Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mewadahi Investasi Gaya Baru

Mayoritas adalah pemula yang baru belajar berinvestasi.

1 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mayoritas adalah pemula yang baru belajar berinvestasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehadiran start-up fintech lending tidak hanya memberi angin segar bagi calon-calon peminjam yang tak masuk dalam radar perbankan. Beberapa start-up yang mengelola peer-to-peer (P2P) lending menyediakan wadah yang sangat besar bagi masyarakat untuk berinvestasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti dilakukan oleh KoinWorks. Perusahaan ini mengajak masyarakat berinvestasi mulai dari nominal Rp 100 ribu. Jumlah ini setara dengan uang pulsa atau telepon bulanan dalam daftar kebutuhan hidup layak yang jadi pertimbangan Dewan Pengupahan Jakarta. "Dengan ini, semua orang bisa belajar berinvestasi," kata CEO KoinWorks, Benedicto Haryono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam menjalankan bisnisnya, Ben-panggilannya-mengatakan sering kali bersinggungan dengan investor milenial. Sebab, mayoritas investor individual yang menjajal berinvestasi di KoinWorks adalah kaum milenial. "Kebanyakan di bawah 40 tahun, dan target kami memang yang berusia 25-35 tahun," ujar dia. Bisnis ini pun identik dengan bisnis milenial.

Menurut Ben, volume rata-rata investasi individual ini berada di angka Rp 5 juta. "Karena kebanyakan masih baru, masih belajar, masih coba-coba." Ben mengatakan investasi ini sangat disukai milenial. "Karena mereka sangat suka yang instan dan bisa mulai dari nominal Rp 100 ribu," tuturnya.

Ben menambahkan, sejak pertama kali berdiri, perusahaan yang digawanginya ini tidak pernah jorjoran mencari peminjam. Mereka justru lebih agresif "mengiklan" untuk menjaring investor-investor baru. Para investor dilatih untuk memahami tingkat risiko dari setiap tindakan investasi yang dilakukan. Jadi, kata Ben, tetap ada edukasi mengenai risk and return.

Sementara itu, chairman dan co-founder KoinWorks, Willy Arifin, mengatakan skema bisnis yang diusung P2P lending bukan hal asing. Sebab, pada dasarnya itu bentuk simpan-pinjam yang lumrah dan mudah dipahami. "Ini bisnis yang sudah lama mereka tahu, hanya saja sekarang berpindah mediumnya, platformnya."

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016, kebutuhan pembiayaan (pinjaman) nasional mencapai Rp 1.600 triliun. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar Rp 600 triliun yang bisa dilayani bank dan lembaga keuangan lainnya. "Ini berarti, masih ada kekurangan sekitar Rp 1.000 triliun yang dapat diisi oleh fintech lending," kata peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira.

Co-founder Taralite, Victor Timothy, mengatakan fintech lending dapat dikatakan pula sebagai sarana investasi baru bagi perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya. "Fintech lending tidak bisa disejajarkan sebagai kompetitor karena bisa saling mengisi," kata dia. Perbankan justru bisa berperan sebagai pemberi dana atau investor bagi para fintech lending. "OJK sendiri mendorong perbankan untuk berkolaborasi dengan fintech."

Selain itu, kata Victor, setiap fintech lending sudah memiliki mitigasi risiko yang mumpuni. Taralite, kata dia, menggunakan kecanggihan teknologi untuk meminimalkan risiko sejak awal. Misalnya, kata dia, menggunakan OTP (one time password) untuk mengecek apakah nomor handphone yang didaftarkan betul-betul aktif dan betul-betul miliknya.

Untuk meminimalkan risiko, kata dia, uang yang didapatkan dari satu investor tidak akan digunakan untuk membiayai satu peminjam saja. "Misalnya ada 100 juta, itu akan dipecah ke 10 pembiayaan. Sehingga, jika ada dua yang macet, setidaknya masih ada delapan lagi," kata dia.

Salah seorang yang sudah menjajal bisnis ini adalah Denise, 28 tahun, karyawan swasta yang menjajal berinvestasi di P2P lending. "Return-nya lebih bagus dari deposito, makanya saya tertarik." Selain itu, kata Denise, ada perasaan bangga ketika bisa membantu sesama, sementara dia sendiri mendapatkan keuntungan dari investasi tersebut.

Willy mengatakan, selama menjalani bisnis bersama KoinWorks, dia mendapati banyak tipe investor. Ada yang memang hanya mau berinvestasi di pendidikan-meski return dibatasi 15 persen-ada pula yang hanya mau membiayai perempuan, dan sebagainya. "Ini menunjukkan terkadang investasi ini tidak dapat ditanggapi secara dingin sebatas transaksi, ada orang-orang yang menjadikannya sebagai misi sosial sembari berinvestasi," kata dia.

Meski demikian, para investor tetap harus mengenali risiko dari setiap investasi yang dilakukan. DINI PRAMITA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus