KOTA Padang memang belum memiliki bis kota. Tapi sementara
kebutuhan angkutan dalam kota hanya memerlukan sekitar 250
kendaraan umum (kecil) jumlah kendaraan yang ada sekarang jauh
melebihi kebutuhan itu. Kendaraan dari jenis datsun saja sudah
hampir mencapai jumlah keperluan itu. Belum terhitung
oplet-oplet tua maupun baru honda mini, suzuki, daihatsu,
malahan bemo lebih dari 100 buah.
Terlalu banyaknya kendaraan dalam kota yang beroperasi tak hanya
menyebabkan terminal Goan Hoat seluas lapangan bola itu semakin
sempit. Tapi juga membuahkan persaingan tak sehat. Lebih-lebih
lagi, kebanyakan kendaraan itu hanya mangkal di terminal
menunggu penumpang. Tempat pemberhentian pun semakin padat dan
sekaligus menyebabkan lalu-lintas jalan sekitarnya kacau.
"Kendaraan angkutan dalam kota jangan hanya mangkal, harus jalan
terus" teriak Walikota Padang belum lama ini. Jika masih tidak
tertib, ancamnya, bis kota terpaksa dioperasikan. Maksud
walikota tentu saja kendaraan-kendaraan itu mengambil penumpang
di jalan saja, tidak menumpuk di terminal.
Dan memang ancaman walikota ada hasilnya. Para pengemudi
sekarang mulai ada yang bergerilya di sepanjang jalan
memperebutkan penumpang, sementara sang kenek harus
berteriak-teriak terus seperti penjual obat. Lebih-lebih karena
penumpang kota ini memang belum dapat dikatakan tertib, mereka
biasa menghentikan kendaraan di sembarang tempat. Akibatnya
kendaraan-kendaraan itupun berhenti seenaknya. Bahlcan beberapa
halte yang dibuat oleh beberapa pengusaha industri tak
berfungsi, bahkan dianggap tak ada baik oleh penumpang maupun
pengemudi-pengemudi kendaraan kota.
Mengapa
Melihat keadaan begitu tak sedikit warga kota ini yang memandang
terminal Coan Hoat yang bekas terinal bis antar kota itu sebagai
tak tepat lagi. Artinya lebih kena jika dipindahkan saja ke
bagian pinggir kota. Tapi jika ini dilakukan, berarti pengaturan
lalu-lintas di dalam kota harus dirombak lagi. Lebih-lebih pula
perubahan semacam ini biasanya akan memancing reaksi tak sedikit
dari para warga kota. Jangankan memindahkan terminal oplet,
tindakan mengalihkan daerah operasi bemo ke tempat lain beberapa
waktu lalu balaikota Padang dihujani reaksi yang cukup deras.
Jadi, rupanya dari pada memancing reaksi masyarakat. balaikota
merasa lebih tepat dengan melakukan penertiban-penertiban. Namun
meskipun sudah terlanjur, angkutan umum dalam kota yang begitu
ramai, dinilai oleh para pengusaha angkutan sebagai kesalahan
pihak balaikota juga. "Mengapa dari dulu-dulu jumlahnya tidak
dibatasi" kata mereka. Beberapa waktu lalu tampaknya siapa punya
uang, bisa saja tiba-tiba menjadi pengusaha angkutan dan begitu
saja beroperasi di dalam kota. Akibatnya sekarang jumlah
kendaraan itu meluap, sedangkan pemecahan yang pasti tampaknya
belum terlihat. "Banyak juga di antara oplet yang baru-baru itu
milik pejabat" kata seorang pengusaha angkutan. Ini kan biasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini