panda. Emir menerima dan memerintahkan Sapto Amal Damandari, asistennya, mencairkan cek itu. Dana itu kemudian dipakai untuk biaya carter pesawat dan penyelenggaraan kejuaraan bola voli Emir Moeis Cup di Kabupaten Penajam, Kalimantan Timur. Sukardjo, saat menjadi saksi di persidangan terdakwa cek pelawat pada Maret 2010, juga membenarkan pemberian cek itu.
Selain politikus Partai Banteng, sejumlah politikus Partai Golongan Karya yang disebut-sebut menerima cek pelawat juga lolos dari perkara hukum. Adalah Hamka Yandhu, politikus partai berlambang Beringin itu, yang membuka soal aliran cek pelawat kepada koleganya. Dalam dokumen pemeriksaan KPK pada akhir Januari 2011, Hamka menceritakan soal pembagian cek pelawat kepada sejumlah legislator. Dia menjelaskan, pembagian cek itu dilakukan di Hotel Mulia, Senayan, kepada empat anggota Dewan dari Golkar, yang salah satunya Paskah Suzetta. "Ini jatahnya, Kang," ujar Hamka kepada Paskah saat menyerahkan cek itu seperti tertulis di dokumen pemeriksaan.
Setelah itu, pada 9 Juni 2004, dia juga membagikan dana tunai kepada Abdullah Zaini dan Nurdin Halid, masing-masing Rp 500 juta. Menurut dia, penyerahan tunai dilakukan karena Nurdin langsung bepergian ke luar negeri sesaat setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.
Ada enam cek pelawat senilai Rp 300 juta untuk Mochammad Hatta dan Rp 200 juta kepada Yahya Zaini. Dua legislator ini mendapat setoran karena masing-masing menjabat sebagai ketua dan sekretaris Fraksi Golkar di DPR. "Jatah Hatta dan Yahya semula akan diberikan ke Muhammad S. Hidayat," kata Hamka.
Hamka ketika dihubungi Tempo menolak berkomentar. "Maaf, saya sedang rapat," ujarnya. Adapun Hidayat saat diperiksa KPK membantah pernyataan Hamka. "Tidak benar," katanya ketika itu. Nurdin juga mengelak pernah menerima uang dari Hamka. "Saya tidak pernah terima kayak-kayak itu," ujarnya.
Penyidik KPK yang enggan disebutkan namanya mengatakan tidak diseretnya para politikus itu karena kurangnya alat bukti mereka menerima cek. Sebab, yang ada hanya sebatas pengakuan satu orang saksi. "Saat ditelusuri, orang yang mencairkan cek tidak cukup bukti mengaitkan dengan para politikus itu," katanya.
Setri Yasra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo