Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Merekapun bergerilya

Jumlah kendaraan angkutan umum di kota padang melebihi kebutuhan. akibatnya ketertiban kota & lalu lintas semrawut. perlu adanya pembatasan jumlah kendaraan umum & ketertiban terminal.

17 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOTA Padang memang belum memiliki bis kota. Tapi sementara kebutuhan angkutan dalam kota hanya memerlukan sekitar 250 kendaraan umum (kecil) jumlah kendaraan yang ada sekarang jauh melebihi kebutuhan itu. Kendaraan dari jenis datsun saja sudah hampir mencapai jumlah keperluan itu. Belum terhitung oplet-oplet tua maupun baru honda mini, suzuki, daihatsu, malahan bemo lebih dari 100 buah. Terlalu banyaknya kendaraan dalam kota yang beroperasi tak hanya menyebabkan terminal Goan Hoat seluas lapangan bola itu semakin sempit. Tapi juga membuahkan persaingan tak sehat. Lebih-lebih lagi, kebanyakan kendaraan itu hanya mangkal di terminal menunggu penumpang. Tempat pemberhentian pun semakin padat dan sekaligus menyebabkan lalu-lintas jalan sekitarnya kacau. "Kendaraan angkutan dalam kota jangan hanya mangkal, harus jalan terus" teriak Walikota Padang belum lama ini. Jika masih tidak tertib, ancamnya, bis kota terpaksa dioperasikan. Maksud walikota tentu saja kendaraan-kendaraan itu mengambil penumpang di jalan saja, tidak menumpuk di terminal. Dan memang ancaman walikota ada hasilnya. Para pengemudi sekarang mulai ada yang bergerilya di sepanjang jalan memperebutkan penumpang, sementara sang kenek harus berteriak-teriak terus seperti penjual obat. Lebih-lebih karena penumpang kota ini memang belum dapat dikatakan tertib, mereka biasa menghentikan kendaraan di sembarang tempat. Akibatnya kendaraan-kendaraan itupun berhenti seenaknya. Bahlcan beberapa halte yang dibuat oleh beberapa pengusaha industri tak berfungsi, bahkan dianggap tak ada baik oleh penumpang maupun pengemudi-pengemudi kendaraan kota. Mengapa Melihat keadaan begitu tak sedikit warga kota ini yang memandang terminal Coan Hoat yang bekas terinal bis antar kota itu sebagai tak tepat lagi. Artinya lebih kena jika dipindahkan saja ke bagian pinggir kota. Tapi jika ini dilakukan, berarti pengaturan lalu-lintas di dalam kota harus dirombak lagi. Lebih-lebih pula perubahan semacam ini biasanya akan memancing reaksi tak sedikit dari para warga kota. Jangankan memindahkan terminal oplet, tindakan mengalihkan daerah operasi bemo ke tempat lain beberapa waktu lalu balaikota Padang dihujani reaksi yang cukup deras. Jadi, rupanya dari pada memancing reaksi masyarakat. balaikota merasa lebih tepat dengan melakukan penertiban-penertiban. Namun meskipun sudah terlanjur, angkutan umum dalam kota yang begitu ramai, dinilai oleh para pengusaha angkutan sebagai kesalahan pihak balaikota juga. "Mengapa dari dulu-dulu jumlahnya tidak dibatasi" kata mereka. Beberapa waktu lalu tampaknya siapa punya uang, bisa saja tiba-tiba menjadi pengusaha angkutan dan begitu saja beroperasi di dalam kota. Akibatnya sekarang jumlah kendaraan itu meluap, sedangkan pemecahan yang pasti tampaknya belum terlihat. "Banyak juga di antara oplet yang baru-baru itu milik pejabat" kata seorang pengusaha angkutan. Ini kan biasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus