Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Haru-biru Umat Katolik Mengikuti Misa Agung Paus Fransiskus

Umat Katolik antusias mengikuti kunjungan Paus Fransiskus. Rela mengeluarkan duit besar untuk mengikuti misa akbar.

8 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENEMPUH perjalanan lebih dari 4.500 kilometer menuju Jakarta, Paulina Resubun hanya punya satu tekad, yaitu bertemu dengan Paus Fransiskus. Berangkat dari rumahnya di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, perempuan 39 tahun itu ingin mendapatkan berkat langsung dari Bapa Suci—sebutan lain paus. Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Merauke itu tak mau melewatkan kunjungan Paus ke Indonesia.

Paulina memanfaatkan momen pelatihan keperawatan intensive care unit untuk anak di sebuah hotel di Jakarta Pusat. Rumah sakitnya pun membelikan tiket pesawat agar Paulina bisa ke Jakarta. “Kalau beli sendiri tiketnya mahal, sampai Rp 5 juta sekali jalan,” katanya kepada Tempo di parkir timur Gelora Bung Karno, Kamis, 5 September 2024.

Dia sebenarnya ingin mengikuti misa akbar yang dipimpin Paus Fransiskus. Tapi ia tak mendapatkan tiket masuk. Menolak menyerah, pada Rabu, 4 September 2024, Paulina nongkrong di depan Gereja Katedral, Jakarta Pusat, sejak sore hingga malam. Ia menunggu rombongan Paus keluar dari gereja itu.

Yang ditunggu Paulina akhirnya lewat juga. Mobil Toyota Innova Zenix putih yang ditumpangi Paus Fransiskus berjalan ke luar Katedral. Jendela bagian depannya terbuka. Paus yang duduk di depan melambaikan tangan ke arah kerumunan manusia di depan gereja.

Paulina tak hanya ingin bertemu dengan Paus. Ia juga ingin ngalap berkah dengan memegang tangan Fransiskus. Paulina berharap persentuhannya dengan Bapa Suci bisa membuat rencananya menempuh studi pascasarjana ke Jerman terwujud.

Nekat, ia menerobos kerumunan, lalu mengejar mobil putih itu. Paulina berhasil. Meski sekejap, ia bisa menyentuh tangan pemimpin umat Katolik sedunia itu. Seiring dengan menjauhnya rombongan Vatikan, air mata Paulina menetes. Ia berteriak penuh syukur. “Puji Tuhan, saya begitu bahagia menyentuh tangan Paus,” ujar Paulina. Orang-orang di sekitarnya pun terharu. 

Esoknya, Kamis, 5 September 2024, Paulina datang ke Gelora Bung Karno. Ia berharap bisa masuk ke stadion, tempat misa diselenggarakan. Tapi keberuntungannya habis. Paulina hanya bisa mengikuti misa akbar dari layar besar di luar stadion. Toh, dia tetap bersyukur. Ia ikut melantunkan “Ave Maria” ketika mendengar lagu itu bergema menyambut Fransiskus.

Di dalam Gelora Bung Karno yang dipenuhi lebih dari 80 ribu pemeluk Katolik, Mespin Zulian Samaloisa juga bersukacita. Ia datang dari Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, bersama istri dan anaknya yang berusia tiga tahun. Pelaksana tugas Kepala Sekolah Dasar Negeri 34 Sinaka, Mentawai, ini mengeluarkan duit hingga Rp 15 juta untuk membayar tiket pesawat dan hotel.

Mespin langsung mengajukan namanya dan anggota keluarganya ketika paroki tempat dia beribadah membuka pendaftaran mengikuti misa akbar di Jakarta pada Juli 2024. Padahal saat itu ia belum punya duit cukup. “Saya bilang ke istri, daftar saja dulu. Soal uang, nanti pasti ada jalannya,” kata laki-laki 32 tahun itu.

Selama dua bulan, Mespin lebih berhemat. Ia pun menjual cengkih miliknya. Setiap hari ia mendaraskan doa agar keluarganya bisa mengikuti misa di Jakarta. Bagi Mespin, pertemuan dengan Paus Fransiskus merupakan perjalanan iman yang sudah lama ia idamkan. Belum tentu kesempatan itu muncul lagi.

Sekretaris Keuskupan Padang Pastor Ganda Jaya mengatakan keuskupannya mendapat jatah 520 orang untuk mengikuti misa yang dipimpin Paus Fransiskus. Kuota itu untuk umat Katolik di tiga provinsi, yaitu Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. Umat pun antusias mendaftar. Namun tak semua bisa mendapatkan tiket misa karena keterbatasan kuota.

Menurut Ganda, Keuskupan Padang tak memberikan persyaratan khusus untuk anggota umat yang bisa mengikuti misa. Keuskupan hanya menyarankan, mereka yang ikut misa akbar sebaiknya tidak berusia lebih dari 60 tahun. Sebab, umat akan berjalan kaki untuk bisa mengikuti misa. “Anak-anak sebaiknya juga tak ikut karena bakal berdesakan di Gelora Bung Karno,” ujarnya.

Mespin termasuk yang beruntung karena dia dan keluarganya dinyatakan bisa mengikuti perayaan Ekaristi bersama Paus Fransiskus. Dua kali ia naik perahu penyeberangan dan menghabiskan waktu lebih dari 15 jam untuk menyeberang dari Desa Sinaka hingga ke Padang. Setelah itu, ia naik pesawat ke Jakarta pada Selasa, 3 September 2024.

Di Jakarta, Mespin jadi lebih sering menangis. Ia terharu melihat umat agama lain ikut menyambut kedatangan Paus Fransiskus. Air matanya juga menetes setiap kali melihat aktivitas Paus yang memeluk dan mencium anak kecil serta memberikan berkat untuk penyandang disabilitas melalui televisi.

Apalagi saat misa akbar. Berulang kali ia menangis selama perayaan Ekaristi. Meskipun hanya bisa melihat dari kejauhan karena tempat duduknya berada di tribun atas, Mespin bahagia bisa mengikuti langsung misa yang dipimpin Paus. “Saya merasakan pertemuan dengan Paus menjadi perjalanan iman yang luar biasa,” katanya.

Anggota umat lain yang mengikuti misa di dalam Gelora Bung Karno, Magdalena Bui, juga jauh-jauh datang dari Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, untuk melihat Paus Fransiskus. Pada Oktober 1989, saat Paus Yohanes Paulus II berkunjung ke Kota Dili—kini wilayah Timor Leste—ia tak bisa hadir karena jaraknya terlalu jauh dari Atambua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Umat Katolik menyaksikan Misa Suci Paus Fransiskus di Plaza Tenggara kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 5 September 2024. Tempo/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Magdalena datang ke Jakarta bersama ibunya, Kunera Bui, yang berusia 90 tahun. Mereka sempat mengunjungi Katedral pada Rabu sore, 4 September 2024, dan melihat langsung Paus Fransiskus. Meski sudah sepuh, ibunya memaksa ikut karena sangat ingin bertemu dengan Paus. “Saya merinding melihat Paus. Selama ini hanya melihat di foto dan video,” tuturnya.

Di berbagai daerah, umat Katolik yang tak bisa menghadiri perayaan Ekaristi bersama Paus Fransiskus memilih mengikuti misa secara daring. Pada Kamis sore, ratusan orang mendatangi Gereja Katedral Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Uskup Agung Makassar Mgr Johannes Liku Ada turut bergabung dengan mereka. 

Selama misa di Jakarta disiarkan lewat layar besar di depan altar, umat Katolik di Katedral Makassar ikut bernyanyi dan berdoa. Mereka pun menerima hosti—kepingan roti tak beragi perlambang tubuh Yesus. Umat di sana juga sabar menanti hingga Paus Fransiskus meninggalkan altar.

Uskup Agung Makassar mengatakan keuskupannya hanya mendapat kuota mengikuti misa akbar untuk 400 orang. Padahal ada ribuan orang dari Makassar dan sekitarnya yang ingin bertemu dengan Fransiskus. “Kami tak mungkin datang ke Jakarta karena tempat terbatas,” ucap Johannes Liku Ada. 

Safira Senggo Palayukan termasuk yang mendapat kursi di Senayan. Ia mewakili organisasi kemasyarakatan atau ormas Vox Point Indonesia Sulawesi Selatan ke Jakarta. Menurut Sekretaris Vox Point Sulawesi Selatan itu, setiap ormas mendapat jatah satu tiket.

Demi mengikuti kunjungan Paus dan bertemu langsung dengan Fransiskus, Safira mengeluarkan duit sekitar Rp 5 juta untuk ongkos pesawat dan hotel. “Bertemu dengan Paus Fransiskus menjadi momen yang saya tunggu-tunggu sejak dulu,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Hussein Abri Dongoran, Fachri Hamzah dari Padang, Didit Hariyadi dari Makassar, dan Stefanus Pramono dari Jakarta berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ngalap Berkah Bapa Suci"

Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus