Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG isya, Selasa pekan lalu, Syariefuddin Hasan tiba di Puri Cikeas, kediaman Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah ini langsung menuju pendapa dan mendapati tiga anggota Dewan Pembina lainnya—Everest Erenst Mangindaan, Agus Abubakar, dan Achmad Mubarok—sedang asyik berbincang.
Satu per satu pembina Partai Biru yang lain datang. Berturut-turut, Amir Syamsuddin, Marzuki Alie, Andi Mallarangeng, T.B. Silalahi, Ventje Rumangkang, Jero Wacik, Soekarwo, dan Sinyo Hari Sarundajang. Setelah semua berkumpul, mereka dipersilakan menuju ruang makan. Di atas meja sudah terhidang Bakso Sukowati dan Soto Bangkong. Bakso Sukowati tak pernah absen dari daftar hidangan di kediaman Presiden. "Memang enak, sih," kata Syariefuddin.
Seusai makan malam, para tamu diminta pindah ke perpustakaan, ruang tempat Yudhoyono biasa menggelar pertemuan. Tak lama kemudian, Ki Lurah—panggilan Yudhoyono saat di akademi militer—datang bergabung. Mengawali pertemuan tiga jam itu, Yudhoyono meminta yang hadir menyampaikan pandangan masing-masing.
Menurut Syarief, rapat yang digelar awal minggu itu hanya pertemuan rutin. Namun dalam pertemuan ini para petinggi partai sedang gelisah. Di hadapan mereka masing-masing tercogok salinan hasil penelitian Lembaga Survei Indonesia.
Wakil Dewan Pembina Marzuki Alie dan Sekretaris Andi Mallarangeng ditugasi menyampaikan hasil survei itu. Intinya, popularitas pemenang Pemilihan Umum 2009 itu turun, dari 21 persen menjadi 14 persen, hanya dalam waktu enam bulan.
Pemicunya, menurut Syariefuddin, apa lagi kalau bukan pemberitaan di media tentang kasus-kasus korupsi yang menjerat petinggi partai. Hasil survei ini rupanya menjadi sinyal buruk bagi partai. Karena itulah pertemuan malam tersebut merekomendasikan empat hal: meningkatkan konsolidasi partai, memperkuat barisan, mencetak kader-kader militan, dan mendukung program pemerintah.
Sejak pagi, menjelang rapat di Dewan Pembina di Cikeas sudah muncul spekulasi pertemuan itu demi menyiapkan vonis untuk Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat. Nama mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam ini sudah berkali-kali disebut dalam persidangan kasus suap Wisma Atlet SEA Games Palembang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, sejak Desember lalu.
Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, yang menjadi tersangka, mengatakan ada aliran dana untuk memenangkan Anas sebagai ketua umum. Dana itu berasal dari komisi dari pengaturan tender sejumlah proyek pemerintah. Mindo Rosalina Manulang, Direktur PT Anak Negeri, juga menyebutkan keterlibatan Anas di perusahaan Nazaruddin. Belakangan Yulianis, Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, memperkuat keterangan soal sepak terjang Anas dalam kancah proyek Nazaruddin.
Sumber Tempo mengatakan pertemuan di Cikeas bukan satu-satunya pertemuan petinggi Demokrat yang digelar minggu itu. Setidaknya ada empat pertemuan petinggi partai yang digelar sebelumnya. Pertama, pertemuan digelar di kantor Dewan Pembina di Kemayoran. Malam harinya, Anas dipanggil menghadap Yudhoyono ke Cikeas. Selasa malam, giliran anggota Dewan Pembina ke Cikeas. Dan, pada Rabu, Anas yang menggelar rapat pimpinan partai di kantor DPP Demokrat Kramat.
Sumber itu mengatakan pertemuan di Kemayoran secara khusus membahas soal Anas. Meski rapat diadakan mendadak, 21 anggota hadir pada siang yang terik berbarengan dengan hari libur Imlek itu. "Salah satu kesepakatan dari pertemuan itu, Anas harus mundur atau nonaktif dari jabatannya di partai," katanya.
Awalnya, Anas akan diminta mundur dengan hormat. Jika menolak, dia akan diminta secara paksa. "Dari 21 anggota Dewan Pembina yang hadir, hanya dua yang tidak setuju," kata sumber tadi. Meski mayoritas mengiyakan, rapat itu tetap menyepakati bahwa keputusan akhir ada di tangan Yudhoyono.
Lalu, esok harinya, sebagian dari yang hadir di Kemayoran menghadap ke Cikeas dan menyampaikan hasil musyawarah itu. "Rekomendasi ini jelas sekali disampaikan ke Ketua Dewan Pembina," kata sumber tadi.
Yudhoyono, kata sumber itu, tidak langsung memberi keputusan. Dia berjanji akan memanggil Anas terlebih dulu. Bersamaan dengan itu, Yudhoyono mempertimbangkan perkembangan kasus Anas di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut dia, dampak buruk yang bakal muncul bagi partai jika Anas didepak menjadi pertimbangan Yudhoyono. "Istilahnya bagaimana menarik benang dari tepung tanpa membuat tepung terburai."
Syarief membantah anggapan bahwa rapat membahas opsi mundur dan nonaktif bagi Anas. Meski begitu, dia mengatakan anggaran dasar partai mengatur hal itu jika pengurus tersangkut perkara hukum. "Masa bakti kepengurusan lima tahun. Kalau kepengurusan tidak bisa melakukan tugasnya karena sesuatu hal, maka ditunjuk plt (pelaksana tugas)," katanya.
Anggota Dewan Pembina yang dikenal dekat dengan Anas, Achmad Mubarok, juga membantah. Menurut dia, Ketua Dewan Pembina memang meminta prinsip etika politik ditegakkan. Prinsip itu berlaku bagi siapa pun kader yang terlibat kasus dan menjadi tersangka harus langsung mengundurkan diri. "Tapi itu bukan secara khusus diarahkan ke Anas," katanya, "tetapi kepada seluruh kader partai."
Sebaliknya, anggota Dewan Pembina yang lain, Ventje Rumangkang, membenarkan kabar bahwa pertemuan malam itu membahas soal Anas. Menurut dia, desakan mundur dari kalangan pendiri partai sudah lama mengemuka. Permintaan ini disampaikan secara terbuka dalam pertemuan Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat di Hotel Sultan pertengahan tahun lalu.
Ventje bahkan terang-terangan menuding orang-orang partai yang terlibat kasus korupsi Wisma Atlet sebagai penyebab penurunan popularitas partai secara tajam. "Seyogianya dia bersikap kesatria untuk menghadapi perkara-perkara yang dituduhkan," katanya menunjuk Anas.
Sekretaris Dewan Pembina Amir Syamsuddin juga membenarkan. Dia mengaku mengusulkan agar Anas lebih aktif tampil di media. "Saran ini diamini oleh Ketua Dewan Pembina," katanya.
Menurut Amir, diamnya Anas justru menjadi sumber masalah. Sikap itu justru menimbulkan pertanyaan di kalangan publik, apakah tudingan yang dilancarkan terhadap Anas benar atau tidak. Anas juga diminta lebih tegas supaya posisinya dalam kasus yang ramai dibicarakan menjadi lebih jelas.
Anas membantah keras jika disebut diminta mundur. Dia mengakui dipanggil Yudhoyono ke Cikeas pada Senin pekan lalu bersama dengan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono. Pertemuan rutin itu hanya membahas perkembangan partai dan program konsolidasi partai. "Tidak ada dorongan nonaktif," katanya.
Kartika Candra, Nur Alfiyah (Jakarta), Fatkhurrohman Taufiq (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo