Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Berita Tempo Plus

Pusaran Waktu Marabahan (Raudal Tanjung Banua)

Marabahan, pusaran waktu Dua sungai, dua aliran besar bertemu berpusar di urat nadimu.

1 September 2018 | 00.00 WIB

Pusaran Waktu Marabahan (Raudal Tanjung Banua)
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marabahan, pusaran waktu
Dua sungai, dua aliran besar bertemu
berpusar di urat nadimu. Dua masa abadi
Berdetak dalam hening semadi

Kiambang dan teratai
mekar di arus pertemuan
Kau mengambang
Menolak angslup dari kekal
Bersama pasar, dermaga, warung makan,
dan rumah-rumah kayu di tepian
Kau berputar
Menjadi bagian dari dunia, dua dunia:
Dunia atas-air dan dunia bawah-air, mengalir
dari hulu ke kuala, dari dulu
ke ini masa, maka genap lengkaplah
rayau-raya ini semesta!

Ke dalam ulek-mu, Marabahan,
kulempar mata enggangku yang liar
Jalalah dengan tangan gaib peri kebun
Hantu-hantu air dan roh jembalang hutan
Perciki air jeruk ladang tinggal
Lalu letakkan tubuhku di atas sekeping papan
Tempatku mengambang dan ikut berputar
Jadi semadi dalam semadi
hingga segalanya membayang:

Panglima Wangkang. Datuk Bakumpai
Tabib Kabun dan orang-orang Rumah Bulat
diam-diam mencatat nama dan wajah samar
seorang lelaki pelarian yang hilang
ditelan kabut sungai

Pusaran waktu, Marabahan
Dua sungai seribu kelokan
Semua menuju masuk
ke jagad semadimu!

Pohon-pohon tumbang bersilih
jadi ular-ular besar tanpa kulit, licin
mengerikan. Terhumbalang hanyut
ke kuala. Lumpur galian emas permata
Didulang tangan derita, kilaunya
direnggut tangan-tangan tak kasatmata
melayang layah ke pasar-pasar di kota
Bibit-bibit sawit seperti parasit dan wabah kolera
dibawa kapal hantu jauh ke hulu
Lalu dari kelokan yang lain
Naga sisik hitam muncul bagai siluman
Membawa jerit sakit, panjang dan dalam,
bukit-bukit batu tanah galian

Kau terjaga
Tapi bersama pasar yang mulai ramai
tawar-menawar, apa yang bisa kau lakukan?
Tak ada, selain menunggu kiambang-teratai
kembali bertaut. Sungai-sungai meninggi
pasang-surut. Betapa larut. Sementara aku
terlempar sendiri ke dalam keruh urat nadimu
yang kian lambat pusarannya, kian lemah detaknya
Sebelum akhirnya mengantarku pergi
dari dermaga

(Marabahan, kota Marabahan, kutinggalkan ia
seperti lelaki tua yang perlahan merebahkan badan
ke atas sampan yang tak membawanya ke mana-mana

Ia pertapa tabah mengambang sepi
dari masa ke masa)

2018

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus