Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SOAL Citarum, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil ingat pada masa lima tahun silam. Ia kecewa kepada Balai Besar Wilayah Sungai Citarum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang tak menggubris idenya membuat "pipa gendong", bak penampung limbah rumah tangga agar masyarakat tak membuangnya ke sungai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pipa gendong adalah pipa besar yang dipasang di sepanjang sungai. Fungsinya menampung semua limbah yang keluar dari pipa-pipa kecil milik rumah penduduk yang berdiri di kawasan kumuh di sepanjang bantaran sungai. Dengan cara seperti itu, Ridwan meyakini sungai tak akan tercemar lagi oleh limbah domestik. "Pipa gendong itu solusi jangka pendek," ujar Ridwan, Rabu pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semula, Pemerintah Kota Bandung akan membuat pipa gendong sendiri. Namun rencana itu gagal lantaran badan sungai berada di bawah wewenang Kementerian Pekerjaan Umum. Dalam rapat sosialisasi dan koordinasi program Citarum Harum di Gedung Sate, Bandung, Januari lalu, ia kembali menyinggungnya. Dalam rapat tersebut, hadir juga perwakilan dari Balai Besar.
Sebaliknya, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Citarum Yudha Mediawan mengatakan ide Ridwan tidak bisa terealisasi karena mengatasi limbah rumah tangga bukan tugas lembaganya, melainkan pemerintah Bandung. Lagi pula, menurut Yudha, pipa gendong bisa mengganggu debit air saat hujan lantaran dipasang di tebing sungai. "Kami balik menyarankan bikin pipa di dalam tanah di bantaran," ujar Yudha.
Balai Besar, Yudha menyebutkan, hanya bertugas mengurus badan sungai, seperti mengeruk lumpur serta membuat sodetan dan kolam pencegah banjir dengan anggaran sekitar Rp 1 triliun setiap tahun. Kepala Bidang Operasional Balai Besar Wilayah Sungai Citarum Mochamad Dian Alma'ruf mengatakan salah satu pekerjaan yang tak kunjung beres adalah pengerukan lumpur penyebab sedimentasi.
Menurut Dian, sedimentasi di Citarum tetap ada jika sumbernya tidak dibenahi. "Kalau sumbernya tidak ditangani juga, mau ngeruk berapa pun biayanya, sedimentasi tetap ada," ujarnya. Sumber sedimentasinya adalah daerah hulu Citarum, Gunung Wayang di Kabupaten Bandung, yang beralih fungsi menjadi kebun wortel, kol, kentang, dan bawang. Tugas mengurus hutan ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Perum Perhutani.
Kepala Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Djonli mengatakan sudah berupaya menghijaukan kembali hutan di daerah hulu Citarum dengan menanam pohon di lahan seluas 5.475 hektare pada 2015. Begitu juga Perhutani, yang mengklaim sedang menanam pohon di hulu. "Untuk detailnya, silakan lihat ke lapangan," kata Wakil Kepala Divisi Regional Perhutani Jawa Barat dan Banten Endung Trihartaka.
Djonli setuju persoalan Citarum tak kunjung selesai bertahun-tahun karena setiap lembaga bekerja sendiri-sendiri, termasuk kementeriannya. "Koordinasinya kurang kencang. Kuncinya sebenarnya di Gubernur Jawa Barat karena punya kekuatan di bawah. Kalau kami tidak punya kekuatan. Bisa saja kami tanam hari ini, besoknya dicabut masyarakat."
Sebaliknya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan problem Citarum bukan wewenangnya karena berbenturan dengan lembaga setingkat menteri. "Saya hanya bisa mensosialisasi ke masyarakat agar tak buang sampah sembarangan," ucapnya. Aher bahkan gagal menunaikan janji kampanye periode kedua jadi gubernur, yakni akan mengubah air Citarum menjadi bisa diminum.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo